If you think Mona Lisa is stunning,
You should look at my masterpiece.
In the mirror.
Seorang perempuan berbakat. Lulusan terbaik dengan double degree: bisnis dan antropologi. Siap dengan pakaian terbaik hadiah ibunya seorang perawat. Duduk dengan optimis, menghadapi sebuah wawancara di perusahaan keuangan terkemuka.
Sang pewawancara memulai: “Program pengembangan analis keuangan kami sangat kompetitif. Ada lebih 8000 pelamar untuk 10 posisi. Jadi bagaimana kalau kita mulai dengan kata-kata Anda sendiri, siapa Annie Braddock?”
Perempuan bernama Annie Braddock itu memulai jawabannya: “Wow, itu pastinya pertanyaan yang mudah!”
“Mm-hm…” telisik si pewawancara.
“Aa.. Annie Braddock adalah… semacam… ya… aku… mmm…” mulai bingung.
“Teruskan!”
“Begini… mm.. hm,” semakin bimbang dan blank, “Aku tidak tahu… Permisi!”
Annie keluar ruangan dengan cepat. Pewawancara tampak merobek surat yang sedari tadi dipegangnya, tanpa ekspresi, seperti mengalami kejadian yang biasa.
Sepanjang jalan Annie membatin, “Siapa aku? Bukan suatu pertanyaan mengada-ada. Bukan sebuah tricky question. Tapi kenapa aku tidak bisa menjawabnya? Tentu saja aku tahu semua faktanya: tanggal lahir, alamat tinggal, keadaan ekonomi. Tapi aku sungguh tidak tahu siapa aku. Ketika di sana tadi, aku ini siapa? Tiba-tiba saja aku tidak menemukan jawaban.”
Lalu Annie mulai membandingkan diri menjadi orang lain. Orang yang lewat. Yang berlalu lalang, yang secara sekilas tampak menarik. Sampai kemudian sang alam memilihkan secara random sebuah pekerjaan untuknya. Pengasuh anak.