“jangan salah pilih jargon, nanti salah pula memilih pemimpinnya. Karna dari sanalah awal kita mengenal dan memahami tentang apa yang hendak mereka kerjakan untuk kita dan masa depan Jakarta 5 tahun mendatang.”
Menjelang hajatan besar pesta demokrasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada pertengahan bulan ini. Banyak sebagian besar masyarakat Jakarta hingga kini belum menentukan sikap politik mendukung dan memilih calon gubernur yang akan di coblos-nya. Bukan karena mereka tak mau berpartisipasi aktif dalam pemilu, tapi sepertinya rakyat masih belum yakin dan agak sedikit masih trauma ketika salah memilih pemimpinnya.
Disini, saya mencoba mengulas singkat tentang siapa mendukung siapa? apa yang mau dikerjakan dan untuk siapa?
Pilkada Serentak 2017 di DKI Jakarta, KPU DKI Jakarta sudah menetapkan tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan berkompetisi di Pilkada DKI, 15 Februari mendatang. Setiap paslon cagub dan cawagub pasti memiliki tagline atau jargon yang ia usung dalam setiap kampanyenya. Tak terkecuali paslon nomor satu Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Mereka berdua mengusung jargon “Jakarta untuk Rakyat.”
Tagline “Jakarta untuk Rakyat” memang tepat digunakan dalam Pilkada DKI tahun ini. Yakni dimana Jakarta memang harus dikembalikan ke pemilik utamanya yakni rakyat. Jakarta harus menjadi surga bagi seluruh masyarakatnya. Tanah ini adalah milik beta, bukan lagi milik mereka para tukang gusur yang seenaknya mengatur.
Melalui tagline atau jargon itulah, saya percaya bahwa dalam kata terikat makna. Dalam makna terpaut perhatian. Di sana kita akan temukan hati dan pikiran pembuatnya.
Pasangan Agus – Sylvi yang diusung oleh kalangan partai Islam dan Nasionalis, banyak pihak menilai elaborasi kedua pasangan nomor satu ini adalah komposisi serasi yang humanis, professional dan berpengalaman, yang mengusung visi misi “Menuju Jakarta tahun 2022 yang Lebih Maju, Aman, Adil dan Sejahtera serta Bermartabat. Ini adalah terminologi yang bisa dikenakan baik pada hal-hal yang tampak (tangible) atau manusianya. Lalu mereka menuliskan visi tentang manusia yg mendiami kota itu. Beroleh keadilan dan kesejahteraan.
Dari visi ini jelas mereka mengambil posisi untuk membangun manusianya. Sesuatu yang berbeda ketimbang Ahok - Djarot. Yang melihat kota sebagai etalase. Entah apa yang hendak mereka jual dari ibu kota ini. Hanya mereka bersama Tuhannya yang tahu.
Dengan berbekal pengalaman di birokrasi Pemprov DKI Jakarta selama hampir 30 tahun melayani masyarakat Jakarta, cawagub Sylvi tentunya memahami betul tentang sistem birokrasi di pemerintah DKI Jakarta dalam merencanakan, mengelola anggaran hingga menggunakannya yang tepat sasaran sesuai kebutuhan dan kepentingan bersama untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Jakarta yang lebih berkeadilan, sejahtera dan bermartabat di masa depan. Dari latarbelakang itulah Sylvi dinilai tepat oleh semua pihak untuk mendampingi mas Agus dalam memimpin Jakarta untuk lima tahun kedepan.
Begitu juga dengan Agus dengan karakter yang humanis, disiplin, berintegritas, cerdas, dan professional, serta memiliki prinsip dan tekad yang kuat memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan ayahnya dalam setiap pengabdiannya kepada rakyat dan bangsa ini.
Semoga 15 Februari mendatang kita semua tidak lagi dipimpin oleh Gubernur yang arogan dengan gaya kepemimpinan yang keras, kejam dan dzolim itu, yang suka menggusur rakyat kecil.