Tidak hanya itu, pasal 8 mengarahkan anak PBK untuk mendapatkan ijazah melalui ujian di jalur formal dan/atau non formal. Di Permendikbud ini memang dituliskan: “Pendidikan dengan sistem terbuka merupakan pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan.” - pasal 9 ayat 2. Tapi, tahukah anda, bahwa ujian di jalur formal dan non formal itu memberi batasan usia peserta dan ijazah. Kenyataan ini terbalik dengan yang dituliskan dalam pasal 9 ayat 2 tersebut. Sekali lagi, ada “penjara” dalam sistem pendidikan informal, kenyataan tak seindah yang tertulis.
Tidak Mengakui Keberadaan Jalur Informal Sebagai Jalur Yang Telah Diakui Secara Sah Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Th. 2003
Ini terkaitan dengan sistem ujian yang diharuskan mengikuti jalur formal dan non formal. Jika tidak mengikuti kedua jalur itu, maka anak PBK pun tidak memiliki masa depan karena tidak memiliki pegangan (baca: sertifikat/ijazah) untuk bekal bekerja. Permendikbud ini justru tidak mengakui keberadaan pendidikan yang sah di jalur informal.
Jika memang dibuat untuk kepentingan pendidikan berbasis keluarga di jalur informal, Permendikbud seharusnya menyantumkan:
- Sistem ujian yang memang diperuntukkan bagi jalur informal, tidak menumpang pada jalur non formal dan formal.
- Cara belajar yang memang sesuai dengan pendidikan berbasis keluarga, bukan seperti sekolah.
- Pengakuan pada perbedaan individual tiap anak dan kondisi keluarga, tidak diseragamkan.
Sebenarnya kami berharap kemunculan Permendikbud dengan isi yang lebih berpihak pada kepentingan dan kondisi pendidikan berbasis keluarga. Pada UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 telah sah ada 3 macam jalur pendidikan, namun hanya informal yang tidak mendapat perhatian, justru diwajibkan pindah ke dua jalur yang lain.
Padahal, melalui pendidikan berbasis keluarga, potensi anak bisa dikembangkan dengan dahsyat, demikian juga dengan pembinaan karakter akan bisa mendapatkan tempat dan porsi yang optimal. Ini dikarenakan pendidikan berbasis keluarga ditangani oleh orangtua yang peduli pada anaknya, bukan sekedar menjalankan kewajiban administrasi pekerjaan. Bahkan orangtua yang penuh pengabdian ini tidak mendapatkan gaji, pendidikan berbasis keluarga juga tidak menyedot pendanaan dari pemerintah. Seharusnya, pendidikan berbasis keluarga ini mendapat porsi perhatian yang optimal, sama dengan kedua jalur lainnya yang notabene mendapatkan bantuan pendanaan. Kami tidak mengharapkan bantuan dana, kami hanya berharap supaya pemerintah membuat peraturan atau perundang-undangan, dan sistem ujian yang lebih khusus dan sesuai untuk jalur pendidikan berbasis keluarga atau jalur informal ini. Semoga segera muncul Permendikbud dengan isi baru yang lebih segar bagi kami, pendidikan berbasis keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H