Setelah teman kosan menjenguk, besoknya datang gerombolan teman-teman di lingkungan tempat saya biasa nongkrong. Mereka ini teman main bola, teman kemping juga teman ngobrol jika kita sedang duduk-duduk di warung pojok jalan sambil ngopi atau main gitar. Kedatangan mereka dengan membawa buah-buahan dalam keranjang, sungguh memberi semangat pada saya untuk cepat sembuh dari penyakit ini. Salut sama kesetiakawanamu sobat.
Menjelang beberapa hari masa kesembuhan, datang teman-teman dari kantor menjenguk. Semangat untuk sembuh sayapun semakin besar. Walaupun saya sakit, namun tetap saya diledek, dihina dan ditakut-takutin dengan kematian, hingga membuat kami tertawa-tawa, karena memang tiap hari begitu keadaannya jika di kantor. Saling ledek sudah menjadi tradisi di kantor kami, tidak ada yang namanya tersinggung dengan hal tersebut. Malahan menjadi hiburan yang bisa membuat suasana di kantor tidak membosankan. Aneh memang, tapi begitulah kenyataannya.
Namun ada beberapa orang yang saya ingat karena ketidakdatangannya. Diantaranya pemilik kos, manajer dan atasan lainnya. Halo, apakabar kalian, kemana saja Boss. Apakah karena saya yang sakit anda tidak datang? Apakah jika saya seorang direktur maka kalian akan tergopoh-gopoh untuk menjenguk dengan berbagai bunga dan buah-buahan menghiasi tanganmu.
Apakah saya dianggap ada karena anda butuh saya. Maka ketika anda tidak membutuhkan saya, ada atau tidak adanya diriku tidak menjadi pikiranmu. Ah, gila, sampai segitunya kah pola pikir kalian. Tak tahulah aku, apa yang ada di pikiranmu. Mari kita lupakan saja.
Dari sini saya mengambil kesimpulan, ternyata hanya sedikit orang yang benar-benar ikhlas untuk peduli dengan orang lain. Terkadang kita hanya merasa perduli karena mereka adalah orang-orang terdekat kita, saudara, keluarga, kolega, pelanggan, atasan atau orang yang anda butuhkan. Tapi jika diluar itu, peduli amat, mereka bukan urusan saya. Ibarat ujar-ujar, ada ubi ada talas, ada budi baru dibalas. Aih, betapa tidak ikhlasnya hidup kita ini andai begitu.
Maka benarlah seorang cendekiawan yang bernama Sayidina Ali berkata, kekuatan apa yang paling tinggi itu? Jawabannya, tidak air, tidak besi, tidak gunung namun Ikhlaslah kekuatan yang paling tinggi itu. Karena begitu susah dan tingginya perjuangan manusia untuk mendapatkannya. Sebab hanya dengan ikhlaslah, air bisa dibendung, besi bisa dibengkokan dan gunung yang tinggi bisa diratakan.
Namun diluar itu, untung kalian tidak datang ke rumah sakit tempatku dirawat. Sehingga uang bensin yang seharusnya kalian keluarkan jika menjenguk, bisa kau berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Semoga bener persangkaan ini, amiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin.
Tulisan Lainnya.
Lolongan Serigala
Cowok Matre = Emansipasi Juga!!! Titik
Di Puncak, Harga Segelas Kopi + Sebatang Rokok 150 Ribu
Ludahi Telunjuknya, Lalu Kita Berkelahi
Papah, Apakah Engkau Ayahku
Barung, Cerminan Kedewasaan Anak Kecil
Gara-Gara Nasi Goreng Masuk Neraka
Anakku Sudah Gadis
Aku Bukan Jiwamu
Maafkan Emak Membunuhmu
Giliranku Sudah, Sekarang Giliranmu Tuhan
Nak, Kamu Telah Menjatuhkan Harga diri Mama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H