Mohon tunggu...
Satya Permadi
Satya Permadi Mohon Tunggu... Junior Researcher -

Seorang yang senang mengamati banyak hal, terkadang menuangkannya dalam tulisan, lebih sering dituangkan dalam bentuk fotografi. https://permadisatya.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesemrawutan Lalu Lintas Seolah Dibiarkan Pemerintah

5 Maret 2018   17:07 Diperbarui: 5 Maret 2018   17:10 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa berkendara di jalan tol bisa jauh lebih tertib? Mungkin logika yang dipakai adalah jika melanggar itu akan berakibat fatal bagi kita yang melanggar.

Dengan logika ini juga, ketika berada di jalan raya biasanya ada pemakluman, karena biasanya pengendara berkendara dengan kecepatan rendah hingga sedang, kemungkinan kecelakaan yang fatal juga minim. Maka dari itu mungkin kebanyakan orang abai akan rambu dan marka jalan.

Marka jalan yang sering dianggap sepele oleh banyak orang, sayangnya kadang dianggap sepele juga oleh pemerintah. Jika diperhatikan, banyak jalan memiliki marka yanganeh. Selain banyak yang sudah pudar, saling timpa, tidak ada sama sekali, dan bahkan memberikan petunjuk yang menyesatkan.

Jakarta punya banyak marka jalan seperti ini. Misalnya saja, Jl Gatot Subroto Jakarta dimana jalan menuju arah cawang banyak meliuk, lalu di perempatan pancoran arah cawang mendadak menyempit. Ketika kosong, banyak pengendara motor di lajur kiri yang tidak mengikuti marka dan asal ambil jalan lurus saja. Kendaraan di lajur kanan akan merasa kagok dan kemungkinan kecelakaan akan tinggi.

Fenomena di Kota Bogor

Dari pengalaman saya, ketika saya memasuki Jl. Otto Iskandardinata, Bogor, dari arah Ciawi, saya berusaha untuk mengambil lajur sesuai dengan marka yang ada, tapi ternyata saya malah terjebak di tengah-tengah antrian kendaraan dan memakan lajur kanan dan kiri saya. Motor, angkot, mobil, berjalan tidak beraturan. Kalau tidak bisa melihat kanan dan kiri sekaligus, maka yang terjadi kita malah membahayakan kendaraan lain. Resiko terjadinya kecelakaan sangat tinggi.

Sebetulnya kita bisa lihat bahwa jalan tersebut memang ada penyempitan pada bagian jembatan dan setelahnya melebar kembali. Namun, pemerintah tidak boleh melihat jalan raya seperti aliran air yang penggunanya bisa melewati bagian penyempitannya secara otomatis tanpa ada marka dan rambu yang jelas.

Lebar jalan disekeliling Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor tersebut berbeda-beda disemua ruasnya. Sejak jalan tersebut dibuat menjadi satu arah, kondisi jalan semakin semrawut. Ditambah dengan suksesnya pelebaran trotoar yang memakan badan jalan, keadaannya jadi semakin parah. Terlebih lagi, marka jalan yang ada masih sama dengan yang sebelumnya ketika jalan tersebut masih dua arah dan trotoar belum dilebarkan.

Pelebaran trotoar untuk lebih memanjakan pejalan kaki tentu baik. Namun, bila kebijakan tersebut spasial dan tidak terintegrasi dengan kebijakan lainnya, justru malah merugikan. Pengendara dirugikan karena bertambahnya waktu tempuh, dan naiknya tingkat stress karena kesemrawutan. Pejalan kaki dirugikan oleh naiknya tingkat polusi udara karena kemacetan yang terjadi.

Arsip: www.permadisatya.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun