"Belas kasihan warga mungkin. Dia tida pernah kelaparan"
"Memang. Tapi, sering karena marah. Ada yang bilang, dia itu simpanan pejabat."
"Pejabat mana yang mau sama pengangguran?"
Cerita tetangga tentang Gurdi. Memang, wajahnya cukup tampan. Apalagi, kalau mau merawat diri. Hanya saja, Gurdi jarang mandi.Â
Gurdi hanya tinggal sendirian. Orangtuanya entah kemana. Hanya ada dalam cerita. Bisa saja hanya bualan. Tak ada Gurdi, desa sepi. Nanti, tak ada yang diomongkan. Hampir tiap hari, Gurdi berulah. Entah berkeliling minta makan. Tak jarang juga tertawa. Gurdi menertawakan orang bekerja.
"Orang bekerja itu aneh. Kenapa dia bekerja ? Tidak kuat miskin dan nganggur ya ?"
"Diam kau !"
Bikin ramai orang bekerja, itu pekerjaan Gurdi. Kesal dan ingin marah. Gurdi selalu saja punya hinaan untuk pekerja. Mulai dari sopir itu aneh. Tukang becah itu lucu. Kalau ada pekerjaan yang didukung Gurdi hanya petani.
"Petani itu paling berguna. Mungkin baik kalau diusulkan jadi pahlawan saja. Dari pada pejabat. Cuma makan uang rakyat." ujar Gurdi mengamati petani. Di samping desa ada sawah. Musim tanam tiba. Gurdi mengisi pagi dengan jalan-jalan di sana.
"Tidak semua pejabat makan uang rakyat !"
"Iya. Karena uangnya sudah jadi makanan." jawab Gurdi.
Menunjukkan selembar kertas. Ada senyuman di wajah pengangguran.Â