Mohon tunggu...
Permata Perbendaharaan
Permata Perbendaharaan Mohon Tunggu... PNS -

Halaman Lomba Kehumasan Ditjen Perbendaharaan 2015. dibangun untuk meningkatkan pengenalan masyarakat Indonesia terhadap tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ganti Rugi Korban Lapindo dan Bendahara Negara

23 Agustus 2015   21:31 Diperbarui: 15 September 2015   09:51 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Amirsyah

Hari Jumat minggu lalu, 14 Agustus 2015 adalah hari yang membahagiakan bagi warga korban lumpur Lapindo. Akhirnya mereka mendapatkan ganti rugi yang telah ditunggu hingga bertahun-tahun. Witanto seorang guru SMP, termasuk salah satu dari puluhan warga yang telah mendapatkan ganti rugi. Witanto berdebar-debar saat melihat jumlah saldonya di ATM tertulis Rp750.000.000. Teman-temannya juga memberitahukan bahwa rekening mereka telah terisi dana ganti rugi dari Bendahara Negara. (sumber)

Mungkin ada yang bertanya-tanya, kok dana ganti rugi berasal dari Bendahara Negara? Bukankah Lapindo adalah perusahaan swasta? Seharusnya ganti rugi berasal dari rekening milik Lapindo, bukan dari Bendahara Negara.

Sebenarnya istilah yang sesuai Undang Undang bukanlah Bendahara Negara, tetapi Bendahara Umum Negara (BUN). Sesuai UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 ayat (15) “Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. Selanjutnya dalam pasal 7 ayat (1) ditegaskan bahwa “Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara”. Dalam ayat (2) dinyatakan 19 jenis kewenangan Bendahara Umum negara diantaranya adalah melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum negara; memberikan pinjaman atas nama pemerintah; dan menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara (Kuasa BUN).

Sebagaimana banyak diberitakan, bahwa ganti rugi untuk korban lumpur Lapindo ditalangi oleh negara melalui APBN atau tepatnya APBN Perubahan (APBN P) 2015. Pada awalnya dalam APBN 2015 tidak ada alokasi dana talangan tersebut, namun Presiden Jokowi memutuskan mengalokasikan dana talangan guna mempercepat penyelesaian ganti rugi korban lumpur Lapindo agar tidak membuat korban makin menderita.

Dana talangan ini adalah pinjaman berbunga rendah kepada PT. Lapindo yang harus dibayar sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 10 Juli 2015. Pinjaman sebesar Rp781.688.212.000,00 kepada pihak Lapindo akan disalurkan kepada korban luapan lumpur Sidoarjo melalui Satuan Kerja Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (sumber). Pemerintah diwakili oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro bertindak sebagai pihak pertama atau pemberi pinjaman. Pihak kedua atau penerima pinjaman diwakili oleh Presiden Lapindo Brantas Inc. Tri Setia Sutisna dan Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam. (sumber).

Konsekuensi dari perjanjian tersebut, pembayaran ganti rugi harus melalui mekanisme APBN, yaitu diotorisasi melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Bagian Anggaran 999.99 Satuan Kerja Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (Satker Bapel BPLS) dan pencairan dananya melalui Bendahara Umum Negara (BUN) yang dikuasakan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Kuasa BUN.

Dana ganti rugi dikirim langsung melalui bank operasional KPPN ke rekening milik masyarakat di Peta Area Terdampak 22 Maret 2007. Data rekening korban didapatkan dari proses validasi atas data hasil verifikasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Witanto dan puluhan warga korban lumpur Lapindo lainnya adalah gelombang pertama yang menerima pelunasan ganti rugi melalui APBN P Tahun 2015. Warga korban lainnya akan segera mendapatkan pembayaran ganti rugi pada gelombang berikutnya.

Pembayaran dana ganti rugi ke rekening masyarakat korban lumpur Lapindo dilakukan dengan mengajukan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada KPPN oleh satker Bapel BPLS. SPM tersebut berupa data elektronik khusus yang di dalamnya terdapat data rekening penerima ganti rugi. KPPN memproses SPM sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelakaanaan APBN. Prosesnya melalui sistem IT yang terintegrasi bernama Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). SPM yang benar dan memenuhi syarat akan diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Kemudian secara online Bank Operasional untuk mentransfer dana ke rekening penerima dana ganti rugi. Waktu yang diperlukan untuk mentransfer dana ke rekening yang dituju hanya beberapa jam saja atau paling lama tidak sampai satu hari kerja.

Berdasarkan pengalaman bekerja di KPPN, kadangkala ada oknum yang mencoba melakukan pungli dengan mencatut nama pegawai-pejabat KPPN untuk mendapatkan imbalan dari penerima dana. Pungli juga bisa terjadi sebelum pengajuan SPM ke KPPN seperti yang dilaporkan oleh seorang warga kepada Menteri PU-Pera, yaitu ada oknum yang meminta imbalan saat dilakukan validasi data korban (Sumber).

Warga korban lumpur Lapindo jangan sampai memenuhi permintaan pungli dari pihak manapun dengan alasan apapun. Tidak ada potongan sepeserpun terhadap ganti rugi yang akan mereka terima, bahkan tidak pula dipotong pajak penghasilan. Sistem dan prosedur kerja di KPPN sudah teruji dalam mengeliminasi terjadinya pungli dan gratifikasi. KPK pun memberikan penghargaan kepada KPPN sebagai institusi yang bersih dari pungli dan gratifikasi. Ikuti saja prosedur formal yang telah ditetapkan dan selanjutnya tinggal menunggu uang ganti rugi masuk ke rekening masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun