Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Doa Pagi Perempuan Penjual Nasi Bungkus

21 Januari 2023   05:00 Diperbarui: 25 Januari 2023   20:46 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang ibu yang sedang berdoa. Sumber: Pixabay.com

Doa Pagi Perempuan Penjual Nasi Bungkus

Cerpen Yudha Adi Putra

                Membawa buku doa, seorang perempuan keluar dari gereja. Doa pagi belum sepenuhnya usai. Ia memilih keluar pertama. Berjalan menyusuri jalan depan gereja. Menyapa pesepeda yang tersenyum kepadanya.

                "Apa tidak jualan, Bu?" tanya seorang pesepeda. Belum sarapan, ia lapar. Nasi bungkus Yu Parmi diharapkan bisa menambah tenaga. Jam tujuh, ada janji di samping gereja. Rabu pagi, menjadi momen dimana pesepeda menikmati hobi.

                "Jualan. Tadi saya berdoa sebentar, ini langsung ke warung!" jawab Yu Parmi dengan tergesa. Seolah, ia juga tidak mau kehilangan beberapa langganannya. Menjual nasi, menjadi cara untuk Yu Parmi menghidupi diri. Semua anaknya sudah berkeluarga. Tapi, kiriman jarang. Mungkin, hanya cukup untuk hidup berdua. Datang pas hari raya, itu sudah lebih dari cukup baginya.

                Ketika sampai di depan warung, nampak beberapa pembeli sudah menanti. Ada ibu-ibu yang malas masak. Maklum saja, uang bulanan dari suami sudah banyak. Kalau masak, nanti malah hemat. Lebih baik, buat ke salon saja. Begitu pikir mereka. Tapi, selain karena masakan Yu Parmi enak. Beli makan di tempatnya bisa sambil ngobrol. Saat bertemu ibu-ibu dari berbagai kompleks. Mereka sering menceritakan keberhasilan anaknya.

                "Yu, dari mana to ? Kok belum buka, anak saya nanti bisa marah-marah. Ia pengin mangut lele masakan Yu Parmi. Buat to, Yu ?" tanya Ibu dengan daster kuning. Nampak dompet tebal dipeluknya. Helm lusuh warna hitam juga tetap dikenakan. Tapi, lusuhnya meraka yang beruang tidak sebanding dengan milik Yu Parmi. Helm dengan kaca pecah yang tetap digunakan.

                "Sebentar, tadi saya ada doa pagi. Berdoa dulu sebelum memulai hari. Ini saja tumben. Doa paginya belum selesai, jadi saya membolos doa pagi," ujar Yu Parmi. Celemek coklatnya mulai dikenakan. Siap melayani pembeli yang sudah antre. Kalau tidak segera dilayani, tak jarang mereka mengambil makanan sendiri. Lalu, setelahnya mendekati Yu Parmi.

                "Bu, saya bawa dulu ya. Besok, kalau suami gajian. Saya bayar!" ujar ibu dengan daster biru. Wajahnya tak punya malu, berhutang di tempat Yu Parmi. Kalimat kalau suami gajian seolah menjadi senjata supaya bisa utang. Yu Parmi tidak pernah menyalahkan mereka yang utang. Kadang, ia merasa senang. Hidupnya di masa tua masih bisa membantu. Yang dibantu bukan main, istri polisi sampai istri pendeta yang tak jarang datang hanya demi makanan gratis.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun