Pagi datang dengan cepat. Notifikasi tak bisa dihindari. Bisa menghampiri siapa saja. Tentang keberhasilan orang lain apalagi. Selalu ada informasi kemenangan, tanpa diri berusaha berdamai dengan kenyataan. Itu kadang menyakitkan.
Pagi ini, Jarwo mendengar banyak teman mulai persiapan wisuda. Mulai merapalkan cita-cita untuk hidup. Namun, Jarwo sendiri tengah asyik berlari. Mencoba memperbaiki langkah karena rumput yang masih basah.
"Lapangan ini kotor sekali. Malam demi malam berdatangan. Tetap saja tidak ada pilihan untuk terus berjuang. Mereka memakai untuk persiapan hiburan, tapi malam merusak" ujar Jarwo meneruskan langkah.
Menyibukan diri dengan lari pagi tentu dengan harapan. Jarwo ingin segera lulus kuliah. Merapalkan doa dengan berbagai indahnya terwujud. Langkah kaki di pasar malam kian menyenangkan. Ada pemandangan tidak biasa.
"Bukan untuk orang bercengkrama saja. Ada tempat bagi mereka yang mau mencari makan. Tempat makan hewan juga tersedia," ujar Handoko ketika Jarwo bercerita tentang kondisi lapangan.
Perjalanan hanya pelarian semata. Tidak menjadi impian untuk terus melangkah. Melihat orang belajar naik motor. Ada kekesalan tersendiri bagi Jarwo. Bukan karena Jarwo tidak senang dengan capaian orang lain. Tapi, memakai lapangan membuat suasana tidak menyenangkan. Ada banyak hambatan bermunculan.
"Kini lapangan bukan hanya untuk olahraga. Tapi, semua kepentingan bisa saja ada di sini. Ruang terbuka publik yang dapat perlahan diprivatisasi untuk kepentingan penguasa. Lama tidak berjalan, menikmati tiap harapan itu menjadi kenyataan," ujar Handoko.
Perlahan, Jarwo dan Handoko bertumbuh dengan pandangan mereka. Ada perbedaan tentang selera makan. Handoko sudah pergi merantau. Mencoba pekerjaan lain selain di desa. Mendapati banyak kepentingan untuk terus menjadi kenyatan. Sementara, Jarwo masih bergumul dengan rasa rendah diri.
"Kalau kamu orangnya ikhlas, tentu keberhasilan orang lain bukan masalah buat dirimu. Semua yang terjadi padamu, tetap bukan untuk dibanding-bandingkan," ujar Handoko pada Jarwo yang terus saja mengeluh.
Tidak hanya nasihat. Handoko memberikan semangat berupa doa. Doa itu menjelma menjadi lawatan apa saja. Entah berwujud harapan, bisa juga menjadi jaminan akan apa yang terjadi setelah malam.
***