Mohon tunggu...
Bayu Segara
Bayu Segara Mohon Tunggu... Administrasi - Lihat di bawah.

Penulis saat ini tinggal di Garut. 0852-1379-5857 adalah nomor yang bisa dihubungi. Pernah bekerja di berbagai perusahaan dengan spesialis dibidang Layanan & Garansi. Sangat diharapkan jika ada tawaran kerja terkait bidang tersebut . Kunjungi juga blog saya di: https://bundelanilmu.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Romantisme Pondok Halimun, Sukabumi

7 Maret 2011   01:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:00 3030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bay, kita mau ke Pondok Halimun. Kamu mau ikut ngga?", tulisan itu nongol pas saya lagi buka inbox di Facebook. Si pengirim pesan adalah temen saya, Doni namanya. Yang dimaksud Pondok Halimun adalah Curug Cibeureum atau Air Terjun Cibeureum, ada juga yang bilang Curug Cipelang terletak di Sukabumi. "Boleh-boleh. Siapa saja yang ikut", jawab saya. "Mat Ceper, Gepeng, Gue dan Elo. Kalo lo ikut", balasnya "Ya sudah gue ikut. Pake motor?", tanya saya. "Enggak, pake mobil. Kalo pake motor, gempor gue. Jam enam pagi kita kumpul di rumah gue" "Ok" ***** Pagi hari sesuai jadwal yang sudah disepakai kamipun berangkat menuju Sukabumi. Ketika tiba di atas jalan toll, jalanan terlihat lowong, membuat kami kesenangan. Bakalan cepet nih perjalanan. Namun pikiran itu hanya sebentar saja, ketika hendak keluar pintu toll, terlihat antrean sangat panjang. Membuat kami khawatir, sepertinya perjalanan bakal seperti biasanya jika liburan, yaitu terjebak macet. Keluar dari pintu toll, kami lihat jalan menuju puncak macet panjang. "Rasain tuh macet panjang, untung kami mau ke Sukabumi, jadi nggak ikutan antri", kami pada ketawa melihat antrian sepanjang itu. Biadab sekali yah, tertawa di atas penderitaan orang lain. Tiba di Pasar Cicurug, antrian panjang kami dapati, alias macet. Kalau yang mau ke puncak tahu, pasti bilang "Rasakan juga tuh macetnya", hihihi. Selalu, ketika saya melewati pasar ini, terjebak macet. Kemarin, ketika saya pakai motor hendak ke Pelabuhan Ratu, saya harus selap-selip di antara kemacetan. Istilahnya masih mending lah. Namun sekarang, ketika pakai mobil, tak ada selap-selip. Yang ada harus sabar mengantri hingga keluar dari kemacetan. Kira-kira 1 jam kami terjebak disini. Setelah melewati kemacetan 3 pasar yaitu Cicurug, Parungkuda dan Cibadak, akhirnya kami tiba di pertigaan kota Sukabumi. Kami kebingungan, mau kemana, tak tahu jalan mana yang mesti dipilih. Dulu, kami pernah kesini sebelumnya, namun saat itu kami naik angkot, sekarang kami memakai mobil pribadi, tak ada satupun diantara kami arah yang mesti dituju. Akhirnya kami berimprovisasi dengan mencoba belok kiri ke arah Salabintana. Seratus meter dari belokan, sayapun turun bertanya pada orang-orang yang sedang duduk-duduk di pinggir jalan. Didapat informasi, kalau jalan kami sudah benar, tinggal lurus mengikut jalan saja. Selesai bertanya, sayapun bergegas kembali ke mobil, ketika mau duduk di kursi, tak sengaja mata ini melihat ada wanita di seberang jalan. Wow, cantiknya cewek itu, mirip Dara The Virgin, pikir saya. Spontan, naluri kelelakian saya bangkit, saya lambaikan tangan pada cewek tersebut. Si Doni yang sudah punya isteri ikut menengok ke arah lambaian tangan saya, sepertinya penasaran. Diapun melambaikan tangan, ketika melihat cewek itu. Dasar cowok, prinsipnya seratus meter dari rumah adalah Bujangan!! Apalagi ini, ratusan kilometer, perjaka tingting deh kayaknya. hahaha..... Cewek tersebut ketika sadar ada yang godain, dia spontan cengengesan dan membalikan muka sambil ngomong sesuatu sama temennya yang ada disamping dia. Mungkin, dia bilang begini "Ih, ada cowok-cowok ganteng yang godain saya". Ini versi saya loh, tau kalo versi dia. Kami pun cepat bergegas berangkat menuju Pondok Halimun, takut wanita itu ikut. Pedeeeeeeeeeee banget sih elu. Setelah tanya sana-sini akhirnya, perjalanan kami tiba di perkebunan teh. Hujan rintik-rintik menyambut kedatangan kami. Eksotisnya pemandangan, membuat kami seakan orang-orang yang belum pernah ke sini. Tetap kami terkagum-kagum melihat keajaiban alam. Apalagi ketika melihat ada kabut tipis yang turun menaungi perkebunan teh. Pemandangan yang luar biasa. Tibalah kami di pintu retribusi pertama, kami mesti membayar delapan ribu rupiah untuk empat orang. Beres membayar, kami lanjutkan perjalanan. Di perjalanan kami melewati rumah Kabayan. Yang dimaksud rumah kabayan adalah rumah yang dipake syuting untuk film Si Kabayan dulu. Rumah ini terlihat banyak pengunjung, hingga membuat kami urung untuk singgah di sini. Perjalananpun kami lanjutkan melewati kebun teh dengan jalan yang sempit, jika bertemu dengan mobil dari arah berlawanan, terpaksa kami harus minggir merapat ke dinding kebun teh. Tadinya kami berniat berhenti di kebun teh untuk photo-photo namun urung karena turunnya kabut tebal. Kurang lebih lima belas menit perjalanan dari pos pertama, kami tiba di parkiran tempat pemberhentian terakhir kendaraan. Pengunjung memarkirkan kendaraannya disini, jika ingin ke Curug Cibeureum [Pondok Halimun]. Di pintu gerbang, kami bayar biaya parkir, disini tidak ada patokan harga, seikhlasnya saja. [caption id="attachment_93602" align="aligncenter" width="480" caption="Kebun Teh - Koleksi Pribadi"][/caption] Hari itu sudah lewat dzuhur ketika kami beres parkir. Kamipun berkemas, membawa alat-alat dan bekal yang sudah dipersiapkan menuju Curug Cibeureum. Setelah beres, saya duduk dulu di warung memesan kopi demi mengusir dinginnya cuaca sambil menunggu temen-temen yang ke toilet. Setelah dirasa cukup, kamipun memasuki gerbang utama menuju Air Terjun Cibeureum. Kami diwanti-wanti oleh penjaganya untuk tidak membuka tenda di air terjun setelah membayar biaya masuk, berbahaya katanya. Kamipun mengiyakan. [caption id="attachment_93604" align="aligncenter" width="480" caption="Aliran Sungai - Koleksi Pribadi"]

12994619901491131270
12994619901491131270
[/caption] Photo-photo dulu sebentar, kemudian kamipun jalan. Baru beberapa meter kami berjalan, hujan turun, namun hal ini tidak menyurutkan niat kami untuk menuju ke sana. Kurang lebih lima menit, kami tiba di tempat perkemahan. Kami semua keheranan, karena tidak ada satupun orang yang membuka tenda di sini. Beda dengan sepuluh tahun yang lalu. Jika hari libur, tempat perkemahan ini penuh dengan tenda-tenda yang berdiri. Ada apa? Apa yang terjadi dengan anak-anak sekarang? Apakah mereka sudah menjadi generasi yang tidak suka alam? Dan banyak pertanyaan lain yang tidak kami dapati jawabannya melihat keadaan ini. Ada rasa sedih di hati kami melihat keadaan ini. Dengan membawa perasaan keheranan, kami melanjutkan perjalanan. Jarak yang harus kami tempuh menuju ke curug lumyana jauh yaitu 2 KM. Perjalanan yang cukup membuat ngos-ngosan nafas, apalagi jika menemui tanjakan. Namun, semangatlah yang membuat kami terus berjalan, walau kaki ini mulai terasa sakit. Terbayar sudah pengorbanan kami, ketika tiba di air terjun. Tampak air terjun yang indah terbentang di hadapan kami. Tak ada satupun pengunjung selain kami yang ada di sini. Justru, hal itu membuat kami bisa lebih merasakan keindahan air terjun ini. Lama kami photo-photo di sini sebagai kenang-kenangan di masa datang nanti. Karena mungkin ini adalah kunjungan kami yang terakhir ke sini. [caption id="attachment_93603" align="aligncenter" width="480" caption="Curug Cibeureum - Koleksi Pribadi"]
12994618901448066888
12994618901448066888
[/caption] Jam empat sore, kami turun dari sini dengan membawa perasaan bahagia. Terbayar sudah kerinduan kami mengunjungi kembali tempat ini. Bayangkan, kurang lebih sepuluh tahun, kami baru bisa menginjakkan kaki lagi di Curug Cibeureum ini. "Kaki gue sakit dan pegel-pegel nih", ucap saya mengeluh ketika kami dalam perjalanan pulang. "Nanti kalau di rumah pake air hangat ditambah garam, biar pegel-pegel kita ilang", sahut Mat Ceper. "Emang ngaruh gitu Mat?", tanya si Gepeng penasaran. "Iyah. Gue kalo pulang kemping suka begitu. Alhamdulillah, besoknya hilang pegel-pegel itu", jawab Mat Ceper antusias. "Nanti gue bikin sendiri di rumah. Kalo gue minta ama bini, malah disyukurin. Katanya, suruh siapa jalan-jalan ke air terjun. Sana bikin sendiri, situ yang jalan-jalan, kita yang repot", ucap Gepeng. Kamipun tertawa mendengar ucapannya. "Iyah. Gue juga sama. Kalo pulang dari gunung, gue pura-puranya sehat-sehat aja. Malu sama bini kalo gue cerita badan sakit-sakit malah diomelin. Nanti kalau bini gue tidur, baru gue bikin air garem, daripada diledek. Harga diri cooy" timpal Deni. Membuat kami tambah ngakak. "Makanya, jangan pikir enak punya bini. Dulu kita pikir, enak yah kalo punya bini, jika kita cape ada yang nyediain keperluan kita. Contohnya gue aja, yang ada bini malah sewot, bukannya ngertiin kesukaan suami naek gunung", tambah Gepeng curhat. "Kasihan deh elu yang sudah punya bini, punya bini bukannya enak malah susah", ucap saya. Sepanjang jalan kami tertawa-tawa. Mungkin inilah ekspresi kegembiraan kami karena sudah lama kami tidak berkumpul lagi untuk jalan-jalan seperti ini. Banyak cerita-cerita yang kami coba ungkit lagi demi mengenang perjalanan sepuluh tahun yang lalu ketika kami ke sini. Jam lima, akhirnya kami tiba di parkiran. Kami singgah di warung, beli jagung bakar dan mie rebus. Rasa jagung bakarnya luar biasa nikmatnya. Baru sekarang saya merasakan jagung bakar seperti itu. Manis jagungnya dicampur dengan pedas yang dioleskan di sekeliling jagung. Ah, manteplah pokoknya. Menjelang maghrib, kamipun pulang. Tidak seperti perginya, kami hanya terjebak macet di Tapos. Namun kemacetannya lebih parah, hampir tiga jam, mobil kami tersendat-sendat. Setelah lama menanti, akhirnya kami bisa keluar dari kemacetan. Di perempatan Ciawi, kami lihat antrean panjang baik yang mengarah ke Sukabumi maupun yang mengarah ke Puncak. Bahkan, banyak orang-orang yang di jalur menuju Puncak pada turun ke jalan, saking lama macetnya. Ah, Puncak-puncak, setiap kali liburan, kemacetan sepertinya sudah merupakan kewajiban. Tiba di rumah, jam dua belas. Setelah beres-beres sayapun menjatuhkan diri di kasur, tak sampai berapa menit. Kesadaran saya langsung hilang terbang entah kemana. Aku Bukan Jiwamu Baru Sekarang Saya Merasakan Malu Ketika Bersedekah Kasihan Sekali Hidupmu Anak Kota Ternyata Orang Gila lebih Jujur Hati-hati Jika Minta Sama Jin Nurdin Halid, Turun Nak… Nanti Jatuh! Saya terlalu Ganteng hingga Tak Ada Wanita yang Mau Mari Ajarkan Anak Anda menjadi Jahat Sejak Dini A-Z Kiat Mudah Menulis Maafkan Emak Membunuhmu Giliranku Sudah, Sekarang Giliranmu Tuhan Ngasih Jalan Aja Mals, Apalagi Ngasih Duit!!! Nak, Kamu Telah Menjatuhkan Harga diri Mama Kiat Sukses Bob Sadino [Wajib Dibaca] Sholat Itu Tidak Perlu…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun