Mohon tunggu...
Muhamad Adib
Muhamad Adib Mohon Tunggu... Buruh - Wong Alas

Jadikan masyarakat desa hutan,nafas Pembangunan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

BOSS (Biaya Operasional Sekolah dengan Jualan Sandal)

10 September 2014   19:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:05 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

(Di tulis olehpeserta didik Pendidikan Layanan khusus Menengah Boarding School Mbangun Desa Baturaden Banyumas Jawa Tengah)

Senja baru saja berlalu. Usai sholat maghrib berjamaah di pendopo kampus boarding school, temen-temen kami dan para pendamping, duduk melingkar untuk bersama-sama mengaji Al Qur’an. Sebuah kebiasaan di boarding school yang dilakukan setiap malam setelah jamaah sholat maghrib. Kali ini kami berdelapan (Tofik, Arif, Window, Budi, ismi, Rizky, Devi, Liah) ijin tidak ikut mengaji karena harus bersiap-siap berangkat ke Jakarta. Mobil belajar Argowilis yang akan membawa kami ke Jakarta sudah terparkir di depan pendopo boarding.

Misi kami ke Jakarta adalah untuk memrpomosikan dan menjual Sandal Bandol buatan kami, keluarga Boarding School “Mbangun Desa” sandal bandol yang kami beri nama “EMDEHA” akronim dari Mbangun Desa Hutan. Kami akan mencoba untuk mempromosikan sandal bandol produksi kami. Meskipun kami masih dalam proses belajar memproduksi. Produksi dan penjualan sandal bandol ini seluruh hasilnya di gunakan untuk biaya operasional sekolah kami. Temen-temen menyebutnya BOSS (Biaya Operasional Sekolah dengan jualan Sandal)

Selesai berkemas dan menata barang-barang di mobil, kami berpamitan dengan temen-temen seraya meminta di doakan agar perjalanan kami ke Jakarta selamat sampai tujuan, bisa melaksanakan kegiatan di jakarta dengan baik dan bisa kembali ke kampus boarding school tanpa halangan.

T epat pukul 18.40 wib, kami berangkat dengan tujuan Ibu Kota Republik Indonesia, Jakarta. Perjalanan menuju Jakarta melalui jalur selatan. Jalur Purwokerto – Cilacap – Ciamis – Tasikmalaya – Bandung – Jakarta.

Pukul 21.20 wib, kami mampir di rumah Bapak mertua kang Adib di desa Gandrungmangu Kecamatan Gandrungmangu Kabupaten Cilacap untuk menikmati makan malam dan melaksanakan sholat Isya.  Pukul 22.30 wib, kami berangkat menuju Jakarta...

Selamat Pagi Jakarta....

Istiqlal

Jarum jam menunjuk angka 05.45 wib ketika mobil belajar yang kami tumpangi memasuki pelataran parkir di masjid Istiqlal. Mesjid yang sangat besar dan megah. Mesjid kebanggaan warga Jakarta juga kebanggaan Bangsa Indonesia. Bergegas kami turn dari mobil dan masuk ke Masjid. Waktu sholat Subuh sudah berlalu. Tapi kami tetap melaksanakan sholat Subuh di masjid Istiqlal. Semoga Tuhan memaafkan keterlambatan kami...

Usai sholat Subuh dan bersih-bersih diri, kami menyempatkan melihat-lihat komplek masjid Istiqlal. Pagi itu, masjid Istiqlal tidak begitu ramai. Barangkali karena kedatangan kami yang agak siang. Sebelumnya kami hanya melihat masjid ini di foto-foto dan di layar TV. Alhamdulillah, kami berkesempatan berkunjung langsung disini.  Sungguh, ini masjid terbesar yang pernah kami lihat. Sayang, aroma yang kurang sedap dari sungai di depan masjid tercium hidung kami. Andai saja sungai nya bersih dan airnya jernih,ya...

Kunjungan Pertama

Kementrian Kehutanan

08.25 – 10.30

Rencananya dari masjid Istiqlal kami akan berkunjung ke kantor Kementrian Agama, tetapi Kang Adib bilang, sudah di tunggu teman di Kementrian Kehutanan. Jadi kami kembali naik ke Mobil Belajar dan menuju kantor Kementrian Kehutanan.

Sepanjang jalan menuju Kementrian Kehutanan, kami melihat gedung-gedung tinggi menjulang, kami juga melihat Tugu Monas di dekat stasiun kereta api Gambir. Mobil-mobil beraneka warna dan jenis bersliweran di jalan-jalan Ibu Kota. Kang Adib menjelaskan kepada kami kalau kementrian Kehutanan itu gedungnya berdekatan dengan Gedung DPR MPR.

Kami tiba di kantor Kementrian Kehutanan pada pukul 08.25 wib. Turun dari mobil belajar kami berjalan kaki menuju gedung utama. Ruangan yang akan kami kunjungi ternyata berada di lantai 2, kami naik menggunakan tangga di pojok Lobby gedung utama.

Kami di terima oleh seorang pegawai Kementrian Kehutanan yang masih muda. Namanya mas Sandy. Orangnya sangat ramah. Kami di persilahkan masuk ke sebuah ruangan kecil seperti sebuah ruang rapat. Kemudian kami di suguhi Teh panas manis dan berbagai macam makanan kecil.

Tak berapa lama kemudian datang 2 (dua) orang pegawai yang usianya setengah baya menemui kami. Yang satu namanya Bapak Deni Kustiawan, beliau adalah Kepala Pusat Pembiayaan Pembangunan Kehutanan dan yang seorang lagi namanya bapak Untoro yang menangani Badan Layanan Umum yaitu sebuah badan di Kementrian Kehutanan yang memberikaan layanan permodalan untuk usaha-usaha di bidang  kehutanan.

Pertemuan di awali oleh Kang Adib yang secara singkat menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami. Kang Adib juga menjelaskan tentang sekolah kami yaitu Boarding School “Mbangun Desa”. Setelah itu, Bapak Deni Kustiawan memberikan sambutan dan motivasi kepada kami. Beliau mengatakan bahwa kita tidak perlu merasa malu dan rendah diri menjadi anak desa. Karena sesungguhnya hidup di desa itu jauh lebih menyenangkan daripada tinggal di kota. Di desa banyak tersedia potensi yang belum di kembangkan. Jika potensi itu di gali dan di manfaatkan dengan baik, insya Allah akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat yang tinggal di desa. Di Jakarta ini semuanya serba harus menggunakan uang. Bekerja di Jakarta juga tidak gampang. Contohnya mas Sandy, dia harus menempuh perjalanan dari tempat tinggal menuju kantor 2 jam. Bolak balik sudah 4 jam. Belum lagi kalau macet. Waduh, pokoknya jangan pernah berangan-angan untuk bekerja dan hidup di Jakarta. Lebih baik  tinggal di desa dan mengembangkan apa yang ada di desa. Rejeki itu jangan di cari, tetapi jemputlah rejeki itu. Allah sudah menyiapkan rejeki untuk makhluknya. Tugas kita adalah menjemput rejeki itu. Belajarlah dengan rajin dana tekun, begitu nasehat beliau.

Karena beliau harus mengikuti rapat beliau meminta maaf tidak bisa menemani kami lebih lama lagi.

Setelah Pak Deni meninggalkan ruangan, pertemuan di lanjutkan oleh Bapak Untoro. Beliau memberikan penjelasan kepada kami tentang banyak hal mengenai kehutanan terutama masalah hutan rakyat. Menurut beliau, masyarakat desa bisa hidup makmur jika mau dan mampu mengelola hutan rakyat dengan baik. Beliau mencontohkan di Kabupaten Wonosobo seorang petani menjual 12 pohon sengon saja bisa memperoleh uang Rp. 39 juta. Bayangkan jika 1 hektar ada 400 pohon sengon, berapa penghasilan yang bisa di peroleh oleh seorang petani ???.

Apalagi jika kemudian di bawah tegakan pohon sengon di tanami salak pondoh atau jenis empon-empon. Hasil yang di dapat petani bisa lebih banyak lagi.

Kemudian Pak Untoro juga menjelaskan soal manajemen kawasan, inventarisasi pohon dan masalah kelembagaan masyarakat. Satu hal yang menarik hati kami adalah ketika beliau menjelaskan bahwa ada ilmu yang sangat sederhana yang bisa kami pelajari dan itu akan sangat bermanfaat bagi kami yaitu ilmu memetakan kawasan dengan menggunakan GPS. Dengan ilmu itu kata beliau, kami bisa membuat batas-batas kepemilikan lahan petani dan juga membuat peta lahan hutan rakyat. Ilmu ini sangat di butuhkan untuk mengembangkan hutan rakyat di seluruh Indonesia. Jika kami menguasai ilmu itu dengan baik, kami bisa bekerjasama dengan kementrian kehutanan untuk membuat peta kawasan hutan rakyat.

Pak Untoro juga tidak bisa berlama-lama menemani kami, karena beliau juga harus mengikuti rapat. Pertemuan selanjutnya bersama Mas Sandy, salah satu pegawai di Kementrian Kehutanan yang menangani BLU.

Bersama mas Sandy, kami di kenalkan dengan sebuah alat yang bernama GPS. Sekilas alatnya mirip HP. Alat inilah yang di gunakan untuk memetakan kawasan. Mas Sandy juga meminta kami untuk mengenalkan diri dengan menyebut nama, alamat dan motivasi kami belajar di boarding school. Pokoknya asyiiik banget.

Tidak di sangka, ternyata mas Sandy sudah memesankan sarapan pagi untuk kami. Alhamdulillah, pas perut minta di isi kami di suguhi sarapan pagi dengan menu yang sangat istimewa. Menu yang tak pernah kami jumpai di boarding schooll.

Usai sarapan, kami minta ijin pamit meneruskan kegiatan kami di Jakarta. Dan sungguh tak di sangka juga ternyata mas Sandy membeli 2 pasang sandal produksi kami dengan menyerahkan uang dalam sebuah amplop. Isinya Rp.250.000,-. Alhamdulillah, terima kasih mas Sandi, Pak Untoro dan Pak Deni....

Kunjungan Kedua

Perum Perhutani

10.30 – 12.00

Dari kantor Kementrian Kehutanan kami melanjutkan kunjungan ke kantor Perum Perhutani yang terletak di belakang kantor kementrian Kehutanan. Di Perum Perhutani, kang Adib mengajak Budi dan Rizqi untuk menemui temannya kang Adib di lantai 11. Sementara yang lainnya di tugaskan untuk menjual sandal di sekitar kantor Perhutani.

Cerita Budi dan Rizki

Kami diajak kang Adib memasuki kantor Perum Perhutani. Tak pernah terbayangkan sebelumnya kalau kami anak desa ini berkesempatan untuk memasuki kantor yang sangat besar ini. Kantornya pak Mantri (KRPH) dan kantor Asper saja kami belum pernah masuk, malah ini kami langsung masuk ke kantor Direksi. Kantornya para Pejabat Perhutani.

Kami naik ke lantai 11 menggunakan lift. Ini kali pertama kami naik lift. He he he... maklum anak desa. Beruntung kami di temani kang Adib. Jadi kami tidak bingung. Sampai di lantai 11, kami di suruh menunggu oleh SATPAM. Kami melihat kang Adib beberapa kali ngobrol dengan orang-orang yang ada di situ. Setelah menunggu beberapa saat. Kami di ajak masuk ke sebuah ruangan menemui salah seorang pejabat yang bernama Bapak Susilo.

Kami di kenalkan oleh kang Adib. Pak Susilo dulu adalah Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adminsitratur) Banyumas Barat yang wilayahnya adalah Kabupaten Cilacap tempat tinggal kami.

Kepada pak Susilo kami menawarkan sandal. Ada 11 pasang sandal yang kami bawa. Tanpa bertanya Pak Susilo langsung membuka dompet dan menyerahkan kepada kami uang sebanyak Rp. 500.000,-. “ini kurang,gak”? tanya pak Susilo. Kami hanya tersenyum sambil memandang kang Adib. Eh, ternyata malah pak Susilo  menambahkan Rp. 200.000,- lagi. Jadilah 11 pasang sandal mendapatkan uang Rp. 700.000,-. Alhamdulillah, semoga Allah membalas kebaikan Pak Susilo...

Kunjungan ketiga

Kementrian Agama

12.45 -14.00

Waktu telah menunjukkan pukul 12.00 ketika kami keluar dari kantor Perum Perhutani. Kami langsung menuju mobol belajar yang di parkir di depan gedung Kementrian Kehutanan. Kali ini kami akan melanjutkan kunjungan ke kantor Kementrian Agama. Kantor Kementrian Agama beralamat di dekat masjid Istiqlal, tempat pertama kali tiba di Jakarta.

Perjalanan dari Perum Perhutani ke kantor kementrian Agama membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit. Tepat pukul 12.45 wib kami sampai di kantor Kementrian Agama. Ruangan yang hendak kami tuju ada di lantai 8 gedung Kementrian Agama. Lagi-lagi kami menggunakan Lift. Keluar dari Lift, kang Adib bertanya. “hayo, siapa yang baru pertama kali naik Lift,”? beberapa teman kami pun mengacungkan jari mengiyakan.

Di kementrian Agama kami di terima oleh Pak Jamal, beliau adalah Pimpinan proyek Madrasah Education development Project (MEDP). Ada juga Ibu Yusi temannya Pak Jamal. Kami ber sembilan duduk di ruang tamu. Secara singkat kang Adib menjelaskan maksud kunjungan kami yang intinya menawarkan sandal buatan anak-anak boarding schooll.

Pak Jamal langsung memanggil salah seorang stafnya dan menugaskan untuk menghitung berapa jumlah staf yang ada dan ukuran sandalnya. Kemudian kami diajak ngobrol oleh Pak Jamal. Banyak hal yang disampaikan oleh beliau kepada kami. Beliau mengatakan, banyak orang-orang besar berasal dari kampung. Banyak orang-orang yang sukses dari kampung. Sukses itu butuh perjuangan dan kerja keras. Kalian harus tetap dan terus semangat. Boarding schooll adalah tempat kalian untuk menempa diri. Tempat untuk belajar dan juga tempat untuk memulai perjuangan. Yakinlah bahwa kalian akan menjadi orang yang sukses. Begitu motivasi beliau kepada kami.

Setelah ngobrol-ngobrol, kami kemudian di ajak makan siang oleh beliau. Menu makan siangnya juga sangat isimewa. Lagi-lagi menu ini tak pernah kami jumpai di boarding schooll. Nasi kotak dengan ikan/ayam goreng, telur dadar, lalapan, sayur dan buah. Alhamdulillah.... selesai makan siang kami menerima pembayaran sandal. Total  sandal yang terjual seharga Rp.350.000

Kunjungan ke empat

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

15.05 – 16.40

Jam 15.05 wib kami tiba di kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kantor ini terletak di jalan Jendral Soedirman Senayan Jakarta. Kantornya luas sekali. Gedung-gedungnya tinggi menjulang.kami sangat bersyukur, bisa berkunjung ke sini. Sebelumnya tak pernah terpikirkan kalau kami bisa ke kantor ini.

Di kantor kementrian Pendidikan dan Kebudayaan kami berkunjung ke ruang kepala Sub Direktorat Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMK Direktorat Jendral Pendidikan Menengah. Nama pejabatnya adalah bapak Prasetyo Triatmojo. Belau berkantor di lantai 12. Orangnya Tinggi dan gagah seperto Bima Pandawa. Ruang kantor beliau cukup luas dan yang pasti sangat nyaman. Di ruang beliau sudah ada Bapak Winarto, temannya kang Adib yang juga temennya Pak Prasetyo. Beliau sangat ramah menerima kedatangan kami.

Seperti di tempat-tempat kunjungan sebelumnya, kang adib membuka pertemuan dengan menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami yaitu mempromosikan sandal Emdeha produksi anak-anak boarding schooll. Pak Prasetyo langsung meminta kami mengeluarkan seluruh sandal yang di bawa. Lalu diantar Pak Prastyo, temen kami Window menawarkan sandal-sandal itu kepada pegawai yang ada di kantornya pak Prasteyo. Tak sampai lima menit kemudian, Window sudah kembali keruangan dan berkata “ sandalnya sudah habis di borong semua”. Alhamdulillah....

Kemudian Pak prasteyo mengambil sebuah tas plastik yang  isinya adalah 2 buah Notebook. Dan ternyata..... Netbook itu di berikan kepada kami. Subhanallah...

Di kementrian Pendidikan dan Kebudayaan hasil penjualan sandal mendapatkan uang Rp.500.000,-.

Pukul 16.50 wib, kami meninggalkan kantor kementrian pendidikan dan kebudayaan. Sebelum pulang kami diajak pak Winarto untuk mampir ke rumah Beliau di daerah pancoran.

Kunjungan ke lima dan terahir

Rumah Pak Winarto

17.30 – 21.10

Begitu masuk rumah Pak Winarto, seorang teman kami bertanya kepada Kang Adib “Kang,Pak Winarto orang Kristen,ya?” kang Adib malah balik bertanya “memang, kenapa?” itu tanda salib di atas pintu rumah pak Winarto. Kata temenku. “ya, Pak Winarto memang Non Muslim. Tapi beliau sangat toleransi terhadap orang islam dan agama yang lain. Seperti juga Pak Prasetyo. Beliau juga orang kristiani. ” Kang Adib menjelaskan.

Kami di sambut dan di terima dengan sangat ramah oleh Pak Win dan keluarganya. Begitu masuk rumah, temen-temen langsung mencari stop kontak listrik. Ngecash HP. Kami di buatkan kopi dan teh manis.

“Kalau mau mandi, di belakang ada kamar mandi, di lantai atas ada 2 kamar mandi. Yang mau Sholat Maghrib, silahkan di lantai atas. Anggap saja seperti sedang di rumah sendiri”  kata Pak Win mempersilahkan kami.

Selesai mandi dan sholat Maghrib, kami di persilahkan untuk makan malam prasmanan. Menuanya ??  Yang pasti tidak pernah kami jumpai di boarding schooll.he he he...

Di rumah Pak Winarto kami ngobrol-ngobrol sampai jam 21.00 wib. Kami juga sholat Isya di mesjid dekat rumahnya Pak Winarto. Sebelum pulang kami foto bersama di ruang tamu. Ohya,  Pak Win dan Ibu membawakan kami beberapa dus pakaian untuk bakti sosial di Kampung pesawahan yang rencananya akan di laksanakan pada tanggal 13 Juli 2012.

Kembali ke kampus Boarding Schooll

Pukul 21.00 – 07.00 wib

Diantar oleh Keponakan dan cucunya Pak Winarto, tepat pukul 21.00 wib, kami naik mobil belajar untuk kembali ke Purwokerto. Karena lelah dan capai seharian menyapa Jakarta, perjalanan pulang di warnai dengan suara mendengkur teman-teman kami... tepat jam 07.00 wib, kami sampai kembali dengan selamat di kampus boarding schooll desa Ketenger kecamatan baturaden Kabupaten Banyumas... kembali bertemu dan bersama teman-teman untuk belajar dan membangun masa depan....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun