Pada Artikel kali ini saya membahas mengenai akad bai' istishna di bank syariah
Pengertian bai'istishna
- Istishna adalah akad jual beli berupa pesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu
disepakati antara pembeli (pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani'). - Istishna Paralel adalah bentuk akad Istishna antar nasabah (pembeli/mustashni') dengan penjual (pembuat/shani'), maka
untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni', si penjual membutuhkan pihak lain sebagai shani'. - Pembiayaan Istishna adalah penyediaan dana dari Bank kepada pelanggan untuk membeli barang sesuai dengan pesanan pelanggan Konfirmasikan harga pembelian kepada pembeli (pelanggan) dan pembeli (pelanggan) membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai keuntungan Setuju bank.
Pada dasarnya akad Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali jika memenuhinya
kondisi:
- kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; Dan
- perjanjian itu batal demi hukum karena timbul syarat-syarat hukum yang dapat
menghambat pelaksanaan atau penyelesaian kontrak.
Mekanisme pembayaran istishna harus disepakati dalam akad dan
itu dapat dilakukan dengan:
- Pembayaran di muka secara keseluruhan atau sebagian setelahnya
kontrak tetapi sebelum pembuatan barang. - Pembayaran pada saat pengiriman barang atau selama pemrosesan
pembuatan barang. Metode pembayaran ini dimungkinkan
Jangka waktu pembayaran sesuai dengan kemajuan pembuatan aset
Istishna.
Dasar Hukum Istishna
Mengingat bai' al-Istishna' merupakan kelanjutan dari bai' as-salam maka secara umum dasar syariah yang berlaku untuk bai' as salam juga berlaku untuk bai' al-Istishna'. Meski begitu, para ulama berdiskusi lebih basah bai' al-Istishna' dengan penjelasan sebagai berikut: Menurut mazhab Hanafi, bai' al-istishna' adalah akad yang dilarang karena bertentangan dengan semangat bai' qiyas. Mereka mendasarkan pada argumentasi bahwa prinsipal kontrak penjualan harus ada dan dimiliki
penjual.
Beberapa Hukoha modern berpendapat bahwa Bai al-Istishna sah Ini sebenarnya adalah penjualan normal karena didasarkan pada aturan umum Kiya dan Syariah. Penjual kemudian akan dapat mengambil barang pesanan dari: saat pengiriman barang berdasarkan kontrak; dan Sengketa mungkin timbul mengenai jenis dan kualitas barang. Hal itu bisa diminimalisir dengan mencantumkan spesifikasi pada produk. Hukum bai’ al-Istishna’ adalah boleh karena dapat memberikan keringanan, kemudahan kepada setiap manusia dalam bermuamalah.Â
Rukun dan Syarat Jual Beli Istishna
Rukun Istishna'
Bai' al-Istishna' merupakan salah satu perkembangan dari bai' as-salam, waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sedangkan pembayaran dapat dilakukan secara cicilan atau ditangguhkan. Karena bai' al-Istishna' adalah akad khusus dari bai' as-salam kemudian ketentuan dan dasar hukum syariat bai' al-Istishna' mengikuti istilah bai' as-salam, adapun rukun bai' al-Istishna'.Â
- Penjualan atau pengambil pesanan (shani')
- Pembeli atau pemesan (mustshni')
- Barang (mashnu')
- Harga (tsaman)
- Ijab Qobul (shighat)
Sedangkan syarat istishna' adalah sebagai berikut:
- Pihak yang berwenang secara hukum dan memiliki kekuasaan untuk
melakukan perdagangan. - Ridha atau kerelaan kedua belah pihak dan tidak ingkar janji
- Jika isi akad mengharuskan shani' (pembuat barang) hanya bekerja,
maka akad ini bukan lagi Istishna’, tetapi menjadi akad ijarah (sewa). - Pihak yang membuat negara kemampuan untuk memegang atau
membuat barang itu. - Mashnu' (barang atau benda pesanan) memiliki kriteria yang jelas,
seperti jenis, ukuran, kualitas, kuantitas, dll. - Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara'
(najis, najis, tidak jelas, atau tidak jelas) atau menyebabkan kerugian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H