Mohon tunggu...
Perempuan Brgrak
Perempuan Brgrak Mohon Tunggu... Freelancer - Move

Pencari keadilan, Melawan Penyerobotan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebut UU Kehutanan Lebih Hargai Hewan, Bukti Gagal Pahami UU

22 Februari 2019   14:02 Diperbarui: 22 Februari 2019   15:21 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Undang-Undang dan aturan pada dasarnya dibuat untuk mengatur kehidupan bermasyarakat supaya seimbang dan tidak ada pihak yang merasa ditindas. Sayangnya saat ini banyak pihak yang salah dalam memahami UU dan aturan, bahkan berusaha memelintir UU tersebut sesuai keinginannya.

Andi Surya selaku anggota DPD RI menyatakan bahwa masalah hak-hak atas lahan di Indonesia masih terganjal oleh sistem Belanda. "Dua hal yang masih mewarnai persoalan konflik lahan warisan Belanda yaitu lahan register dan lahan Grondkaart (GK) yang merupakan bukti dari peninggalan sistem Belanda dan masih mempengaruhi kebijakan agraria kita, dua hal ini secara kasat mata belum dapat diselesaikan oleh program reforma agraria", urai Andi Surya.

Ia juga mengatakan bahwa penduduk semakin berkembang dan membutuhkan ruang hidup masuk ke pinggiran kawasan register. Namun hal tersebut terganjal lantaran UU Kehutanan dan Lingkungan Hidup sehingga masyarakat tidak mendapat hak milik lahan. Ia bahkan menambahkan bahwa UU tersebut lebih menghargai hewan dan tumbuhan hutan dibanding manusia.

Mungkin Andi Surya lupa bahwa Hewan dan tumbuhan juga makhluk hidup yang berhak mendapatkan tempat tinggalnya. Keberlangsungan hidup kita juga bertumpu pada tumbuhan yang ada di hutan. Jika seseorang dibebaskan memiliki lahan tersebut maka hutan-hutan kita akan berubah menjadi perumahan. Hewan-hewan langka mungkin akan punah dan tumbuhan akan mati. Akibatnya keseimbangan makhluk hidup akan hilang dan imbasnya juga akan dirasakan manusia.

Selain UU tersebut, Andi Surya juga mengkritik Grondkaart sebagai bukti kepemilikan bantaran rel kereta api. Ia menyebutkan bahwa Grondkaart hanya gambar situasi Belanda untuk jaringan rel KA yang telah dimanfaatkan oleh PT KAI (Persero) sehingga warga masyarakat yang telah puluhan tahun tinggal di bantaran rel tidak dapat mensertifikasi hak milik lahannya karena diklaim oleh PT. KAI (Persero).

Sebagai informasi khususnya untuk Andi Surya, Grondkaart merupakan bukti kepemilikan yang sah dan sudah final. Hal ini dikatakan langsung oleh M Noor Marzuki, Staf Ahli Kementerian ATR/BPN.

Ada banyak bukti yang menguatkan Grondkaart, salah satunya surat Menteri Keuangan yang ditujukan kepada BPN pada tanggal 24 Januari 1995.

Parahnya lagi, Andi Surya menyebutkan bahwa PT KAI (Persero) sengaja memanfaatkan Grondkaart untuk mengklaim lahan bantaran rel. Pertanyaannya, apakah mungkin perusahaan BUMN yang diawasi oleh KPK dan BPK serta Kementerian BUMN akan bertindak curang?

Transportasi kereta api kedepannya akan meningkat lebih baik dan tidak menutup kemungkinan lahan sekitar bantaran rel diperlukan guna pembangunan, double-double track misal. Jika bantaran rel dihuni oleh masyarakat lantas bagaimana pemerintah dapat melangsungkan pembangunan?

Andi Surya sebagai anggotan DPD ternyata masih belum benar dalam memaknai UU. Hal ini sangat berbahaya karena dapat merusak tatanan dan aturan yang telah diatur sedemikian rupa. Jika ia dengan seenaknya memaknai UU dan memaksakan UU tersebut sesuai kehendaknya maka keadilan tidak lagi didapat.

Semoga pemerintah segera mengambil keputusan atas permasalahan ini. Setiap warga negara memang berhak mengeluarkan pendapat, namun tidak berhak mengadu domba.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun