Setelah istilahat siang, para petani melanjutkan mencangkul sama ditemani angin yang berhembus membawa kesejukan. Lik Ngadiono teringat sesuatu. Seharusnya, cangkul lamanya diganti dengan yang baru. Tapi, ia enggan menanyakan perihal cangkul. Mungkin saja, tuan tanah sedang mengalami kerugian besar karena gagal panen. Begitu sangkaan Lik Ngadiono. Tapi, untuk alasan persisnya, ia tidak tahu sebabnya. Hanya saja, Lik Ngadiono mulai tidak nyaman dengan cangkul yang lama. Kayunya kian menipis dan mata paculnya tidak tajam lagi.
"Lik Manto, paculnya sudah baru? Apa sudah diberikan baru lagi oleh tuan tanah?" tanya Lik Ngadiono pada kawannya ketika hendak pulang dari sawah.
Tanpa bermaksud menyembunyikan alasan, Lik Manto hanya mengangguk saja. Namun, wajahnya tidak berani menatap Lik Ngadiono. Biasanya, pacul diberikan setelah musim panen. Bersamaan dengan hari pertama musim tanam. Namun, hingga waktu pemberian pupuk, belum juga ada pacul baru untuk Lik Ngadiono.
Berganti hari, Lik Ngadiono masih mencangkul pematang sawah dengan cangkul lama. Ia juga mengurus aliran irigasi dengan cangkul lama. Selain itu, ia masih berandai-andai, jika cangkul-cangkul ada yang belum dibagikan, pasti tuan tanah melupakan dirinya.
"Mana mungkin tuan tanah melupakanmu, Lik. Kamu itu buruh tani paling lama di sini. Semua tahu, kalau dulu selalu menemani tuan tanah ketika masih muda," ujar Lik Kartono.
"Benar sekali. Coba tanya saja pada Pak Dukuh, siapa tahu dia punya alasan kenapa sampai sekarang cangkulmu belum juga diberikan," usul Lik Darsono.
"Baik kalau begitu. Nanti, setelah selesai menanam benih lama itu, aku akan coba bertanya. Biasanya memang Pak Dukuh yang membagikan, kadang juga dibantu oleh Pak RT," sahut Lik Ngadiono dengan mata penuh harapan.
Mereka kembali melanjutkan bertani. Sebagai buruh tani, mereka merawat beberapa petak sawah milik tuan tanah. Tuan tanah itu hanya sebutan, nama sebenarnya adalah Pak Darmo. Salah satu pemuda desa yang kaya di masanya dan kini menjadi pengusaha sukses di bidang pertanian.
***
Sebenarnya, Lik Ngadiono masih merasa bingung. Ia tidak mengerti, apakah diperbolehkan meminta ganti pacul yang baru atau memang dirasa paculnya masih cukup baik. Memang, kayu pegangan pacul mulai licin dan mata pacul kian pendek. Itu semua tidak jadi soal, selagi setelah pulang mencangkul, Lik Ngadiono bisa menatap istri dan anaknya dalam keadaan baik.
"Beberapa hari yang lalu, Pak Darmo datang. Katanya, ada yang mau dibicarakan dengan kita, Pak," ujar Yu Ngatinah, istri dari Lik Ngadiono.