Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hukuman yang Pantas untuk Pencuri Tanaman Hias

1 Agustus 2023   08:17 Diperbarui: 1 Agustus 2023   08:34 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hukuman yang Pantas untuk Pencuri Tanaman Hias

Cerpen Yudha Adi Putra

Tresno Haryanto menangis di depan beberapa tanaman hias. Tak mengerti lagi apa yang harus dilakukan. Teh hangat dan bacaan lama tidak diperhatikan. Hanya berdiam dan terus saja menangis. Menatap beberapa tanaman hias yang tidak kunjung laku. Haryanto meratap lirih, "Tolong aku ya Tuhan. Aku mau bisa membeli banyak hal, terutama membayar sekolah adik-adikku. Belum lagi, keperluan sehari-hari yang seperti tiada habisnya. Ya Tuhan, berikanlah perawatanmu dalam hidupku. Aku mohon."

Minggu pagi itu seperti suram bagi Haryanto. Keinginan untuk berangkat ke gereja menjadi malas. Keluarganya memilih ke gereja nanti sore. Adiknya masih keasyikan menoton siaran televisi. Entah, sudah kartun ke berapa yang ditonton sejak bangun sebelum subuh. Seperti biasa, dari kamar terdengar suara kicau burung, dengan mata masih mengantuk dan suara kelelahan, Haryanto mengambil beberapa sangkar.

"Semoga burung ini segera laku. Paling tidak nanti bisa menutupi beberapa kekurangan dalam membayar. Kalau masih kurang, pakai uang apa lagi? Hari berlangsung begitu cepat tanpa ada sesuatu yang bermanfaat. Kalau tidak menjadi kerugian, lebih baik berjalan terus saja. Menjadi sebuah harapan yang dikerjakan,"

Di dapur, Ibunya kebingungan mau masak apa. Anak sekarang malas makan makanan rumahan. Kalau mau, itu juga sangat pemilih. Tidak bisa asal makan. Selalu berkomentar tentang makanan rumah yang itu itu saja. Membosankan dan tidak seperti apa yang dilihat dalam gawai mereka. Memang, itu menjadi kegelisahan Haryanto juga. Bagaimana bisa menghadirkan makanan enak di rumah. Biar Ibunya tidak kelelahan masak dan semua bisa makan seperti yang ada di layar.

"Sudah, kamu makan saja dulu. Nanti sakit kalau terlambat makan. Makan itu yang penting makan saja. Masih sehat kok makannya pilih pilih seperti orang sakit. Bersyukur masih bisa makan tanpa memilih. Kalau sudah memilih makanan, nanti kalau tidak sesuai bagaimana? Ada yang salah dikit saja menjadi persoalan. Tidak bisa secepat itu dalam menentukan pilihan makanan. Harus jujur dan mencoba untuk berjuang," kata Ibu seperti pagi yang sudah-sudah. Tak ada yang spesial. Hanya beberapa pengulangan supaya tidak tampak membosankan.

Haryanto mendatangi gereja dengan penuh tanya. Banyak tidak yang berangkat. Memang, pagi penuh gerimis yang menyenangkan. Tidak semua mau menukar paginya dengan mendengarkan khotbah yang itu itu saja. Kalau tidak menjadi perintah, tentu sudah malas berdatangan. Karena pagi bisa diisi dengan memberi makan hewan peliharaan. Bisa juga sedikit membaca untuk menambah wawasan. Tidak jarang, ada kesempatan untuk menukar pagi dengan olahraga. Itu menjadi kesehatan tersendiri dalam menikmati hidup. Tidak semua diberikan kesempatan untuk menikmati pagi dengan apa saja yang diinginkannya.

Tak banyak yang datang di gereja. Hanya sepuluh dan itu sudah termasuk dengan pendeta. Maklum saja, ini masih pukul lima pagi. Belum banyak orang ingin bangun dan ke gereja. Bisa saja, setiap malam menjadi tempat untuk beristirahat. Dalam kesempatan beribadah ini, Haryanto teringat akan apa yang dilakukannya beberapa waktu yang lalu. Pendeta mengingatkan tentang jangan mencuri. Tentu saja, ini menjadi kenangan buruk bagi Haryanto yang pernah mencuri tanaman hias. Ia ketakutan ketika pendeta berkhotbah tentang penghakiman. Semua tampak tegang dan seram. Singkat kata, pagi itu ditukar dengan kengerian dalam mendengarkan khotbah. Itu yang dirasakan oleh Haryanto.

Usai dari gereja, Haryanto kebingungan. Dia menatap kembali ke jalanan. Banyak orang berlalu lalang. Penuh dengan tujuan masing-masing.

"Lalu, hukuman apa yang pantas untuk pencuri tanaman hias. Apa dia bisa disamakan dengan yang lain dalam hal mencuri. Tanaman hias itu seperti rumput saja bukan. Hanya karena bisa mendatangkan kebahagiaan, lalu nilainya menjadi mahal," ujar Haryanto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun