Mohon tunggu...
yoga perdana
yoga perdana Mohon Tunggu... -

belajar menulis dan memahami tulisan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bercermin dari Anak Kecil

27 Agustus 2010   18:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:39 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebenarnya ini bukan sebuah pengalaman yang menyenangkan untuk diceritakan karena ibaratnya menceritakan aib sendiri, namun sebuah pengalaman yang menarik bagi saya untuk saya ceritakan ke kalian karena melihat fenomena anak ajaib akhir-akhir ini.

Beberapa hari lalu, saya ke kampus hingga sore dan sebenarnya kegiatan saya hanya sampai pukul 15.00 wib, dikarenakan saya menunggu seseorang untuk pulang bareng maka saya putuskan untuk menunggu di belakang kampus tepatnya di warung kopi langganan saya waktu aktif berkegiatan dikampus dulu. Sebuah warung sederhana pinggir jalan dengan satu gerobak,hanya ada satu meja dan dua bangku panjang untuk duduk. “Bu To kopi”, ujar saya saat datang. Ibu Harto namanya, biasa disapa Bu To oleh langganan warungnya. Sekilas Bu To seperti seorang ibu-ibu tua biasa yang terampil memasak dan menyajikan kopi tentunya. Tapi ada hal yang saya suka dari dulu ngopi di warung Bu To, sosok Bu To menjadi daya tarik tersendiri bagi yang sudah mengenal akrab beliau. Bukan karena seksi atau parasnya yang cantik tentunya, karena usianya sudah senja. Namun Bu To adalah orang yang latah berat dan lucunya latahnya biasa menyebut hal-hal yang jorok dalam bahasa jawa. Yaa joroklah pokoknya…..tidak bisa saya sebutkan disini joroknya seperti apa, jadi teman-teman atau langganan warung Bu To sering tertawa saat membuat Bu To latah, kadang kasihan kadang juga lucu karena saya dulu juga sering mengerjai Bu To….Maaf Bu To

Sekilas keunikan tentang Bu To mungkin cukup karena sore itu ada keunikan lain menurut saya tanpa melibatkan kelatahan Bu To meski masih ada kaitannya dengan perempuan tua ini. “ Sama mie mas yoga???”, Bu To menawarkan mie kepada saya, namun saya masih kenyang dan hanya memessan kopi. Sembari minum kopi sore hari dalam keadaan hujan rintik-rintik dan menunggu tentunya, saya membaca buku. Sesaat kemudian secara tidak sengaja saya melihat salah satu teman akrab sewaktu di organisasi kampus dulu keluar dari rental komputer beberapa meter dari warung Bu To. Karena saya disana sendiri dan dia adalah salah satu teman saya yang konyol dengan tubuh kecil dan rambut kribo nggak jelasnya. Saat itu juga saya spontan memanggil dengan berteriak karena jaraknya lumayan jauh, saya bukan memanggil namanya tapi meneriakinya dengan bahasa sapaan khas anak muda Malang yang bercampur unsur “misuh” atau mengumpat. “Hey Cuk!!!!” teriak saya, karena bahasa “Jancuk” atau disingkat “Cuk” biasa digunakan dalam pergaulan sehari-hari disini meski dengan teman bermaksud untuk bercanda atau tanda sebuah keakraban kadang. Ternyata dia entah tidak melihat saya atau sedikit lupa dengan saya karena potongan rambut saya yang berbeda. “ Cuk mreneo koen!!!” ( kesini kamu !!! ). Baru beberapa kali saya teriak dan mengumpatnya dia sadar kalau yang meneriakinya adalah saya, teman lamanya. Dia hanya tertawa setelah tahu lalu dia membalas berteriak “Lapo koen Cuk???” ( ngapain kamu ???), tiba-tiba ada ibu-ibu yang nyeletuk di belakang saya “ Mas jare anakku, mas e ngomonge jorok” ( Mas kata anakku, masnya ngomongnya jorok ), sambil menggendong anaknya. Jujur saya kaget ada anak kecil dibelakang saya yang mendengar semua umpatan saya daritadi, saya menoleh melihat anak itu kemudian saya meminta maaf pada anak itu dan anak itu hanya tersenyum sambil memainkan jari-jari kecilnya dimulut. Lalu sang ibu bertanya kepada si kecil “ Iso nirukno mas e mau ngomong opo???” ( bisa menirukan masnya tadi ngomong apa?? ). Si kecil ini menjawab dengan lugu “ Ora iso soale ngomong elek!!” ( nggak bisa soalnya ngomongnya “jelek” ). Kemudian saya tanya anak ini, “ Namanya siapa dik, koq udah pinter gitu??”, dia menjawab dengan bahasa yang masih belum lancar “ Rizky “, jawabnya. Ternyata Rizky baru berumur 3 tahun. Saat saya tahu usia Rizky saya jadi ingat video kiriman teman saya di facebook dan juga video yang sedang gempar di dunia maya tentang seorang anak berumur 3 tahun menjadi “ preman kecil ” saat teman-teman sebayanya baru belajar mengeja dan mencerna apa yang mereka dengar. Si Sandy sudah lafal dan khatam mengucapkan kata-kata umpatan dan jorok bahkan menghisap rokok dengan fasih, padahal saya belajar merokok saat SMP. Saat pertama kali diperlihatkan video itu oleh teman, saya benar-benar terkejut karena melihat anak pintar seperti bukan balita lagi tapi orang dewasa yang menjelma menjadi balita. Bahkan saya dan teman saya bercanda bahwa sebenarnya Sandy adalah anak indigo ( memiliki kecerdasaan bawaan yang luar biasa diatas rata-rata ) tetapi memilih sayap kiri. Nah sekarang saya menemukan sayap kanannya, yaa Si Rizky ini karena selain sudah “mengejudge” saya berbicara kotor, dia mengucap “ Alllahuakbar” saat ada petir sore itu. Saya kembali tersenyum mendengar ucapan anak 3 tahun ini, lalu saya iseng-iseng bertanya kepada ibunya “ Bu Rizky udah diajari ngaji ya???”, “ Mboten mas!!nggih cuma mireng tiyang-tiyang ngomong mawon, tapi sampun diajari ingkang elek kaliyan apik ingkang pareng nopo mboten sing pundi.”( Tidak mas!! Ya cuma denger orang-orang ngomong aja, tapi suadah diajari mana yang jelek atau yang baik, yang boleh atau tidak dilakukan yang mana ). Jarang saya menemui balita seperti ini, dengan latar belakang yang “kurang” menurut saya, karena ibunya hanya penjual rujak disamping warung kopi Bu To dan ternyata Rizky adalah salah satu cucu Bu To. Lalu saya jadi ingat yang dikatakan Kak Seto seorang aktivis pemerhati anak, di salah satu koran saat mengunjungi Sandy si “ preman kecil”. Bahwa anak kecil, balita terutama adalah peniru paling handal sedunia. Jadi hati-hati jika mengajarkan sesuatu atau melakukan sesuatu didekat balita. Memang sekilas saya melihat perhatian ibunda Rizky terhadap buah hatinya itu tidak kurang meski profesinya hanya pedagang rujak dan memiliki dua orang anak laki-laki. Saat akan pulang setelah bercanda dengan Rizky, kakaknya Rizky yang masih SD saya lupa namaya, dia berjalan menghampiri warung ibunya setelah dari mengaji di masjid, kemudian dia membantu ibunya membereskan barang-barang di warung rujaknya yang akan tutup dan si kecil Rizky hanya tengkurap dan berpangku dua tangan sambil melihat kakak serta ibunya mengangkat barang-barang, woow seperti pemandangan di sinetron “keluarga cemara” kalau kalian masih ingat. Akhirnya saya berpamitan karena orang yang saya tunggu sudah datang. “ Bu To pulang dulu, matur suwun...salam buat Rizky ya” , “iyaa mas yoga...” jawabnya. Kemudian Bu To berteriak “Rizky oleh salam teko mas yoga, diomong pinter karo mas yoga” ( Rizky dapat salam dari mas yoga, kamu dibilang pintar). Saya melangkahkan kaki untuk pergi dari sore yang mengejutkan dan memberi jawaban masih ada yang baik diantara yang buruk dan semoga saja Bu To jika latah tidak dekat-dekat dengan cucunya atau beliau bisa dimarahi oleh Rizky seperti saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun