Cerpen Yudha Adi Putra
Kaca mobil terbuka. Pria berkaca mata hitam menoleh. Mengamati sekeliling. Bisa untuk menyeberang atau tidak. Suara klason terdengar. Menderu panjang. Membuat kaget penjual sayuran. Deru aliran sungai tak terdengar. Burung dara berterbangan. Semua terkejut. Pengendara mobil membuka pintu. Keluar dengan gagah. Menolong seorang kakek-kakek.
"Pelan-pelan. Jalan kampung bukan untuk balapan !"
"Maaf. Saya terburu-buru."
Kakek tua terkapar di jalan. Semua orang mendekat. Pengendara motor melaju. Tak peduli apa yang diperbuat. Menyelamatkan diri sendiri.
"Ini tabrak lari namanya !"
"Ayo kita kejar."
"Tidak sampai. Kita beritahu warga saja !"
"Plat nomor tidak ada. Dia pasti pemuda klitih. Kemarin ada berita di koran seperti itu !" ujar seorang bapak dengan membawa koran.
"Mari. Bantu saya membawa ke mobil." Kata pria berkacamata hitam. Mereka tahu betul, itu adalah Jarwo. Sekarang, sudah menjadi pejabat. Tetap saja, datang terlambat.
"Kalau saya terlambat. Saya tadi menolong orang. Jadi tidak masalah. Jadi pejabat melayani masyarakat. Kakek tua tadi bagian dari masyarakat juga."
"Asal tidak tiap hari seperti itu" ujar kawan Jarwo ketika di kantor.