Semakin penuh dan sesaknya jalan raya karena bertambahnya volume kendaraan dari tahun ke tahun adalah keniscayaan. Pertumbuhan jumlah mobil akan selalu lebih besar dengan pertumbuhan panjang jalan, ceteris paribus. Karena ekonomi yang terus tumbuh, artinya semakin makmur masyarakatnya, semakin mampu juga mereka untuk memenuhi jalan raya dengan mobil mereka.
Dengan masih minimnya kebijakan pendukung dalam penggunaan transportasi publik, masyarakat pun akan memilih menggunakan kendaraan pribadi mereka. Ketika biaya menggunakan kendaraan pribadi masih lebih logis dibanding dengan menggunakan transportasi publik, maka selama itu pula pembangunan jalan di kota besar tidak akan pernah cukup untuk mengakomodir aktivitas seluruh masyarakatnya.
Kemacetan di kota-kota besar, utamanya Jakarta, saat ini sudah mulai masuk titik terjenuhnya. Kadang kita bisa menempuh jalanan sepanjang 10 KM dengan waktu 4 jam, dan bahkan bisa lebih lama lagi. Kondisi gila jalan raya tersebut menjadikan para pengendara ikut menjadi gila.
Kita semua pasti sering melihat kegilaan tersebut, seperti misalnya antrian kendaraan saat macet menunggu lampu merah saja bisa berantakan dan cenderung awur-awuran. Kemudaian, kita juga bisa sering temui motor dari kanan yang tiba-tiba menyilang ke kiri. Atau, motor yang banyak melawan arah untuk meyeberang jalan. Mobil yang mengambil jalur yang beralawan untuk memotong antrian kemacetan.
Ada banyak faktor penyebab kesemrawutnya kondisi jalan raya, salah satunya mengenai rambu dan marka jalan. Banyak dari pengguna jalan abai dan bahkan tidak tahu guna rambu dan marka jalan. Padahal, hal itu merupakan bagian penting yang menjaga ketertiban di jalan raya.
Sebagai contoh, beberapa kali sering saya lihat ada mobil yang berputar arah atau berbelok ke kanan di jalan dengan marka garis membujur penuh (tidak terputus). Sebetulnya, untuk berputar arah di jalan tersebut pasti cukup sulit dan menyebabkan kemacetan. Namun, masih banyak para pengendara yang melakukannya dan justru membuat macet karena alasan kepraktisan. Belum lagi para pengendara motor yang merasa 'cuma motor doang' dan menganggap hal tersebut sepele.
Beberapa jalan yang seperti ini, biasanya jika sudah terlalu semrawut akan diberi pembatas jalan permanen. Karena, jika tidak, kesemrawutan akibat keegoisan para pengendara jalan akan semakin mejadi.
Banyak pengguna jalan di kota urban masih merasa jalan raya di kota urban sama halnya jalan raya di desa yang relatif sepi. Merasa seakan jalan adalah milik nenek moyangnya. Padahal jalan raya adalah tempat kita belajar untuk tertib dan tidak mengambil hak orang lain.
Bukannya lebay, tapi memang seperti itulah hal yang benar. Aturan seperti rambu lalu lintas dan marka jalan membatasi kebebasan kita menggunakan jalan, agar hak orang lain tidak dikurangi. Jangan sampai kita berpikir, jika kita sudah membayar pajak, kita bisa berperilaku seenaknya sebagai pengendara. Sesungguhnya itu adalah sebuah pemikiran yang sesat.
Rambu lalu lintas dan marka jalan ini menjadi perlu kita soroti dan perhatikan lebih jauh, terutama tentang marka jalan. Ini adalah faktor penting yang mempengaruhi bagaimana pengendara mengendarai kendaraannya.
Bisa kita lihat di jalan tol, dimana semua mobil berada di lajurnya masing-masing. Berkendara jadi lebih aman dan nyaman. Bayangkan bila kita sedang berkendara di lajur paling kanan dengan kecepatan tinggi, dan di depan kita ada mobil dengan kecepatan sedang yang mengambil lajur paling kanan namun juga mengambil lajur di sebelah kirinya, tepat di tengah garis putus-putus. Posisinya akan membuat kagok kita yang dibelakangnya dan itu membahayakan.