Pesanan
Cerpen Yudha Adi Putra
Pagi sudah menyambut. Burung berkicauan. Bunga mulai mekar. Embun masih nampak membasahi daun-daun di taman. Suasana pagi yang damai di pedesaan. Tapi, tidak dalam rumah Bu Kapti. Ada saja perabotan yang terbang. Itu sebagai upaya membangunkan suami. Tak jarang, perasaan kesal menjadi dominan.
"Kau ini bekerja ! Beras habis. Listrik habis dan sekarang, gas juga habis !" teriak Bu Kapti.
Lelaki yang memakai kursi roda itu hanya terdiam. Ia sudah kebal dengan amarah istrinya tiap pagi. Ada saja yang dibahas. Mulai dari kenapa dulu mau menikah dengannya sampai uang bulanan yang tidak pasti. Maklum saja, apa yang bisa diandalkan dari penjahit sepatu ?
"Sabar, Bu. Tidak baik kalau didengar sama tetanga,"
"Sabar terus. Tiap hari disuruh sabar. Mau makan sabar ?" bentak Bu Kapti.
"Boleh. Tapi, lauknya apaan ? Kalau makan sabar lauknya ayam goreng pasti enak, Bu," balas Pak Dono. Tanpa merasa bersalah. Ia bermaksud bercanda. Tapi, istrinya malah tambah marah.
"Gasnya habis ! Cari gas sana !"
Tabung gas berwarna hijau dibawa oleh Bu Kapti. Tabung itu diletakkan di sebuah motor dengan modifikasi. Motor dengan roda ada empat, khusu bagi penyandang disabilitas.
"Jangan lupa diikat, Bu !" teriak Pak Dono. Ia malah menyalakan rokok.