Sampai tahun 1970an, komoditas panili menjadi salah satu andalan perekonomian Kabupaten Temanggung. Setiap masa panen tiba ,- mirip saat ini ketika penen tembakau - di saentero wilayah terhampar buah panili dijemur. Selanjutnya buah panili kering ini, oleh petani dijual ke pengolah, yang memproses dengan pemeraman (fermentasi) sehingga dihasilkan buah panili terperam yang harum aromanya.
Harga buah panili fermentasi ini sangat tinggi, sehingga mempunyai sebutan si emas hijau, karena harganya melebihi harga emas. Tingkat kekayaan petani atau pekebun dapat diukur dari berapa jumlah pohon panili yang ditanam. Wilayah penghasil panili saat itu meliputi : Kandangan, Kaloran, Jumo, Candiroto, Pringsurat.
Manfaat dan Penjahat
Nilai buah panili yang tinggi itu berasal dari senyawaan kimia yang disebut vanillin yang khas di kandung oleh buah, -yang secara optimal pembentukanya meningkat dengan fermentasi. Aroma harum dan khas vanillin ini dimanfaatkan sebagai penyedap atau pewangi untuk industri makanan/minuman, flavor (citarasa), kosmetika, farmasi, kimia dan wewangian (parfum,fragrance).
Perdagangan komoditas panili baik di dalam negeri atau internasional sangat baik. Indonesia menguasai pangsa pasar perdagangan dunia, sampai 70%, sisanya berasal dari 25 % Madagaskar, dan 5 % negara lain. Yang membanggakan Temanggung saat itu adalah panili asal daearah antara Sindoro- Sumbing ini menguasai produk nasional. Di pasar dunia dikenal Java vanilla yang identik dengan panili Temanggung.
Sayangnya kejayaan panili Temanggung rusak gara-gara maraknya praktik pencurian. Bukan cerita isapan jempol, kalau pencurian dilakukan dengan menggunakan fasilitas truk, bahkan satu kelompok bersenjata tajam. Mulai saat itu, sebagian besar petani mulai jera menanam panili. " Kami yang menanam, orang lain yang memanen." Itulah keluhan para petani. Selain itu praktik penipuan dagang sering dilakukan seperti penambahan bahan lain untuk mendongkrak berat, selain kualitas yang tidak diperhatikan (tingkat fermantasi tidak optimal, buah dipanen masih muda).
Secara global praktik ini merugikan posisi panili Indonesia, khususnya Jawa, yang kemudian diambil alih oleh Madagaskar yang secara konsisten meningkatkan produksi dan menjaga mutu panili olahan. Madagskar saat ini menguasai pangsa pasar dunia sampai 60-70%, Indonesia menurun drastis menjadi 23 % dan sisanya diisi oleh berbagai Negara lain.
Selama lima tahun terakhir terjadi penurunan ekspor panili secara drastis akibat penurunan kualitas dan praktik penipuan itu, dari 3 599 ton (2002) menjadi hanya 540 ton (2007). Saat puncaknya harga panili mencapai Rp 1,5 juta per kg.
Prospek pasar
Trend "back to nature" yang marak mengglobal, pertumbuhan industri pangan dan penyedap rasa yang mencapai rata-rata 10% per tahun, membuat pasar panili dan rempah dan atsiri di dalam negeri dan global masih tetap prospektif. Selama 10 tahun terakhir ini banyak perusahaan flavor di Negara maju (AS dan Eropa) yang mendirikan pabrik di Indonesia dan beberapa negara lain, seperti Cina, Brasil, dengan pertimbangan biaya produksi yang lebih rendah. Namun tetap saja kebutuhan bahan dasar seperti panili dan rempah lain, minyak atsiri sebagian besar dipasok dari Negara produsen, antara lain Indonesia.
Pola perdangangan yang umumnya berlaku adalah sebagai berikut : petani menjual dalam bentuk buah panili ke pengumpul atau pengolah awal. Pengolah awal melakukan fermentasi buah panili menjadi buah terperam yang sudah beroma khas. Ekspor dapat dilakukan dalam bentuk buah terfermentasi atau ekstrak. Produk dalam bentuk kristal vanillin biasanya dilakukan oleh perusahaan akhir (kimia, flavor). Pasar pengguna panili adalah Eropa (Prancis, Jerman Inggris,), AS, Kanada, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.