[Kompasianival 2013] Kami untuk Indonesia:
Tak Ada Kata Terlambat untuk Berbuat Kebajikan
[caption id="attachment_303114" align="aligncenter" width="380" caption="kompasiana.com"][/caption]
“Orang yang melakukan kebaikan, mungkin belum menerima kebaikan, tapi sudah dijauhkan dari keburukan. “ (Mario Teguh)
Hari ini Rabu (20/11) sampai dari hari kemarin saya sibuk keluar-masuk ke sekolah-sekolah untuk menawarkan diri sebagai pengajar Jurnalistik dan Writing Clubs. Paling utama yang saya kunjungi adalah tempat dimana dulu saya menuntut ilmu, baik dibangku SMP maupun SMU untuk bangku kuliah itu nanti (baca: alumni). Karena yang paling urgent untuk saya “datangi” adalah merekayang masih beseragam putih-biru dan putih-abu-abu. Karena apa?
Mereka adalah generasi penerus bangsa ini. Masih berjiwa muda. Gelora semangatnya masih membara bahkan bisa labil. Kenapa saya lebih interest ke mereka. Karena saya tahu mereka memiliki bakat dan potensi diri yang cemerlang dan brilian. Jadi jika saya bisa mengarahkan hal yang lebih baik kenapa tidak! Ya, ketimbang mereka asyik bergalau ria di Facebook dan berkicau di Twitter saling mem-bully satu dengan yang lain lebih baik saya memberikan jalan yang lebih positif.
Saya tahu mereka sudah melek tekhonologi khususnya MedSos (baca: media sosial) dan selalu update dimana pun berada. Lihat saja perkembangan tekhologi setiap ponsel sudah ada fitur Facebook dan Twitter bahkan sampai What’s App. Apalagi sekarang ada yang namanya BB, android maupun gadget lainnya. Semua canggih dan modern. Tak pelak lagi gadget semacam itu bisa saja dijadikan ajang pergaulan (hedonis) juga serta berkomunikasi antar pribadi. Tapi jika hal itu terus berlanjut bisa jadi akan menjadi sebuah habbit bahkan freak! Semoga tidak!
Maka dari itu saya mempunyai ide dan gagasan memasuki sekolah-sekolah SMP maupun SMU hanya mengembangkan bakat dan potensi diri mereka yang untuk hal lebih baik. Jika semata-mata saya mencari uang tambahan untuk hidup. Itu tidak ada dalam pemikiran saya. Yang ada dalam pemikiran saya adalah bagaimana saya membawa mereka ke hal yang positif. Mengembangkan bakat dan potensi diri mereka yang ada untuk digali. Salah satunya saya ingin mengembangkat bakat dan potensi mereka dengan menulis. Siapa tahu diantara mereka ada yang menjadi Rachmania Arunita Si Penulis “Eiffel I’m In Love” yang booming di tahun 2000-an itu. Padahal awal sebelum menjadi novel, cerita fiksi itu hanya berbentuk lebaran poto kopian yang ditulis oleh Rachmania Arunita laludibagi-bagikan ke teman-teman kelasnya. Hingga lambat-laut akhirnya menjadi booming baik dari novel hingga di filmkan.
Hal ini pun terjadi juga dialami Raditya Dika Si Penulis “Kambing Jantan” yang semua berawal dari ia menulis blogg pribadinya yang natural dan apa adanya serta kocak. Ketika ada seorang pembaca bloggnya untuk meminta padanya kenapa tidak dibukukan. Alhasil, ketika dibukukan amazing! Buku itu best seller dan difilmkan juga.
Ya, Semua berawal dari sebuah bakat dan potensi diri yang ketika digali lebih lanjut akan menjadi sebuah kebajikan. Bukan itu saja juga mendapatkan uang dan serta kepuasan diri. Apalagi mereka bisa membuktikan menjadi anak tidak selamanya galau terus, kudet, dan foya-foya melainkan punya sisi positif pula. Salah satunya dengan menulis buku apa yang dilakukan oleh penulis berjiwa muda Rachmania Arunita dan Raditya Dika.
Itulah kenapa dari hari kemarin hingga sekarang saya sibuk keluar-masuk ke sekolah-sekolah. Hanya karena ingin mencari bakat dan potensi yang mereka miliki dibangku SMP dan SMU supaya lebih bermanfa’at dan positif. Walaupun keadaan saya sedang memburuk. Kesehatan saya makin menurun. Tetapi untuk melakukan kebajikan apapun saya lakukan. Tidak peduli ocehan dan omongan serta pem-bully-an dari yang memincingkan mata dan tidak suka.
Namun buat saya musty go on. Toh, saya lapar dan haus apakah mereka peduli? Lebih baik terlambat tapi bisa berbuat kebajikan untuk sesama (baca: orang lain) ketimbang saling sikut kanan-kiri dan saling menghina-dina serta ber-apriori membuat orang tersakiti secara tidak langsung. Lebih bermanfa’at untuk sesame (baca: orang lain). Dan itu lebih mulia. Karena hidup bukan semata-mata untuk menundukkan lawan atau musuh. Tetapi merangkul lawan dan musuh dengan kebajikan. Jadi tak ada kata untuk terlambat melakukan hal itu. Entahlah. No body perfect![]
Diruangtanpamatadantelinga,20112013
Piss, luv and laugh
Bung Tebe
-Budayakan berkomentar dengan bijak!-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H