Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tanpa Teguran

7 Agustus 2023   18:25 Diperbarui: 7 Agustus 2023   18:29 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tanpa Teguran dari Jombang

Catatan Yudha Adi Putra

                Tak boleh dipandang sebelah mata. Tempat menghadap ke arah utara itu menyimpan banyak bahaya. Bukan tentang jam dan waktu saja. Tapi setiap asal penghuninya. Mereka bisa datang dari mana saja. Tentu datang dengan banyak kepentingan. Tak dapat dipungkiri, untuk tetap bisa bertahan memerlukan banyak pedoman. Bukan tetap diam saja. Tapi berani melangkah demi keputusan yang bijaksana. Tempat itu disebut asrama. Menemukan banyak tawa kala bersama. Menyimpan setiap tangisan dengan rapat. Tak ada yang mengerti. Semua berjalan begitu alami. Semacam hidup bersama penuh harmoni. Hanya beberapa saat saja, tangisan bisa berubah menjadi apa saja. Itu menjadi sesuatu. Boleh jadi, setiap tindakan akan tetap mendapatkan teguran.

                "Dia datang dari arah Timur. Membawa harapan untuk cepat selesai. Menapaki setiap pertanyaan demi pertanyaan. Jalinan persahabatan bisa dibentuk dengan uang. Tidak mudah memang, tapi itu menjadi kemungkinan tercepat untuk bisa bertahan," ujar Mang Ujang.

                Seorang penjual angkringan itu tahu betul. Bagaimana pola pergaulan dalam asrama. Bentuk relasi yang terbangun, bahkan sampai konflik yang mungkin bermunculan. Semua bermula karena pembicaraan. Hidup bersama memang tidak mudah. Banyak arah dan ranah dibentuk. Menemukan dalam setiap dambaan akan kepulangan bisa menjadi sahabat.

                "Kita akan hidup bersama selama dua tahun. Tak dapat dimengerti, teguran dan perjuangan akan menimbulkan pertanyaan. Panggilan akan hidup lebih layak lagi. Setiap senyuman bisa memberikan pesan dan makna yang berbeda. Hidup memang menyenangkan, tapi tidak dengan setiap konfliknya. Benci bisa berubah dengan cepat kalau tidak dibicarakan," ujar Mang Ujang.

                "Bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah mereka terbiasa untuk hidup bersama. Memuai dalam perjuangan hidup yang penuh dengan canda tawa. Bukan tidak mungkin, saat ini tertawa lalu beberapa menit kemudian teringat perjalanan hidup yang pahit. Tangisan bisa menyapa dengan amat sederhana dalam tawa setelah bersama," ujar Jarwo.

                Pagi demi pagi berlalu. Menemukan komunikasi dalam sapaan. Doa pagi bersama memuai dalam percakapan. Menjadi manfaat untuk hidup. Jika mungkin, setiap perjuangan menjadi nilai yang luar biasa untuk diperjuangkan. Bukan tentang asa saja. Tapi, apa yang diyakini untuk diperjuangkan. Bukti dari setiap percakapan adalah keyakinan. Tanpa keyakinan, tulisan hanya menjadi barisan kata.

                Lebih lanjut, tiap malam menjadi momen menyimpan cerita. Menuliskan dengan perlahan menjadi doa. Tidak semua siap. Tapi, semua ingin untuk terus menuliskan cerita. Bukan hanya tentang perjalanan diri sendiri. Tapi apa yang mungkin ditemukan dalam empat tahun berjalan. Bukan tentang tawa saja. Bisa menjadi kesepian yang panjang. Orang akan berdampak dalam hidup memberikan kesempatan lebih panjang lagi. Menjawab tiap sapa menjadi harapan.

                "Lama memang. Setiap detik akan terasa lama. Tapi ketika detik itu dihayati sebagai doa. Ia menjadi lantunan indah. Bisa muncul dengan cepat sembari menuliskan beberapa catatan. Bukankah dulu akan ada perpisahan yang muncul. Tiap kesempatan akan menjadi malang ketika tidak dicoba. Bukan tidak mungkin, setiap sapaan bisa memberikan dampak yang indah dalam hidup. Tapi, setiap sapaan juga menjadi utang pertanyaan," ujar Mang Ujang.

                Memang dalam perjalanan akan ada banyak hal tidak terduga. Dulu, perjuangan dari Timur untuk memutuskan bisa sampai di tempat ini memberikan arah baru. Bukan hanya tentang perjalanan yang penuh misteri. Tapi, irisan setiap sapaan itu menjadi bentuk perjuangan itu sendiri. Burung memang bisa berkicau meski dalam sangkar. Sapaan demi sapaan akan tetap menjadi kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun