Mohon tunggu...
Perempuan Brgrak
Perempuan Brgrak Mohon Tunggu... Freelancer - Move

Pencari keadilan, Melawan Penyerobotan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Basko Rugikan Negara Sejak 2004

8 Maret 2018   08:59 Diperbarui: 8 Maret 2018   09:11 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perintah eksekusi lahan milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang dimanfaatkan oleh Basrizal Koto pada tanggal 18 Januari lalu telah memasuki babak baru, Basko melaporkan tujuh orang yang dinilai berperan dalam ekseskusi tersebut. 

Ketujuh orang itu adalah Sulthon selaku Vice President PT. KAI Divre II Sumbar pada waktu itu, Manager Aset PT. KAI Divre II Sumbar, kuasa hukum PT KAI, Mario Eka Putra dan Zahirullah dari Badan Pertanahan Nasional dan Reflizailus serta Basrul dari Pengadilan Negeri Padang. 

Tujuh orang tersebut dilaporkan atas tindak pidana penyerobotan, penyalahgunaan wewenang, pengrusakan dan memasuki pekarangan tanpa hak seperti yang diatur dalam pasal 385, 420, 406 dan 167 KUHP. Hal tersebut diungkapkan oleh Jon Matias selaku penasehat hukum Basko dalam salah satu portal media online milik Basko yakni harianhaluan.com.

Pada dasarnya eksekusi tersebut merupakan perintah dari Pengadilan Negeri Padang berdasarkan keputusan terakhir Mahkamah Agung (MA) di tingkat Kasasi dengan Nomor 604/K/pdt/2014 yang menjelaskan bahwa PT. KAI (Persero) adalah pemilik sah lahan sengekta tersebut. 

Merasa tidak terima, pihak Basko kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang kemudian PK tersebut ditolak oleh MA pada tanggal 20 September 2017. Dari keputusan pengadilan dan ditolak nya PK yang diajukan Basko, bisa disimpulkan bahwa lahan tersebut adalah milik PT. KAI (Persero) secara sah, tentunya para hakim mempunyai pertimbangan yang cukup matang dan bukti yang disajikan oleh pihak KAI pun kuat.

Eksekusi tersebut juga memiliki ketetapan hukum yang kuat karena ini adalah putusan dari PN Padang dan BPN pun dilibatkan untuk mengukur lahan sengketa yang akan dieksekusi. Institusi seperti Polri dan TNI juga turut dilibatkan dalam pengamanan dan pihak PT. KAI (Persero) Divre II Sumbar juga telah memberikan peringatan terkait eksekusi tersebut. Artinya semua SOP telah dilakukan dengan baik sesuai prosedur.

Secara singkat, kasus ini berawal dari perjanjian sewa menyewa lahan yang terletak di lokasi Basko Minang Plaza tepatnya di Kel. Air Tawar, Kec. Padang Utara, Kota Padang yang disewa oleh PT Basko Minang Plaza pada tahun 1994. 

Perjanjian sewa-menyewa tersebut terus diperpanjang hingga tahun 2004 yang kemudian pada tahun 2004 sudah tidak ada lagi perpanjangan sewa-menyewa antara kedua pihak. Artinya lahan tersebut seharusnya diserahkan kepada pemilik yang sah dan berhak yakni PT. KAI (Persero) Divre II Sumbar, namun hal itu tidak dilakukan dan bahkan pada tahun 2010 muncul sertipikat lahan tersebut atas nama Basrizal Koto. Ironisnya, pihak Basko tidak mengakui sewa-menyewa yang telah mereka sepakati dengan pihak PT. KAI dan bahkan melaporkan PT. KAI dengan tuduhan melakukan pemalsuan dokumen perjanjian sewa-menyewa.

Ilustrasi foto by : beulanggeungtanoh.blogspot.com
Ilustrasi foto by : beulanggeungtanoh.blogspot.com
Munculnya sertipikat tersebut menimbulkan tanda tanya besar, pasalnya PT. KAI (Persero) memiliki bukti yang kuat atas kepemilikan lahan tersebut yakni Grondkaart yang seharusnya lahan tersebut tidak bisa disertipikatkan oleh pihak lain. Meskipun pihak Basko mengatakan bahwa Grondkaart tidak cukup kuat untuk dijadikan bukti namun pada kenyatannya Grondkaart diakui oleh MA sehingga memenangkan PT. KAI (Persero) dalam kasus ini. Dari kronologi singkat ini bisa dilihat siapa yang sebenarnya melakukan tindak penyerobotan lahan. Jika dilogika, PT. KAI (Persero) tidak mungkin mengklaim dan melakukan penertiban tanpa adanya dasar yang kuat.

Ulah Basko ini tentunya menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi negara karena telah melakukan penyerobotan aset negara dan bahkan melakukan segala upaya untuk mengambil kembali aset tersebut. Apabila pihak Basko berbicara kerugian, maka bisa dipastikan kerugian negara jauh lebih banyak dibanding kerugiannya. Bayangkan saja sejak tahun 2004 silam lahan tersebut terus dimanfaatkan tanpa memenuhi kewajiban sebagai penyewa, belum lagi kerugian yang ditimbulkan untuk menyelesaikan kasus ini.

Sekedar saran, lebih baik Basko mengakui kesalahannya dan menerima keputusan pengadilan karena jika diteruskan akan menimbulkan kerugian yang lebih banyak bagi semua pihak. Lahan tersebut adalah lahan sah milik PT. KAI (Persero) yang artinya merupakan aset milik negara, sudah seharusnya kita menjadi warga yang baik dengan turut menjaga aset negara bukan malah menyerobotnya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun