Mohon tunggu...
Peri Farouk
Peri Farouk Mohon Tunggu... -

PERI FAROUK. Penyuka Neuro Linguistic Programming dan Peoplenology, yang dipadukan dengan khasanah Sufisme dan Zen. Profilnya sebagai web-social activist serta perspektif dan berbagai pengamatannya telah dipublikasi berbagai media, antara lain: KickAndy MetroTV, Inspirasi Pagi MetroTV, Metro Realitas, Dialog Khusus TVRI, Debat TVOne, Inspirasi Selebriti TVN, RRI, Trijaya FM, HardRock FM, Sonora , Tabloid Nova, dan lain-lain. Pernah bekerja sebagai konsultan di Worldbank, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero), tenaga ahli di Magister Hukum Universitas Gadjah Mada dan Komisi Penyiaran Indonesia. Pernah mengajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada. Juga aktif sebagai advisor di PT Grahamandiri Management Terpadu (GMT Groups), serta researcher dan reviewer di beberapa organisasi nasional maupun internasional. Berbagai tulisannya telah dipublikasi di media massa, jurnal, buku, dan ebook dengan skala nasional maupun internasional. Memiliki program sms dan klip-audio inspirasional, serta talkshow radio di Produa 96 FM RRI Bandung, dan Motivational Speaker di Kilas Indonesia Pagi MNC News TV Channel 84 Indovison, VisionTV & OkeTV. Kontak undangan konsultasi, ceramah dan pelatihan: email@perifarouk.com 0819.08.343.927 021.3666.8061

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Momento

18 Juli 2011   08:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:35 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jangan pernah membiarkan keajaiban pergi!
~ Wowisms


Seorang tukang kayu mengajukan lamaran kepada seorang pemborong. Sang pemborong menerima dengan syarat:

“Kamu akan saya terima sebagai tukang kayu untuk proyek-proyek saya. Tapi berjanjilah, kamu akan bekerja sepenuh hati dengan segenap keahlianmu. Anggaplah semua rumah yang kamu pasang kayu-kayunya adalah rumah yang dibangun untukmu sendiri!”

“Saya berjanji!” Si tukang kayu menyanggupi.

Bertahun-tahun berlalu dan sang pemborong sangat kagum dengan kinerja, kesungguhan, dan ketelitian si tukang kayu. Pekerjaannya sangat kuat, rapih dan senantiasa memanfaatkan teknik baru yang menjanjikan. Jadilah si tukang kayu sebagai salah satu pekerja yang sangat dicintai.

Tiba suatu waktu ketika si tukang kayu mengajukan untuk pensiun. Dengan berat hati sang pemborong menyetujui, namun memohon dengan sangat untuk membuatkan satu rumah terakhir sebelum ia meninggalkannya. Si tukang kayu pun menyanggupi.

Di luar kebiasaan, dengan pikiran untuk segera istirahat, si tukang kayu bekerja tanpa kepenuhan hatinya. Dia lakukan berbagai jalan pintas, meski dia tahu bahwa itu mengurangi keamanan bangunan. Ketelitian dan kerapihan pun dia abaikan. Dia menganggap sang pemborong dan sang bakal pemilik tak akan pernah tahu.

Dengan sangat cepat rumah terakhir inipun jadi. Dia datang untuk melaporkan selesainya rumah tersebut sekaligus berpamit.

“Terima kasih,” jawab sang pemborong, “Kamu adalah karyawan terbaik yang aku punya. Sebagai balasan pengabdianmu, ini saya serahkan kunci rumah yang baru selesai kau bangun itu. Rumah itu adalah hadiah untukmu!”

Bayangkan perasaan si tukang kayu. Sudah pasti ia menyesal. Jika tahu rumah itu untuknya, tentu segala daya terbaik akan dilakukannya. Sayang kesempatan itu lewat. Hanya satu pengingkaran janji, dan ia mendapatkan rumah terburuk dari rumah yang pernah dibangunnya. Rumah di mana ada bagian-bagian tak ramah yang ia sendiri bayangkan jangan sampai diketahui sang pemilik. Rumah yang bukan idaman.

Bayangkan kembali bila hidup kita berjalan seperti si tukang kayu. Kerja keras bertahun-tahun demi membangun reputasi, namun pada akhirnya yang kita dapatkan adalah label hasil tindakan kita yang menyalahi janji serta komitmen keagungan kita. Kita sibuk menciptakan berbagai kemungkinan ideal bagi orang-orang lain di paruh terbaik usia kita, namun dengan satu percobaan melanggar prinsip, kita menjerumuskan diri ke paruh usia kita yang suram, yang tak aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun