[caption caption="Penunjukan Duta Akrual tingkat Kantor Pusat Kementrian/Lembaga"][/caption]
Tanggapan tulisan Bapak Muhammad Anang Saefulloh dengan judul Kemenkeu Terlalu Memaksakan Diri, DJPB dan DJKN Harus Bertanggung Jawab
Oleh:Â Wahyu Triyoga
Yth.
Bapak Muhammad Anang SaefullohÂ
Dalam perjalanannya, pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pemerintah, sejak berdirinya Republik Indonesia hingga saat ini mengalami perkembangan yang sangat dramatis dan melibatkan sumber daya yang masif, baik dari sisi Sumber Daya Manusia hingga pengembangan Infrastruktur. Akuntansi diperkenalkan dan digunakan untuk menyusun laporan keuangan pemerintah pusat ketika paket Undang-Undang Keuangan Negara diluncurkan sebagai pengganti ICW (landasan hukum administrasi dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara warisan VOC) tepatnya di tahun 2004, secara efektif penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mulai dilakukan di tahun 2006 untuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2005.
Dalam paket Undang-Undang Keuangan Negara tersebut terdapat beberapa amanah yang harus dilakukan pemerintah pusat agar dapat menyusun laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran, baik di tingkat Kementerian Negara/Lembaga maupun Pemerintah Pusat. Di antara amanah tersebut, terdapat beberapa yang terkait langsung dengan penerapan akuntansi yakni penyusunan standar akuntansi pemerintahan dan penerapan akuntansi berbasis akrual. Ketika penerapan akuntansi berbasis akrual harus dijalankan sesuai amanah peraturan perundangan yang telah ditetapkan maka segala upaya dilakukan pemerintah pusat.
Dengan demikian Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara/Pengelola Barang (BUN/PB) yang memiliki kewenangan untuk menyiapkan sistem akutansi berusaha membantu Kementerian Negara/Lembaga dalam penyiapan infrastruktur berupa aplikasi pendukung untuk penyusunan laporan keuangan. Aplikasi pendukung tersebut sejak awal telah dikembangkan secara mandiri oleh Kementerian Keuangan melalui proses yang penuh kehati-hatian – Uji Tuntas (due diligence process) – yang menangkap kebutuhan pengguna berdasarkan peraturan atau prosedur yang ada, dan sebelum diluncurkan aplikasi telah melalui uji keberterimaan pengguna aplikasi (User Acceptance Test).
Kewajiban satuan kerja selaku pelaksana anggaran (Kuasa Pengguna Anggaran) untuk melakukan rekonsiliasi diatur dalam sistem akuntansi yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan (Peraturan Menteri Keuangan). Dalam praktek, proses rekonsiliasi membutuhkan sumber daya yang begitu banyak karena beberapa hal, baik faktor aplikasi dan data maupun faktor kemampuan Sumber Daya Manusia. Rekonsiliasi merupakan kegiatan mencocokan data satuan kerja dengan Bendahara Umum Negara.
Faktor aplikasi dan data dalam kegiatan rekonsiliasi menjadi perhatian penting bagi satuan kerja maupun BUN/PB karena pengembangan aplikasi untuk mencapai kesempurnaan terus diupayakan oleh kementerian keuangan. Disamping itu, pelayanan yang diberikan kementerian keuangan untuk membantu proses rekonsiliasi maupun penyusunan laporan keuangan juga diwujudkan dalam perbaikan aplikasi tersebut. Kementerian Keuangan melakukan pengembangan aplikasi sebagai wujud perkembangan tuntutan perbaikan pengendalian internal maupun praktek terbaik pengelolaan keuangan yang akan dihadapi di masa mendatang. Aplikasi terintegrasi merupakan sasaran atau tujuan pengembangan aplikasi bagi kementerian keuangan, Aplikasi SAIBA (Sistem Aplikasi Instansi Berbasis Akrual) dan SIMAK-BMN (Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara) menjadi tolok ukur pengembangan aplikasi terintegrasi tersebut.
Ketika proses rekonsiliasi, substansi data atau isi data yang menjadi acuan satuan kerja menjadi tanggung jawab satuan kerja untuk memperbaiki sesuai kondisi yang nyata bila ditemukan ketidaksesuaian dengan BUN/PB. Selanjutnya, basis akrual sebagai landasan penyusunan laporan keuangan satuan kerja atau Kementerian Negara/Lembaga tidak semata bergantung kepada aplikasi tersebut namun juga diperlukan Sumber Daya Manusia untuk mengidentifkasi ketepatan isi data. Penyusunan Laporan Keuangan yang berkualitas tentu akan memperhatikan kehandalan isi data laporan keuangan. Oleh karena itu, perlu kiranya penyusun laporan keuangan satuan kerja maupun Kementerian Negara/Lembaga untuk bekerja sama dengan Kementerian Keuangan selaku BUN/PB melakukan perbaikan dari sisi proses maupun substansi untuk menyajikan informasi yang berkualitas dalam laporan keuangan.
Dapat kami simpulkan, bahwa perbaikan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah berbasis akrual merupakan keniscayaan dan perbaikan yang disertai nilai-nilai kementerian keuangan dan kerjasama yang baik dengan satuan kerja dan Kementerian Negara/Lembaga mampu mendukung satuan kerja dan Kementerian Negara/Lembaga dalam penyusunan laporan keuangan berbasis akrual.