Sapi Melahirkan
Cerpen Yudha Adi Putra
Adukan susu itu menentramkan. Setelah mencium aroma anggrek mekar. Kemudian, Jarwo berjalan menuju taman di samping rumahnya. Menatap sekeliling. Apa lagi yang mekar, tumbuh, dan bersinar ? Tentu harapannya. Semalam mimpi indah, berjuang dengan berbagai masalah. Tidak ada kesedihan dalam mimpinya. Bagai seorang pejuang, menata banyak harapan.
"Kedua burungku ini sepertinya rumahnya terlalu sempit. Sangkar yang aku belikan kekecilan ya ?" tanya Jarwo pada Handoko.
"Ah, tidak. Cukup itu, lagian hanya burung pemakan madu. Tidak perlu sangkar besar, bisa jadi malah lepas kalau sangkarnya terlalu besar. Cukup kecil saja, asal makan dan minum tak pernah kurang," jawab Handoko.
Mereka tampak menikmati pagi. Sebagai tetangga, Jarwo dan Handoko saling bertegur sapa. Memuji satu sama lain. Bahkan, banyak yang mengira mereka saudara. Dan, memang mereka saudara, tapi saudara jauh. Perlu waktu dua menit untuk menjelaskan asal-usulnya.
"Tetap saja, nanti tidak ada yang peduli. Semua harus tetap dijalani, bukan ?"
"Keluhan itu nanti dulu. Perjuangan hari ini masih panjang. Libur juga perlu. Nanti, kalau lelah istirahat dulu," ujar Handoko sambil meminum teh hangatnya.
"Cobalah menjadi peminum teh, paling tidak akan jadi lebih tenang. Tidak terburu-buru. Sudahlah, nikmati pagimu," lanjut Handoko.
Jarwo memang panik, akhir-akhir ini banyak penipuan. Dia takut, uang dalam tabungannya hilang. Sekarang, seolah tidak ada tempat aman. Untuk menyimpan harta kekayaan. Semua harus dilindungi. Tapi, kalau dalam bentuk tabungan bisa ditipu. Kalau dalam bentuk fisik, bisa rusak. Pernah Jarwo mendengar orang yang menabung sampai puluhan juta, tapi ketika dibuka tabungannya malah uangnya rusak semua. Tentu, itu akan menyakitkan. Jarwo takut akan hal itu, tapi dia juga takut kena tipu kalau menabung di bank.
"Bagaimana kalau tabung dalam bentuk relasi saja ? Itu akan bermanfaat. Jadi, kekhawatiran tertunda. Ada rasa senang ketika bisa berbagi," usul Handoko.