Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangisan Pasar Malam

10 Januari 2023   22:05 Diperbarui: 10 Januari 2023   22:04 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

         "Malam itu bu, saya takut banyak kenakalan remaja. Kemarin banyak berita pembunuhan dengan kekerasan di jalanan, kalau pulang dari pasar malam malah meninggal ? Itu berisiko sekali, bu. Kita tolak saja, kalau uang bisa dicari dengan usaha yang lainnya, bu" kata Bu Yanti.

         Malam itu juga ramai. Ibu-ibu tidak kalah ingin mengeluarkan semua usulannya. Ada yang setuju, tapi banyak sekali menolak. Bukan takut karena nanti lapangan menjadi rusak, melainkan khawatir kalau ada pasar malam. Ada kebutuhan hidup yang bertambah banyak.

         "Sudah, kita cukupkan dulu rapatnya. Belum ada kata sepakat soal pasar malam ya ibu-ibu. Sementara, kita akan menunggu juga hasil pertemuan dari bapak-bapak dan karangtaruna, soalnya mereka yang akan membantu mengelola," ujar Bu Kades.

         "Marilah ibu-ibu, kita manfaatkan potensi pasar malam ini. Ini dari kita, nanti oleh kita, hingga akhirnya untuk kebaikkan kita juga," buju Bu Kades.

         Sulit sekali, Agung dan teman-temannya tahu. Kalau kemungkinan besar, pasar malam tidak jadi dibuka di lapangan desa. Mereka sudah minta bantuan ketua pemuda, supaya pasar malam tetap boleh dibuka. Hasilnya sama, malah saling membandingkan kepentingan. Pemuda tidak mau kalau hanya menjaga parkir. Mereka ingin lebih, menikmati komedi putar misalnya. Itu semua karena masa kecil kurang bahagia.

         "Aku tahu, kita buat cerita saja. Soal dongeng tangisan pasar malam," kata Agung pada teman-temannya.

         "Jadi begini, nanti kalian semua ceritakan pada orangtua kalian soal orang-orang di pasar malam. Ceritakan saja, kalau mereka semua juga memerlukan uang. Mereka butuh kesempatan untuk belajar. Butuh uang untuk beli beras, pokoknya dibuat semenderita mungkin. Sama kayak kita, itu pasti akan membuat orangtua kita iba. Jadi, dengan memberi kesempatan ada pasar malam. Kita bisa membantu mereka, bahkan hanya dengan menjadi penonton itu sudah lebih dari cukup. Tambahkan juga kisah sedih lainnya, soal kunang-kunang dan komedi putar," jelas Agung. Ia banyak berharap ada perubahan dari orangtua mereka setelah mendengarkan cerita.

         Hari Minggu tiba, semua warga berkumpul. Ada tangisan Agung yang terdengar. Ia menangis dengan menggandeng anak kumal di sampingnya.

         "Siapa itu Gung?" tanya Pak Dukuh.

         "Dia anak pemilik komedi putar, aku mau bermain dengannya tapi tidak bisa. Dia juga ingin sekolah, tapi uang tidak ada. Aku ingin sekali menolongnya," jawab Agung dengan nafas sesenggukkan karena menangis.

         "Ayo kita bantu anak ini! Tidak ada yang boleh menderita di dusun kita. Kita saling membantu. Pasar malam boleh dibuka di sini! Kita akan bertanggungjawab atas kebahagiaan kita sendiri. Apakah kalian semua setuju?" teriak Pak Dukuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun