Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangisan Sore

2 Juli 2023   06:56 Diperbarui: 2 Juli 2023   07:03 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tangisan Sore

Tulisan Yudha Adi Putra

Tentang relasi kuasa, tak ada orang betah. Semacam menyadari, bahwa setiap orang berada dalam relasi kuasa. Akan tetapi, relasi itu bisa saja merugikan. Tidak tampak. Penuh kekesalan dan cara baik. Perlahan, sore direncanakan untuk pergi. Mendapati tempat untuk bercerita. Tidak pernah ada perasaan mampu. Kesal berdampak pada temu. Setiap pertemuan akan menjadikan jawaban itu semangat.

"Kini, perjalanan akan dilakukan walau berganti hari. Siang menjadi malam. Cukup jauh menikmati hari. Ada kemacetan panjang. Sedikit cerita tentang hari esok tetap saja menjadi kenangan. Kemenangan akan perjalanan hidup. Gerakan demi gerakan terbaca dengan senyuman. Orang boleh datang dan pergi, tapi luka itu menetap," ujar Jarwo mengenang kembali.

Hatinya tumbuh dengan dendam. Perasaan tak bersalah memunculkan perubahan. Ada relasi kuasa yang menyebalkan. Jarwo menuju tempat di mana harapan dinyalakan. Pertemuan dengan banyak hal baru menjadi kerinduan. Untuk apa, setiap tindakan menjadi muncul serta membawa tawa. Bukan hanya pada kesepian saja. Tapi, ada kesukaan akan pertanyaan. Ada cara membiarkan burung tetap berkicau.

"Menemukan tempat untuk bercerita akan sangat melegakan. Duduk dengan orang yang dikenal. Berdampingan dengan beberapa kepentingan. Tidak masalah, tiap tempat menunjukkan relasi kuasa yang nyata. Bukan hanya pada sebuah percakapan, tapi nama baik kian terancam," ujar Jarwo memulai perjalanan.

Jalan Godean menjadi tempat sekaligus teman dalam menikmati tangisan. Ada waktu berurusan dengan rindu. Menukar setiap pertemuan di jalan dengan kenangan. Bukan tidak malu, tapi ada momen yang tidak menyenangkan. Semua boleh saja menyimpan rahasia. Tapi, tetap tidak pada sebuah pengertian.

"Waktu berjalan menjadi cepat. Waktu berkejaran dengan perempuan tua. Dia hanya duduk di dekat toko. Tak berdaya, seperti menantikan ajal tiba. Namun, setiap tatapannya menjadi semacam kenangan. Entah tentang masa muda, bisa juga harapan akan masa depan. Bukankah masa lalu tidak bisa diulang kembali?" ujar Jarwo ketika melewati warung kecil. Sebuah warung tusuk sate. Di mana orang sulit untuk datang. Hanya karena tempatnya berdeberangan dengan pertigaan kecil. Hanya karena tidak bisa berdampak lebih lanjut. Tiap keheningan itu menjadi sunyi.

"Belum sempat menjadi jam enam sore. Waktu terasa cepat. Semoga setiap pertemuan nanti membawa perubahan dalam hidup. Ada saja semangat bermunculan," ujar Jarwo saat tiba di sebuah tempat.

Dekat dengan jalan Magelang dan menghadap ke arah Timur. Arah di mana matahari terbit, beserta beberapa harapan untuk terus melanjutkan kehidupan.

"Ada kenangan ketika banyak orang bermunculan datang. Bukan karena kebutuhan saja, tapi menjadi prasangka untuk tetap berani melanjutkan kehidupan. Relasi kuasa ada di sini, untuk jujur dan memberikan pandangan dengan terbuka," ujar Jarwo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun