Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Anak Desa

12 Juli 2023   18:45 Diperbarui: 12 Juli 2023   18:48 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bukan hanya di warung makan. Tempat penjual sayur keliling menjadi momen paling siap. Informasi diolah seolah paling benar sendiri. Mimpi Bli memang memajukan desa. Bukan dalam bentuk tempat saja. Tapi, dalam cara berpikir yang memanfaatkan sumber daya.
"Tidak semua sumber daya itu dijual dan dijadikan uang saja. Sumber daya seperti sawah dan kebun bisa untuk investasi. Itu buat anak cucu kita nanti, Bli. Tidak bisa egois untuk saat ini saja. Memangnya apa yang dijanjikan dari kota? Ketika sumber daya alam habis. Mereka akan mencari desa. Menjadi kota mati dan menyadari kalau tidak semua harus berkemajuan," ujar tetua desa pada Bli.

Tak patah semangat. Meski diperhadapkan dengan banyak kritikan. Bli terus menuliskan kisah perubahan. Kisah tentang keberhasilan tukang sayur membawa tempe hasil jual di luar negeri.
"Mereka tidak menyadari kalau kedelai itu impor dan memerlukan tenaga. Itu produk asing," ujar penjual sayur.

Bli tak patah semangat. Tiap pertemuan digunakan untuk melihat kesempatan. Belum menjadi mimpi dan kenyataan kalau tidak berdampak. Bli memutuskan kembali pada rutinitas. Menerima banyak informasi dan mengolahnya.

"Ini nanti untuk kemajuan desa. Dalam kata dan tindakan setiap desa itu perlu kebijakan. Bukan hanya berkumpul saja. Mentalitas komunal memang menyenangkan. Satu berhasil, semua harus dituntut berhasil. Kalau gagal bagaimana?" ujar Bli.

Tidak ada yang salah dalam kegagalan. Hanya kerinduan akan banyak usaha. Kalau saja ada kesempatan yang sama. Pasti itu bisa dimanfaatkan. Setiap kesempatan menjadi bermakna. Tiap langkah dan perjuangan akan menemukan maknanya.

Bli memperhatikan beberapa kebiasaan tetangganya. Ingin kaya itu prinsip nyata. Tapi, setiap sore hanya mendengarkan musik. Bukan menikmati hidup. Tapi mengganggu pekerjaan orang lain. Bukankah harus ada kesadaran, kalau tidak semua orang suka musik. Musik yang terlalu keras bisa menimbulkan kerusuhan.

"Ini menyebalkan. Kalau saat belajar masyarakat itu bisa menganggu. Tetap saja pada prinsip, tidak akan ada orang berhasil dari desa. Kenapa? Ya karena terbiasa harus dibuat sama. Waktu belajar sama. Bermain juga tak berbeda. Hari Minggu juga diwajibkan kerja bakti. Itu dalam kesepakatan tidak tertulis," ujar Bli.

Banyak kesempakatan tidak tertulis berhasil menghalangi mimpi anak desa. Satu hal diperlukan. Mereka harus dengan tegas menuliskannya. Merapalkan dalam bentuk doa dan harapan.

Godean, 12 Juli 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun