Aku melihat lelaki tua mendekati renta, tangannya yang tak lagi perkasa mengayunkan pacoknya berkali kali ke batang pohon pinus. Membuat coakan agar getah pinus keluar dan mengalir. Di bawah pohon pinus, ia menempatkan batok kelapa untuk menampung aliran getah.
Pekerjaan memacok itu di lakukan hampir setiap hari dari satu pohon pinus ke pohon pinus lainnya yang luasnya sekitar 1 (satu) hektar. Sambil memacok kulit pohon pohon pinus, kebulan asap rokok "tingwe" (nglinting dewe) keluar dari hidung dan mulutnya.
Setiap 2 (dua) minggu sekali, getah yang tertampung di batok kelapa dengan telaten ia kumpulkan dari satu pohon ke pohon lainnya di sebuah jirigen besar. Wajahnya terlihat sumringah, ketika melihat batok terisi penuh dengan getah pinus. Senyumnya yang tak lagi manis tapi tetap menggambarkan kebahagiaan.
Meskipun di dalam hutan yang relatif sejuk, keringat menetes hampir di setiap pori-pori tubuhnya.Namun,  tubuh tuanya  masih terlihat kuat dengan otot-otot yang nampak jelas karena tidak mengenakan baju. Hanya celana komprang yang terlihat bolong di bagian pantatnya. Sesekali ia melepas dahaga dengan meneguk air putih  yang di simpan dalam botol. Satu satunya bekal yang di bawa dari rumah.
Setelah getah pinus  terkumpul hingga 2 (dua) jirigen besar, ia pun lantas memikul getah pinus dan membawanya ke tempat penampungan getah (TPG). Lelaki tua itu termasuk yang cukup beruntung. Jarak  dari hutan tempat ia menyadap tidak terlalu jauh dari TPG. Hanya sekitar 2 (dua) km yang di tempuh dengan jalan kaki santai kurang lebih 45 menit.
Baginya memikul getah seberat antara 70 kg -- 80 kg  dan berjalan kaki itu bukanlah sebuah beban. Ia sudah terbiasa melakoninya selama puluhan tahun. Tanpa keluh apalagi kesah. Ia tidak iri dengan beberapa teman penyadap yang mengangkut getah dengan sepeda motor.
Untuk mengurangi rasa  beban berat pikulannya, sambil mengayunkan langkah berjalan pelan-pelan, ia menyenandungkan doa  dan puji-pujian. Laa haula walaa quwwata illa... bilahiladzi ngaliiyil ngaadziim.....mboten wonten doyo lan mboten kiat, kejawi namung pitulunge Allah...
Lelahnya langsung hilang, ketika langkah kakinya sampai di TPG dan mendapat sambutan hangat dari mandor yang langsung membantu menurunkan beban pikulannya dan menimbang getah yang ia bawa.  Setelah di timbang dan dihitung, pak mandor dengan ramah memberikan uang lelah upah memungut getah hasil kerjanya selama 14 (empatbelas) hari di hutan Pinus,.lelaki tua itu menerima uang dengan mengucap syukur kepada Allah Swt yang telah memberinya nikmat kesehatan dan berterima kasih kepada Perum Perhutani yang masih memberikan kesempatan untuk ia tetap bisa bekerja menghidupi keluarga. Meskipun usianya sudah mendekati senja.  Lalu  dari mulutnya keluar kalimat singkat
"Pak Mandor, saya titip uang untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan bulan depan" Â kata lelaki tua itu sambil menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan kepada Mandor TPG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H