Mohon tunggu...
Muhamad Adib
Muhamad Adib Mohon Tunggu... Buruh - Wong Alas

Jadikan masyarakat desa hutan,nafas Pembangunan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalaman Nyensus

4 Oktober 2014   13:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:25 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Semua orang pasti mempunyai pengalaman, ada pengalaman yang mengasyikan dan menyedihkan, bahkan ada pengalaman yang tak bisa di lupakan. Begitupun saya yang mempunyai pengalaman yang tak bisa saya lupakan yaitu nyensus. Ini adalah sebuah pembelajaran yang hanya ada di Pendidikan Layanan Khusus Menengah Boarding School “Mbangun Desa”, dan tidak di pelajari di sekolah formal pada umumnya. Sebagai permulaan kegiatan nyensus, kami menyensus  penduduk di sebuah kampung yang merupakan tempat belajar atau laboratorium peserta didik Boarding School, nama kampunya yaitu Pesawahan. Sebuah kampung yang terletak di tengah hutan dan masuk ke Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.

Sebelum melakukan kegiatan tersebut kami di beri pengarahan dan penjelasan tentang tata cara pengisian datanya oleh Kang Adib, kemudian pada tanggal 19 November 2012 semua peserta didik Boarding School kelas X berbondong-bondong berangkat menuju ke kampung pesawahan menggunakan mobil belajar Argowilis. Jalan ke pesawahan berbeda dengan jalan pada umumnya, jalannya menanjak, berbatu (tidak diaspal).

Cuaca yang tidak mendukung alias hujan membuat mobil belajar Argowilis, tidak bisa sampai ke tempat tujuan di karenakan masalah jalannya yang tidak mendukung. Untungnya ada mobil pick up milik salah seorang warga kampung Pesawahan, akhirnya untuk sampai ke lokasi kami menumpang mobil pick up tersebut. Sesampainya di sana kami langsung mencari tempat peristirahatan, kemudian kana Adib mengajak kami ke salah satu rumah, ternyata rumah tersebut milik ketua RT 04 namanya Pak Salim.

Untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan tersebut, kami mengmpulkan semua ketua Rt yang ada di kampung tersebut, di situ hanya terdapat 3 Rt. Setelah mereka kumpul kami minta daftar nama Kepala Keluarga yang ada di setiap Rtnya. Jumlah peserta didik tidak sebanding dengan jumlah kepala kelurga di pesawahan, untuk itu kami di bagi menjadi beberapa kelompok. Jumlah peserta didik 11 berbanding dengan 96 Kepala Keluarga, maka peserta didik di bagi menjadi 5 kelompok dan setiap kelompok menangani 20 Kepala Keluarga.

Setelah istirahat dan sholat ashar kami mulai mendata warga kampung Pesawahan. Adzan magrib berkumandang memaksa kami untuk berhenti melaksanakan kegiatan tersebut dan menunaikan sholat magrib dan mandi. Setelah itu kami di suruh makan, tapi karena ada teman kami yang tidak berkumpul di basecamp atau tempt peristirahatan, maka makan malam kami di tunda dan meneruskan kegiatan tersebut, terus kang Adib memerintahkan kepada kami agar pada pukul 21.00 WIB semuanya telah kembali ke basecamp. Kemudian pada waktu yang di tentukan semuanya berkumpul di rumah Pak Salim yang menjadi Basecamp kami, untuk makan malam bersama. Setelah makan malam selesai kami di suruh tidur agar besok bisa lebih maksimal, untuk anak putra di suruh tidur di mushola sedangkan anak putri tidur di rumah Pak Salim., mushola yang buat tidur anak putra tidak jauh letaknya dari rumah Pak Salim, jaraknya kurang lebih 50 meter.

Adzan subuh berkumandang kami segera bergegas bangun dari tidur dan siap-siap untuk sholat subuh, setelah sholat subuh kami mulai melanjutkan tugas yang tertunda , karena kami khawatir jika siang masyarakat Pesawahan tidak ada, karena mata pencaharian sebagian besar dari mereka adalah petani jadi jika siang mereka pergi ke sawah dan kebun. Kelompok yang selesai pertama yaitu pirman, risky dan beni, melihat kelompok lain yang belum selesai makamereka membantu kelompok yang belum selesai.

Bahasa merupakan masalah utama yang kami  temui, karena sebagian besar dari mereka tidak bisa Bahasa Indonesia, meskipun begitu mereka sangat ramah dan mengerti dengan masalah yang kami temui.

Nyensus tak semudah yang saya kira, ternyata melakukan kegiatan tersebut membutuhkan kejelian dan kesabaran. Apalagi ketika merekap data hasil sensusan tersebut kami menemui kesulitan yang sangat berarti, misalnya jumlah penduduk di data ada 312 orang, tapi di data pendidikan ada 302 orang kami bingung dari mana 10 orang tersebut.

Tak hanya masalah dan kesulitan yang kami temui tetapi ada banyak hal lucu yang terjadi selama kami melakukan kegiatan tersebut, yaitu ketika saya mendata ke salah satu rumah, pemilik rumah tersebut ternyata tidak bisa Bahasa Indonesia dan saya tidak tahu bahasa jawa, sementara dia hanya mengerti Bahasa Jawa, tetapi dengan spontannya saya berkata bahasa jawa. Karena lama kelamaan saya bingung maka saya menyuruh teman untuk melanjutkan pendataan tersebut. Selain itu ada lagi ketika mereka di tanyai tentang tanggal lahir sebagian dari mereka tidak tahu, untuk alternatifnya kami minjam KTP atau Kartu keluarga, tetapi ada saja dari mereka yang tidak memiliki itu semua, terus jika di tanyakan luas bangunan rumah mereka menjawab tidak tahu dan kami yang mendata di suruh mengkira-kira luas rumah mereka.

Kami mengerti dengan keadaan tersebut, karena kurangnya komunikasi dan informasi dari orang luar kampung membuat mereka tertinggal. Tidak hanya di bidang itu banyak masyarakat Pesawahan yang masih buta aksara dan kurang mengenyang pendidikan, karena jika telah lulus SD mereka langsung kerja, kalau tidak kerja nikah. Bisa di buktikan dari warga yang berjumlah 312 jiwa, hanya satu orang yang lulus dari pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Tidak hanya di pesawahan, kegiatan ini berlanjut. Semua Peserta Didik Boarding School harus mengamalkan kegiatan tersebut  di setiap RT di tempat tinggalnya masing-masing. Berbeda dengan di Pesawahan, nyensus yang saya lakukan di Rt tempat tinggal saya lebih mudah, karena masyarakat di Rt saya tidak begitu tertinggal dari masyarakat pesawahan, meskipun demikian masih banyak juga orang-orang yang buta aksara di Rt tempat saya tinggal.

Mudah-mudahan pembelajaran ini bisa bermanfaat untuk hidup kami selanjutnya, apalagi di Boarding School kami di didik untuk menjadi Kader pembangun desa. Otomatis seorang kader Desa harus menguasai pembelajaran yang saya lakukan , yaitu nyensus.

Firman. Peserta didik Boarding School Mbangun Desa Baturaden

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun