Mohon tunggu...
Huzer Apriansyah
Huzer Apriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Pada suatu hari yang tak biasa

Belajar Menulis Disini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Raja" di Kota Singa adalah Pejalan Kaki

14 November 2011   07:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:41 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_142169" align="aligncenter" width="650" caption="Ikon Singapura yang selalu disesaki wisatawan/doc@huzera"][/caption]

Sedari sekolah menengah pertama di Palembang, kemudian SMA di Jogja, sekolah lagi Purwokerto, dilanjut di UK lalu menetap di Aceh dan kini di Jakarta, saya penikmat jalan kaki. Berjalan kaki rasanya membuat saya lebih banyak bisa “melihat”. (tentu disamping karena gak punya roda dua atau empat…:)) Banyak realitas yang tak nampak ketika kita berkendara.

Sayangnya pejalan kaki di negeri kita tak terlalu mendapat tempat, tersingkir di sudut-sudut jalan. Berebut ruang dengan pengendara motor yang kadang membanjiri trotoar. Berjalan kaki menjadi sesuatu yang tak mudah di ibokota. Kawasan pedestrian tersisih oleh gegap gempita pedagang dan pengendara. Tak jarang pejalan kaki di ibukota dibentak pengendara, hanya karena menyebrang dan dianggap tak hati-hati.

Haruskah pejalan kaki yang telah menyumbang pengurangan emisi karbon justru terpuruk, padahal mereka hanya menggunakan sedikit saja di ruang jalan.

***

Di Singapura, saya mendapat kesan yang berbeda. Pejalan kaki seolah menjadi “raja”, diberi ruang seluas-luasnya. Dimanjakan dengan berbagai hal yang membuat berjalan kaki berkilo meter menjadi tak terasa. Tentu banyak di antara kita yang pernah merasakan berjalan kaki di Singapura, negara kota itu memang luar biasa memperlakukan pejalan kaki. Bagi anda yang pernah berjalan kaki di pusat-pusat Singapura, apa pendapat anda ?

Tulisan ini tak bermaksud membanding-bandingkan si negeri singa dengan kita. Tapi, bukankah belajar bisa darimana saja ? Karena tak sedikit di antara kita yang menjadi “merah telinga” manakala negeri kita dibanding-bandingkan dengan negara lain. Namun bagi saya, jika itikadnya untuk memperbaiki diri, kenapa tidak. Beda kalau niatnya hanya menjelek-jelekan negeri sendiri dan menyanjung negeri orang seribu kali. Semoga tulisan mungil ini bisa dinikmati..

Kota “Singa”, Pejalan Kaki adalah Raja

Berjalan-jalan di Orchard road, Thomson Road dan area di seputar patung singa benar-benar menyenangkan bagi pejalan kaki seperti saya. Pedestrian sungguh-sungguh dihadirkan untuk memberi kenyamanan, trotoar yang lebar-lebar dan juga petunjuk arah yang ada di mana-mana membuat pengunjung perdanapun bisa dengan tenang berjalan-jalan.

[caption id="attachment_142170" align="aligncenter" width="650" caption="Pejalan kaki menikmati kota singa/doc@huzera"][/caption]

Hampir tak terlihat ada kendaraan roda dua tiba-tiba masuk ke trotoar dan merebut ruang pejalan kaki. Kalaupun ada ya sepeda..itupun biasanya sepeda ada di jalur sepeda. Batinku berbisik, akankah suatu hari ibukota negeriku seperti ini. Memberi hak dan perlindungan bagi pejalan kaki, seperti saya.

Anak-anak bisa dengan santai berlari-lari kecil di trotoar kota singa, orang tuanyapun tak nampak terlalu khawatir. Buggy (kereta dorong bayi) juga berseliweran dengan santai saja. Tak terbayangkan jika bayi-bayi kita harus berseliweran dalam buggy di jalan-jalan ibukota…Polusi, desakan pengendara dan juga lubang-lubang galian bisa jadi ancaman.

Nampaknya, pemerintah Singapura sungguh jeli menjadikan “wisata jalan kaki” ini sebagai penghasil devisa. Karena ketika berjalan kaki bisa dinikmati, maka retail bisa bergerak, kuliner bisa dinikmati dan bahkan street performing juga bisa menangguk dollar dari wisata jalan kaki ini.

Tentu tingkat kesulitan yang dihadapi Jakarta dan Singapura berbeda. Akan banyak apologi yang mengemuka manakala kita membincang dan menuntut pemerintah melindungi pejalan kaki di ibukota dan memberi infrastruktur bagi mereka. Sampai kapan pejalan kaki akan bisa menikmati langkahnya di kota-kota besar di Indonesia ? ah entahlah !

Street Performing di Kota Singa

Tatkala melihat pelukis jalanan, penari jalanan, musisi jalanan bahkan pesenam jalanan mendapat tempat yang layak di trotoar-trotoar kota singa. Pikiran saya melayang ke pelukis-pelukis jalanan di kawasan kota tua Jakarta, teringat pula musisi jalanan yang harus berjibaku dengan petugas tramtib.

Pelukis sketsa wajah memiliki tempatnya sendiri di seputaran Orchard. Bahkan pesenam artistik bisa juga tampil di trotoar kota singa. Sempat saya berbincang dengan Wai Lei, seorang pelukis jalanan disana. Menurutnya untuk bisa dapat lapak di trotoar, mereka cukup mengurus perizinan ke pemrintah kota, kemuadian akan ada uji atas karya-karyanya dan juga ada semacam psikotest bagi mereka.

[caption id="attachment_142171" align="aligncenter" width="650" caption="Pelukis sketsa wajah di jalanan kota Singa/doc@huzera"][/caption]

Saya jadi makin tertarik, apa gunanya psikotes buat mereka ? ternyata hal itu untuk memastikan bahwa performer itu punya kesiapan untuk menyambut wisatawan. Well, tak sampai disana. Pemerintah kota juga memantau mereka, mereka juga ditanya apa yang bisa dibantu dan sebagainya. Begitupun tatkala mereka dianggap menggangu wisatawan, maka mereka akan dianulir haknya untuk tampil di jalanan.

Menarik, apa yang dilakukan pemerintah Singapura dalam memaksimalkan wisata jalan kaki. Semua dimensi dan peluang mereka maksimalkan.

Kalau saja pemerintah di kota-kota besar di Indonesia mau mencoba “meniru” kota singa dengan konsep wisata jalan kaki ini, saya pikir begitu banyak potensi yang akan menuai manfaat. Ekonomi kreatif bisa jadi bermunculan dari wisata jalan kaki ini. Bukankah ini menjadi fokus baru pemerintahan SBY ?

[caption id="attachment_142172" align="aligncenter" width="400" caption="Aksi senam artistik di jalanan kota Singa/doc@huzera "][/caption]

***

Di negeri kita, pemerintah berjanji ikut serta mengurangi emisi karbon, kita juga konon mau fokus dengan green lifestyle, pemerintah kita juga ingin mengembangkan ekonomi kreatif, tapi sayang biasanya hanya hadir dalam konsepsi yang cantik manis tak sampai turun pada praksis lapangan.

Bukannya mau mengatakan Singapura lebih baik dari kita, hanya saja dalam hal “wisata jalan kaki” ini kita sungguh-sungguh perlu belajar dari mereka. Singapura tak punya potensi wisata apa-apa, kalah jauh dengan negeri kita. Tapi jumlah wisatawan mereka tak kecil, bahkan bisa menandingi kita.

Semoga kelak pejalan kaki di negeri kita bisa mendapat ruang yang layak dan hak-haknya terlindungi…

Salam Pejalan Kaki !!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun