[caption id="attachment_145316" align="aligncenter" width="650" caption="Senja tak biasa/doc@huzera"][/caption]
Danau Kakaban. Namanya memang tak setenar Danau Toba atau Danau Tiga warna di Kelimutu namun danau yang terletak di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur ini menyimpan keajaibannya sendiri.
Awal kesana aku tak terlalu antusias karena yang terbayangkan layaknya danau Toba di
[caption id="attachment_145320" align="alignright" width="300" caption="Snorkling di Kakaban/doc@huzera"][/caption]
Sumatera Utara, biasa saja pikirku ketika itu. Namun setiba di Tarakan saya mulai mendapat banyak cerita menarik soal Kakaban. Untuk mencapai Danau Kakaban, bisa ditempuh lewat Samarinda dilanjut ke Berau, namun kami memilih melalui tarakan dilanjut jalur laut ke Derawan.
Danau Kakaban adalah surga bagi penikmat snorkling atau diving. Keindahan dan keragaman biota khas Kakaban akan jadi cerita indah yang bisa dikenang sepanjang masa. Perjalanan akan semakin lengkap jika anda membawa underwater camera. Sayangnya ku tak punya perlengkapan satu itu.
Tiba di Kakaban, senarai keindahan danau memancar, suasana sunyi dan terpencil dari danau ini membuatnya seperti surga yang hilang. Jauh berbeda dengan Toba yang telah menjadi pusat wisata, hingga hiruk pikuknya terasa. Di Kakaban, nyaris suara angin yang menggesek dedaunan atau kecipuk air danau bisa dengan mudah kita dengarkan. Sayang waktu di Kakaban hanya sejenak saja tak berhari-hari, namun perjumpaan yang sejenak itu membuatku jatuh hati. Sebuah surga yang terlupa..
Ubur-ubur adalah biota utama di danau ini. Banyak yang menjulukinya kerajaan ubur-ubur. Menariknya lagi di Kakaban, ubur-ubur berjalan terbalik, kakinya di atas. Banyak yang sudah mengulas ini.
[caption id="attachment_145317" align="aligncenter" width="650" caption="doc @huzera"][/caption]
Air Laut yang Terperangkap
Danau Kakaban telah lama menjadi perhatian dunia, statusnya sebagai salah satu danau yang diprediksi terbentuk sejak 2 juta tahun lalu saat zaman peralihan holosin (sumber : wikipedia) membuat danau ini banyak diteliti oleh peneliti dari berbagai negara.
Danau yang bermula dari air laut yang terjebak di pulau, hanya terdapat di dua tempat saja. Pertama di Kakaban dan satu lagi adalah Jellyfish lake di Rock Island. Tak dinyana ternyata salah satu jejak geografis pra sejarah ada di nusantara. Jejak yang pada akhirnya melahirkan sebuah estetika tiada tara.
Berada di Kakaban sungguh seperti berada di sekeping tanah yang hilang. Sebuah pulau tak berpenghuni dengan sebuah danau seluas 5 kilometer persegi tentu akan membuat kita terculik pada sebuah dimensi waktu yang berbeda. Hilang semua beban dan penatnya hidup.
Selayang renung berkecamuk. Apa pesan Tuhan dibalik “the missing land” ini ? Mengapa misteri dan keindahan ini dititipkan pada negeri kita ? Ah, entahlah. Tak terjawab olehku. Namun tiba-tiba saja terbersit bayangan pendapat John Cottingham, filsuf Inggris yang menulis On the meaning of life (2003) bahwa pada kesejatiannya manusia membutuhkan dimensi kontemplasi dalam kehidupannya hingga menemukan makna otentik atas hidupnya secara personal.
Disana, di Kakaban dalam naungan senja ditemani desir angin yang mencumbui daun kutafakuri betapa Tuhanku telah membawaku pada banyak perjumpaan. Di hadapan ‘produk’ alam 2 juta tahun itu sungguh ku merasa kerdil, layaknya debu yang diterbangkan angin. Umur kita yang sulit mencapai angka 70 tahun, dibanding dengan danau ini yang berumur 2 juta tahun lebih, taklah seujung kukupun kita sempat melihat bagaimana alam bekerja. Begitu banyaknya kelalaianku di waktu yang tak banyak ini.
Padahal aku tahu, jauh-jauh waktu Quran telah mengirim isyarat "Tidak Aku ciptakan bangsa jin dan manusia kecuali untuk beribadah" (QS. Adz Dzariyat : 56), namun tetap saja lalai dan alfa. Di ujung permenungan itu rasanya menemukan sebuah konklusi bahwa kesejatian hidup adalah pada ibadah. Pengabdian pada sang pemilik hidup, bagaimana pengabdiannya ? bentuknya bisa apa saja termasuk kerelaan hati berbagi pada sesama mahluk. Ibadah tak selalu ritual. Di hadapan keajaiban bernama Danau Kakaban kusadari betapa rapuhnya hidupku…
[caption id="attachment_145318" align="aligncenter" width="650" caption="Danau Kakaban/doc@huzera"][/caption]
Seraya tergenggam harapan, semoga Danau Kakaban akan tetap menjadi misteri dalam sunyinya. Semoga hasrat manusia untuk memperalat alam demi kesejahteraan perutnya tak membuat Kakaban kehilangan aura. Layaknya danau-danau lain di nusantara, yang terdegradasi seiring wisatawan bergelombanng datang.
Pada sebuah senja yang tak biasa…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H