Cerpen Yudha Adi Putra
        "Dasar miskin ! Anak tukang sapu jalanan !" bentak Dio pada Andin. Kekesalannya itu memuncak ketika contekkan Andin ternyata banyak yang salah.
        Andin hanya terdiam. Ia tidak membalas apa pun. Malas berurusan lebih dengan Dio. Peristiwa siang itu membuat Andin malas berangkat sekolah. Tapi, ia lebih malas lagi ketika berada di rumah. Suasana menyebalkan dimana pun Andin berada, begitulah perasaannya. Masa remaja yang katanya indah, tak dirasakannya.
        "Andin, ayo kita main ke perpustakaan !" ajak Rini.
        "Boleh !" jawab Andin. Bayangkan akan ajakan ke perpustakaan itu tak pernah menjadi kenyataan. Rini adalah orang yang senang membullynya. Sama seperti Dio.
        "Dasar anak tukang sapu ! Pasti bajunya tidak pernah ganti !" bentak Rini.
        "Iya, bau selokan. Ngapain dia ada di sekolah ini. Kenapa tidak menyapu di jalanan saja sama bapaknya!" celetuk kawan lain .
        Sebentar, bukan kawan. Andin memang tidak pernah punya kawan. Rasanya ia ingin memukuli siapa saja yang menghina pekerjaan orangtuanya sebagai tukang sapu. Tapi, malas berurusan dengan orangtua siswa lain. Orang miskin terima saja, tidak usah protes. Nanti kalau protes, dikira tidak bisa bersyukur.
***
        Darto tidak akan pernah melupakan peristiwa di bandara siang itu, saat dimana istrinya pamit untuk bekerja di luar negeri.