Tukang Parkir Apotek
Cerpen Yudha Adi Putra
        "Contoh transkrip wawancaramu seperti apa, Jar ?" pertanyaan itu muncul di notifikasi ponsel Jarwo. Kontak bernama Deni mengirimkan. Belum ada satu menit yang lalu. Segera saja Jarwo membalas tanpa berpikir panjang. Bukan balasan jawaban penjelasan. Jarwo mengirimkan foto tangkapan layar. Tak lupa, ada emoji tertawa.
***
        Pagi ibarat memulai perjuangan. Sudah satu tulisan selesai. Transkrip wawancara yang dijanjikan. Memang, tidak diminta menuliskan. Hanya inisiatif Jarwo saja. Berusaha merangkai kata yang diucap narasumber.
        "Bahasanya berbelit-beli. Sedikit kesulitan aku menulisnya. Baik kalau sarapan dulu," gumam Jarwo.
        Melangkah keluar kamar, kertas tertempel di pintu. Bertuliskan kalimat motivasi, bisa juga peringatan.
        "Kuliah itu mahal. Skripsi harus selesai semester ini. Hanya boleh satu semester saja !" begitu tulisan di pintu kamar Jarwo.
        "Jar, nanti minta tolong antarkan adikmu sekolah," pinta Ibunya. Aroma masakan pagi tercium. Jarwo semakin lapar. Baru lima menit ia menatap skripsinya. Kini, sudah berpindah di meja makan. Siap menikmati sarapan pagi.
        "Mas, kalau mau mengantar aku sekolah, hati-hati kalau belok. Kemarin, belum sempat aku turun dari motor, malah ada yang tersangkut," keluh adiknya Jarwo. Belum selesai bercerita sebenarnya. Tapi, tatapan Ibunya membuat ia menghentikan cerita.
        "Tidak baik, kalau makan sambil berbicara. Meski itu menyenangkan, apalagi makan keluarga. Kalau tidak bercerita rasanya ada yang kurang. Tapi, perlu hati-hati. Bisa tersedak, itu bahaya !" kata Ibunya Jarwo suatu ketika. Hingga kini, kalau Ibunya Jarwo sudah menatap aneh. Tak ada suara di meja makan.