Oleh: Irwan Susanto
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dewasa ini yang hampir menjangkau setiap sisi kehidupan dan berpengaruh pula terhadap cara bersosialisasi dan berkomunikasi, tidak terkecuali juga bidang kehumasan (public relation). Kehumasan mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, jika dahulu humas memanfaatkan media konvensional seperti layar kaca dan surat kabar, di era cyber ini berbagai media seperti: website, jejaring sosial berbasis lokasi ataupun video, dan instant messenger dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi perusahaan/organisasi kepada masyarakat.
Bertambahnya media yang dapat dimanfaatkan untuk tugas kehumasan tersebut, maka bertambah pula keterampilan yang dibutuhkan oleh para praktisi kehumasan. Jika dahulu PRO (Public Relation Officer) dituntut mampu menguasai komunikasi secara lisan dan tertulis yang bersifat satu arah, di era cyber ini para PRO dituntut mampu berkomunikasi dua arah melalui media-media sosial internet seperti blog, forum. Selain kemampuan berkomunikasi secara tulisan, PRO juga membutuhkan keterampilan tambahan berupa design grafis, video editing, blogging serta SEO (Search Engine Optimization). Para PRO mau tidak mau, suka tidak suka harus mengakrabi media online seperti website, blog, forum, milist-milist, instan messenger (WA, BBM, Telegram dan lain-lain), jejaring sosial (Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, Path, dan lain sebagainya) karena media inilah yang akan digunakan untuk mengenalkan produk dan mendekatkan perusahaan/organisasi kepada publik.
Penggunaan media internet memang memiliki kelebihan-kelebihan di banding media konvensional dalam penyebaran informasinya. Diantara kelebihannya adalah:
- Informasi dapat disampaikan secara cepat kepada publik;
- Dapat berfungsi sebagai media advertising, marketing, penyebaran informasi dan promosi;
- Dapat diakses oleh siapa saja;
- Cakupan yang luas, tidak berbatas ruang dan waktu;
- Dapat berkomunikasi dua arah.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, sebagai salah satu unit di bawah Kementerian Keuangan sangat menyadari perubahan ini. Strategi kehumasan yang diterapkan selama ini diubah sesuai dengan perkembangan teknologi informasi terkini. Selama ini masih banyak masyarakat yang tidak mengenal institusi Ditjen Perbendaharaan dibandingkan dengan unit lainnya di Kementerian Keuangan seperti Ditjen Pajak ataupun Ditjen Bea dan Cukai. Ditjen Perbendaharaan mengidentifikasi para pegawainya yang mempunyai talent di bidang PR melalui lomba kehumasan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk mengenalkan organisasi serta produknya ke masyarakat luas, terutama peran strategis Ditjen Perbendaharaan sebagai pengelola Keuangan Negara.
Belakangan ini ada satu fenomena strategi kehumasan yang berkembang yang dapat dijadikan suratu masukan. Suatu konsep bahwa peran kehumasan dapat dilakukan tidak hanya pada bidang/divisi khusus, tetapi setiap pegawai dapat menjadi PRO bagi organisasinya. Hal ini bisa dan sangat dimungkinkan karena perkembangan teknologi gadget yang kian mobile. Setiap pegawai hampir semuanya mempunyai gadget berupa smartphone atau tablet. Melalui gadget itulah setiap pegawai kegiatan-kegiatan kehumasan.
Strategi ini telah ditetapkan oleh tim relawan salah satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan diteruskan untuk memenangkan salah satu calon presiden. Mereka hanya relawan yang dikumpulkan berdasarkan kesamaan tujuan. Mereka melaksanakan kegiatan PR, mengenalkan produk kepada masyarakat, membuat “branding image” produk, membentuk opini dan lain sebagainya. Saya tidak perlu menyebutkan nama dari tim relawan ini, namun sepak terjang mereka terkadang meresahkan, karena mereka tidak segan-segan mem-bully komentar-komentar pihak yang tidak sepaham dengan mereka.
Mari kita berhitung, pegawai Ditjen Perbendaharaan sekira 8000-an pegawai aktif. Jika diasumsikan 75% adalah pengguna internet aktif maka kita mempunyai 6000-an pegawai yang siap melakukan kegiatan kehumasan. Belum lagi jika 1 orang pegawai tersebut mempunyai akun minimal 5 akun berbeda (akun “hantu”), kita mempunyai sekira 30.000 akun yang akan melakukan fungsi kehumasan Ditjen Perbendaharaan di internet. Dapat diperkirakan jumlah akun ini mengalahkan tim relawannya “Mbak Dee” yang hanya sekira 10.000-an (termasuk akun “hantu”nya?).
Kita dapat menerapkan strategi kehumasan diatas dengan tetap memperhatikan adab dan sopan santun (kehumasan positif), karena dengan jumlah PRO yang demikian besar sangatlah mudah untuk membelokkan opini dan membuat sebuah hoax (berita yang belum tentu kebenarannya) menjadi sesuatu yang bisa dipercaya oleh publik.
Memang tidak mudah mengorganisasikan jumlah PRO yang sedemikian besar, akan tetapi dengan koordinasi dan komunikasi yang solid dan intens, bukan tidak mungkin jumlah yang besar itu dapat dikelola dengan baik.
Akhir kata, semoga Ditjen Perbendaharaan sebagai salah satu instansi vertikal di bawah Kementerian Keuangan semakin dikenal luas oleh masyarakat, baik peran dan fungsinya dalam mengelola keuangan negara, terutama perannya sebagai penyalur anggaran kepada Kementerian dan Lembaga sehingga berjalannya aktivitas pembangunan di segala bidang demi tercapainya masyarakat yang maju dan sejahtera.