Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ruang Nakula dan Sadewa

10 April 2023   11:35 Diperbarui: 11 April 2023   13:32 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berat. Beberapa orang memiliki keberatannya masing-masing. Berat karena rindu. Berat karena berpisah. Semua itu, belum seberapa dengan berat orang punya janji. Janji mengikat, berdampak pada integritas. Maka tidak jarang, Jarwo melihat bahwa pelukan tertulus malah ada di bandara, stasiun, dan pelabuhan.

"Orang akan kehilangan. Kehilangan bisa membuat ketulusan. Namun, tetap saja berubah. Ingin tetap beda dengan angan," ujar Jarwo pada burung pipit.

Burung pipit seolah mengerti kesedihan Jarwo. Mendekati biji-bijian, burung pipit berkicau. Hanya semacam guyonan saja. Hiburan dan kebahagiaan bisa datang dari banyak hal.

"Aku sudah berjanji. Esok akan datang ke sekolah pagi sekali. Menikmati perjalanan dan beberapa perjuangan. Untuk diingat akan indah, tapi tidak ketika dilakukan," lanjut Jarwo.

Malam tiba dengan cepat, tak terasa dalam sehari Jarwo kehilangan. Ada uang sejuta di kantongnya habis. Tanpa sisa. Paling tidak, malam bisa dinikmati dengan doa. Bersama banyak harapan akan esok.

***

Pagi tiba, suara musik pembangun sahur bergema. Bulan puasa memiliki banyak warna. Serunya mendamba banyak hal. Untuk setiap impian, coba saja. Semoga doa berubah jadi realita. Lebih indah dari yang diduga.

"Musik mereka keras sekali. Aku terasa bising. Tapi, bisa berhasil membangunkanku. Semoga, kelak ada tetangga yang baik. Tetangga sekarang tak bisa dibicarakan. Cukup didoakan saja, semoga," baru mau melanjutkan kata, Jarwo teringat waktu. Sudah kesiangan untuk perjalanan panjang.

"Paling tidak, aku harus mandi dulu. Tapi, jam sudah hampir setengah enam. Bagaimana perjalanan nanti ? Bukankah jalan selalu macet ?" kebingungan itu muncul.

Jarwo tubuhnya lemah. Mudah terkena penyakit. Kurang istirahat sedikit saja, bisa meriang. Kalau sampai mandi pagi, namun belum sarapan itu bahaya. Sebuah pertanda akan sakit. Maka Jarwo tidak mau mengambil risiko.

"Belum tentu aku nanti siang bisa makan. Kalau sekarang tidak makan, apa yang harus aku lakukan. Ketika langkah terasa berat. Memulai doa pagi sederhana sepertinya baik !"

Jarwo berdoa. Tak banyak yang diminta. Hanya tenang dan sehat saja.

***

Jarwo berjanji harus sampai sebelum setengah tujuh. Padahal, pagi adalah waktu sibuk. Kebiasaan Jarwo banyak tertunda. Singkat kata, Jarwo menyebut semua perjuangan. Tak bisa memberi makan burung. Sarapan juga asal ada yang dimakan. Belum lagi soal persiapan, Jarwo tak sempat membaca ulang. Kini, baginya jalan kian macet. Jarwo makin panik.

"Kalau ada lampu merah. Detik berjalan begitu cepat ketika hijau. Lalu, ketika lampu berubah jadi orange sebelum merah. Rasanya akan sangat dilematis !"

"Bagaimana kalau berhenti saja ?"

"Nanti bisa tertabrak yang di belakang. Semua sedang terburu-buru. Bisa kena tilang kalau menerobos saja. Itu benar dalam suasana yang membingungkan," lanjut Jarwo mengenang momen bercerita ketika ada lampu merah.

Mungkin sudah menjadi kebiasaan, menanti. Menanti akan membingungkan. Ketika tidak ada kepastian ketika menunggu. Bisa saja, banyak kemungkinan menjadi membosankan. Mungkin beralih pada kegiatan lain.

"Tapi untuk selamat. Kita harus belajar untuk menanti. Paling tidak, belajar supaya sabar. Penantian mungkin bisa sia-sia. Tapi, kita bisa memberinya makna sendiri," ujar Jarwo sambil menghentikan kendaraan bermotornya.

***

Waktu menunjukkan pukul tujuh kurang empat puluh. Masih ada banyak waktu untuk berkeliling. Menyapa beberapa guru dan melihat pohon tumbuh.

"Kita akan berjuang supaya waktu berjalan dengan begitu cepat !"

Jarwo berjanji pada dirinya sendiri. Tidak akan lama berbicara. Setelah bingung, Jarwo mencari ponselnya. Perlahan, ada beberapa pesan masuk.

"Ruang nakula dan sadewa ya, Mas !"

Isi pesan itu membawa Jarwo pada lamunan. Sebuah perjalanan panjang di masa lalu. Ketika ada olahraga, bersama teman-temannya, Jarwo berganti baju di samping lapangan basket. Menata beberapa mimpi. Menjumpai hidup yang lebih berarti.

"Mungkin itulah indahnya kenangan. Kita bisa memunggutinya perlahan. Tapi, bisa juga mematikan !"

"Sukses untuk setiap perjuangan !"

Jarwo ingat, bukankah Nakula dan Sadewa juga menderita. Mereka ditinggal mati ibunya. Tepat, ketika lahir.

Godean, 10 April 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun