Aktifitas penambangan pasir di kawasan perbukitan desa cintaraja menimbulkan perubahan lingkungan yang sangat signifikan, udara menjadi panas, sumber-sumber air menjadi sangat berkurang karena sumber mata air menjadi mengering akibat bukit-bukit yang hilang menjadi rata. Hal ini sudah bisa dirasakan pada saat ini juga, bahwa menjelang musin kemarau sekarang ini keberadaan sumber-sumber air menjadi tidak ada.
Desa cintaraja masih memiliki sedikitnya dua puluh tujuh (27) bukit yang tersisa. Saya menyakini bukit-bukit yang berada di wilayah Desa Cintaraja merupakan salah satu kawasan Bukit Sepuluh Ribu (Ten Thousand Hills). Keberadaan bukit-bukit ini sangat rentan kepunahannya karena sampai sekarang upaya penggalian masih terus berlangsung. Saya khawatir dalam jangka lima (5) tahun kedepan keberadaan bukit-bukit ini menjadi benar-benar hilang tidak tersisa dan berubah bentuk menjadi pemukiman.
Kondisi ini juga mulai menyadarkan masyarakat sekitar menjadi sadar akan pentingnya keberadaan bukit-bukit tersebut dan sebagian besar masyarakat cintaraja khususnya masyarakat kalawagar Desa Cintaraja menolak keras akan adanya aktifitas penggalian pasir di bukit-bukit ini.
Polemik ini sudah memanas antara masyarakat dan para pengusaha galian pasir. Disatu sisi masyarakat yang sadar akan manfaat keberadaan bukit-bukit ini mempertahankan dengan sekuat tenaga untuk menjaga dan melestarikan bukit-bukit ini, disatu sisi pemilik lahan tanah perbukitan mempunyai hak untuk menjual tanah miliknya kepada siapapun termasuk kepada para pengusaha galian pasir karena terbentur akan kebutuhan hidup. Kondisi ini tentusaja menjadi incaran para pengusaha tambang galian pasir atau galian C karena secara ekonomi sangat menguntungkan. Kalaulah para pengusaha ini sadar akan manfaat keberadaan bukit-bukit ini tidak hanya memburu keuntungan sesaat, maka para pengusaha ini bisa menginfestasikan uangnya untuk menjadikan bukit-bukit ini sebagai kawasan hutan kota yang bisa dijadikan tempat rekreasi atau dijadikan hutan rekreasi seperti di malang dengan kebun apel nya. Dan itu lebih menjanjikan keuntungannya Cuma mungkin dari segi waktu memang memerlukan waktu yang agak lama.
Aktifitas penggalian pasir di bukit-bukit ini tidak ada satupun yang memiliki ijin pertambangan karena kawasan ini sudah di tetapkan menjadi kawasan perkotaan dan bukan menjadi kawasan pertambangan. Dikompirmasi kepada bapak Atep Dadi Sumardi, ST, MT kasi bagian Hukum DISTAMBEN Kabupaten Tasikmalaya, DISTAMBEN tidak mengeluarkan ijin pertambangan apapun di kawasan ini dari tahun 2011. Hal ini di perjelas dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya No 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tasikmalaya 2011-2031, Pasal 8 menyebutkan bahwa kawasan Kecamatan Singaparna di tetapkan sebagai kawasan perkotaan. Kalaupun ada perbukitan itu sudah masuk pada kawasan hutan kota yang diperuntukan untuk kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang bisa di manfaatkan salah satunya untuk hutan rekreasi dan pembelajaran. Pemberian sanksi bagi pelanggar tata ruang dapat di berikan melalui tiga tingkatan, yakni hukum pidana tiga tahun dan denda 500 juta bagi pengusaha yang sengaja merubah peruntukan ruang, pidana 8 tahun dan denda 1,5 Milyar bagi pengguna yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan pelanggaran yang mengakibatkan korban jiwa akan di kenakan hukum pidana sampai 15 tahun dan denda 5 Milyar. Sanksi-sanksi pidana dan administratif tersebut telah tertuang dalam UU Penataan Ruang.
Selain itu ketika kawasan ini sudah di tetapkan menjadi kawasan perkotaan maka yang terjadi adalah proses perijinan, berarti praktek penambangan tidak boleh ada di wilayah itu karena berdasarkan perda itu sudah menyalahi aturan dan jika melanggar maka sudah memasuki wilayah hukum karena melanggar perda dan sangsinya jelas pidana yang tertuang pada PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN. BAB IV, KRITERIA GANGGUAN Pasal 4, (1) Kriteria gangguan adalah meliputi : a. Lingkungan; b. Sosial Kemasyarakatan; c. Ekonomi. (2) gangguan terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. gangguan terhadap fungsi tanah, air tanah, sungai, laut, udara; dan b. gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan; setiapa orang yang melanggar ketentuan ini diancam pidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal 50 juta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H