Mohon tunggu...
Bayu Segara
Bayu Segara Mohon Tunggu... Administrasi - Lihat di bawah.

Penulis saat ini tinggal di Garut. 0852-1379-5857 adalah nomor yang bisa dihubungi. Pernah bekerja di berbagai perusahaan dengan spesialis dibidang Layanan & Garansi. Sangat diharapkan jika ada tawaran kerja terkait bidang tersebut . Kunjungi juga blog saya di: https://bundelanilmu.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bencong di Kereta Api, Jangan Anda Ganggu

21 Januari 2012   22:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 2269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Permisi, mas-mas, mba-mba numpang ngamen," terdengar suara seorang pengamen yang datang dari ujung pintu di belakang gerbong diiringi dengan suara kecrekan yang digoyang-goyang menyeruak masuk ke dalam gerbong kereta yang sedang saya tumpangi. Setelah berbasa-basi sebentar, dia menyanyikan sebuah lagu dangdut yang sedang populer saat ini.

Saya melirikkan mata ke arah suara nyanyian. Tampak seorang pria yang berpakaian dan memakai riasan layaknya wanita sedang menggoyang-goyangkan badan meliuk-meliuk mengikuti nyanyian. Hanya sesaat tatapan ini saya arahkan padanya, kembali saya tundukkan kepala ini pada lantai kereta yang penuh dengan kotoran yang basah bercampur dengan debu dan sisa-sisa makanan penumpang. Kembali saya terpekur, hingga tak sadar datangnya sebuah bungkusan plastik yang disodorkan di depan muka. Tatapan saya kosong saat itu hingga terdengar suara teguran yang membuyarkan lamunan, membuat tersadar.

"Mas ganteng, ngelamun saja nih, nyawer dong ah...," ucap suara itu sambil terasa ada tepukan di pundak.

Dengan sedikit kaget, saya angkat kepala mencari asal suara, ternyata pengamen itu yang membangunkan lamunan. Tampak dia senyum-senyum genit. Tanpa semangat saya rogoh saku dan mencari-cari uang recehan, namun tak saya dapatkan sepeserpun di sana.

"Maaf, tidak ada receh," ucap saya pendek.

"Rokok juga gak apa-apa, Mas," ucapnya sambil nunjuk pada bungkus rokok yang ada disaku baju saya. Tak ingin terganggu lebih lama olehnya saya ambil bungkusan rokok itu walaupun isinya tinggal sebatang dan menyerahkan padanya.

"Sekalian koreknya dong Mas," ucapnya membuat saya kesal. Namun, saya sodorkan juga korek yang saya rogoh dari balik saku dan cepat-cepat memberikan kepadanya dengan harapan cepat-cepat beres urusan dengannya. Namun sepertinya hanya harapan, tampak dia duduk di bangku tepat disebelah saya yang memang kosong.

"Numpang duduk yah, Mas," ucapnya sambil menyodorkan kembali korek.

"Silahkan Mas," sahut saya pendek enggan untuk ngobrol dengannya.

"Jangan panggil mas dong ah, masa sudah cantik begini dipanggil mas. Panggil Selsa saja yah," ucapnya sambil mencolek pinggang saya sambil tersenyum genit membuat saya tertawa hambar.

"Iyah maaf mba Selsa," jawab saya dengan niat untuk menyenangkannya agar dia tidak mengganggu lagi.

"Deuh kok dingin amat sih jawabnya. Lagi ada masalah yah?" tanyanya.

"Begitulah," jawab saya sambil mengangguk dan mengalihkan pandangan ke luar, sekali lagi mencoba mengindari obrolan dengannya.

"Masalah apa? pekerjaan yah, pusing nggak dapet-dapet?" kembali dia bertanya. Sebuah pertanyaan yang membuat saya agak sedikit tertarik.

"Kok tahu?" tanya saya penasaran.

"Yeuuuh, tau lah eke kan sering bertemu dengan orang-orang yang seperti Mas ini," jawabnya sambil menghisap rokok serta membetulkan rok mininya yang membuat saya sebal. Lelaki pakai rok mini, pikir saya.

"Oh ya, coba ceritakan tentang mereka," kejar saya dengan nada ucapan yang mulai melunak.

"Eke sering melihat orang yang memakai kemeja dan membawa tas atau map di kereta ini hampir setiap hari. Yah seperti si mas ganteng ini. Ada beberapa orang yang eke ajak ngobrol. Rata-rata dari mereka adalah orang yang sedang mencari pekerjaan. Yang ini baru mengirim lamaran, yang itu baru tes atau interview. Jadi gak heran dan mudah menebaknya kalau melihat tampilan si mas ini pasti sedang mencari pekerjaan," jawabnya panjang lebar.

"Oh begitu... Iyah nih saya sedang mencari pekerjaan dan susahnya minta ampun ternyata mencari pekerjaan itu," ucap saya seperti sedang curhat.

"Gitcuuu deh, kalo mudah mah Eke gak ngamen kalee.... Tapi eke punya kenalan, mau gak eke kenalin sama dia, katanya sih dia kerjanya jadi HRD di perusahaan apa gituh. Kali aja ada lowongan buat si mas ini?" tanyanya membuat perasaan suntuk saya sontak menghilang.

"Wah, boleh boleh tuh, siapa namanya, orang mana?"

"Namanya Helmi, dia orang Bekasi, kebetulan satu daerah sama saya, kenal di kereta juga dulunya. Kalo si mas mau, datang saja ke rumah eke, nanti eke anterin ke rumahnya dia, gimana?"

"Mmmmmh.... gimana yah, apa si mbak tidak ngasih nomor teleponnya saja yang bisa dihubungi begitu?" ucap saya sedikit meragu, ada sedikit rasa takut.

"Jeeeeuh.... ga usah takut gituh kali, eke dah jinak kok. Kalo cuman eke kasih nomor telepon, pasti gak akan ditanggepin sama dia. Tapi kalau eke yang ngomong, pasti dia mau bantu, begituh," ucapnya sambil mencibirkan bibir sambil tertawa kecil.

"Bukannya begitu, apa tidak merepotkan mba Selsa nantinya, " jawab saya pura-pura menutupi ketakutan. Jujur saja, dalam hati ini ada perasaan waswas, akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, terutama masalah orientasi sex lawan bicara saya ini.

"Hih... gak kali, kita mah ikhlas mas nolong orang. Udah deh gak usah takut gitu mas, kita juga ngerti kok. Eke juga ga minta balesan apa-apa kalo nanti si mas berhasil dapet pekerjaan. Paling sun sun dikit lah hihihi," ucapnya sambil cekikikan.

"Maaf yah Mba, jujur saja memang saya merasa agak takut sama mba"

"Iyah, eke faham, gak masalah kok. Tapi mas gak usah takut, dizamin punyanya si mas aman deh. Eke emang niat nolong, bukan niat mencari balesan," kembali dia berkata sambil tertawa ngakak, membuat saya sedikit merasa nyaman.

"Kalo begitu, bolehlah saya ke rumah mba Selsa. Kira-kira kapan ada waktunya mba?"

"Kapanpun bisa, tapi jangan siang kalau mau datang ke rumah eke"

"Memang kenapa kalau siang?" tanya saya penasaran.

"Jeeeeuuuh... gimana sih mas, ganteng-ganteng kok pemikirannya ga oke sich... sayang deh," dia bukannya menjawab malah meledek membuat saya tertawa.

"Maaf mba, asli saya tidak tahu. Memang kenapa tidak boleh datang siang-siang?"

"Halah... payah nih. Ya ngamenlah mas. Emang eke bisa makan darimana kalo gak ngamen, situh yang mo ngasih makan eke. Mau jadi suami eke ..."

"Hahaha... maaf mba, kirain apa gituh alasannya. Jadi bisanya kapan, selepas maghrib atau isya enaknya nih?"

"Selepas Isya saja kira-kira jam delapanlah, biar agak sedikit santai"

"Baik kalau begituh, besok malam saya datang ke rumah mba. Boleh minta nomor teleponnya?"

"Jangankan nomor teleponnya, kehormatannya pun akan eke kasih kalo buat si mas," ucapnya membuat saya kembali tertawa kecil.

Setelah bertukar telepon, akhirnya kami berpisah. Kebetulan kereta sudah tiba ditujuan, kamipun bergegas keluar dan menuju arah masing-masing.

---0000---

2 Bulan kemudian.

"Permisi, mas-mas, mba-mba numpang ngamen," terdengar suara seorang pengamen yang datang dari ujung pintu di belakang gerbong diiringi dengan suara kecrekan yang digoyang-goyang. Kali ini saya berseri-seri mendengarnya. Ini dia si malaikat penolong telah datang.

Hari ini saya berniat mentraktirnya makan di restoran sebuah mall, karena gajih pertama telah turun. Wujud sukur saya dengan berbagi rezeki yang telah saya dapatkan. Karena dengan berterimakasih kepada yang telah memberi bantuan adalah wujud dari rasa syukur kepada Allah, itu ilmu yang saya tahu selama ini.

Sekian cerita ini. Tolong, jika anda bertemu dengan dia, jangan sekali-sekali anda ganggu atau menghinanya. Kita boleh tidak suka fisiknya, namun tidak boleh mengabaikan perasaan dan nuraninya, disana ada hati manusia juga. Siapa tahu suatu saat giliran anda yang dia bantu.

****

Sekian, salam hangat, semoga menghibur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun