Mohon tunggu...
Peradah Indonesia
Peradah Indonesia Mohon Tunggu... lainnya -

Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia [Indonesian Hindu Youth Association]. A non profit organization to promote Hindu youth empowerment for leadership and entrepreneurship. contact: infokom @peradah.org SMSCenter: 6281 3837 10000 follow us on Twitter @peradah website: www.peradah.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sinergi Atrip Menjaga Ketahanan Lingkungan Pariwisata

11 Maret 2015   08:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:49 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14260111601907492284

Bali sebagai salah satu daerah pariwisata yang sangat terkenal baik di dalam maupun luar negeri. Banyak faktor yang menyebabkan Pulau Dewata ini menjadi terkenal hingga ke kancah mancanegara. Selain faktor kebudayaan yang masih sangat kental, salah satu faktor yang tak kalah penting dalam mendukung eksistensi Bali di dunia pariwisata adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang asri dan indah sangat diidam-idamkan untuk dinikmati oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.

Namun, dalam kemajuan jaman dan pelaksanaan pembangunan dewasa ini, daya dukung lingkungan sering diabaikan, sehingga mengakibatkan kerusakan pada lingkungan. Berbagai bentuk kebijakan pembangunan ekonomi juga tak jarang harus mengorbankan kelestarian lingkungan. Selain itu, degradasi hutan juga diakibatkan oleh penebangan kawasan hutan untuk lahan pertanian dan pemukiman penduduk sebagai akibat populasi manusia yang terus meningkat. Kerusakan lingkungan termasuk degradasi hutan secara langsung tentunya akan sangat berdampak negatif bagi kehidupan manusia dan eksistensi provinsi Bali dalam dunia pariwisata, karena sesungguhnya yang dicari dan diidamkan oleh wisatawan adalah kealamian pulau Bali yang terjaga dengan baik.

Disisi lain, sejak dulu Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali dikenal sebagai desa tradisi dan salah satu daerah pariwisata terkenal yang sangat arif memanfaatkan kekayaan alam termasuk desa tempat tinggalnya. Desa Adat Tenganan Pegringsingan memiliki tata kelola lingkungan yang sangat dipatuhi oleh warga desa, dan telah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Dari 917 ha wilayahnya, 66,41 persen tanah di Desa Adat Tenganan Pegringsingan merupakan tanah tegalan yang sekaligus berfungsi sebagai hutan, 25,73 persen lahan persawahan, dan 7,86 persen merupakan wilayah pemukiman. Seluruh tanah tersebut adalah milik desa adat meskipun atas nama individu atau kelompok. Dalam pengelolaan lingkungan, Desa Adat Tenganan Pegringsingan memiliki aturan-aturan adat yang mengatur ketat dan organisasi adat khusus yang mengatur ketahanan lingkungan dan air berupa; Awig-awig desa adat, konsep hidup Tri Hita Karana, dan PSAB (Panitia Sarana Air Bersih).

Keberadaan Atrip (Awig-awig, Tri Hita Karana, dan PSAB) di Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang mengatur pengelolaan dan pelestarian lingkungan, membuat lingkungan di desa tersebut tetap terjaga sehingga dapat terus menjaga lingkungan pariwisata dan keajegan Desa Adat Tenganan Pegringsingan.

Desa Adat Tenganan Pegringsingan

Atrip merupakan singkatan yang penulis buat, merupakan kepanjangan dari A;Awig-awig, Tri; Tri Hita Karana, dan P; PSAB.Menurut Dharmika (1992), Awig-awig adalah suatu bentuk hukum tertulis yang memuat seperangkat kaidah-kaidah sebagai pedoman bertingkah laku dalam masyarakat dan disertai dengan sanksi-sanksi yang dilaksanakan secara tegas dan nyata. Awig-awig adalah perangkat aturan yang mengatur tatanan kehidupan komunitas tradisional Bali, yang dikenal sebagai desa pekraman. Awig-awig sebagai hukum adat bersifat khas karena adanya pembauran antara gejala hukum kasat mata dengan gejala hukum supranatural. Dengan demikian Awig-awig ini selalu berhubungan dengan unsur-unsur keagamaan dari penduduk sehingga bersifat suci dan sakral.

Pada umumnya setiap desa adat di Pulau Bali memiliki Awig-awig yang secara turun temurun tetap dilestarikan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat di desa adat tersebut. Setiap desa adat memiliki Awig-awig yang memuat keharusan dan larangan, masing-masing disesuaikan dengan perkembangan hidup masyarakatnya. Di Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Awig-awig sampai saat ini masih sangat dipatuhi dan ditaati oleh seluruh masyarakat di desa tersebut. Hal ini tidak terlepas dari ketatnya penerapan Awig-awig, dimana dalam penerapannya tidak pandang bulu dan bagi yang melanggar akan dikenai sanksi yang dapat berupa Dosen (peringatan, denda, dan melakukan tugas yang diperintahkan desa seperti mencari ijuk atau mengumpulkan batu kali untuk desa), Sikang (dilarang masuk ke rumah-rumah tetangga, ke kuil-kuil desa, dan ke Bale Agung), Penging (dilarang keras berjalan di depan kuil-kuil desa), Sapasumada (tidak boleh disapa dan diajak bicara oleh warga desa lainnya, jika si pelanggar bertanya kepada warga desa yang lain, maka hanya boleh dijawab satu kali saja pertanyaan tersebut), dan Kesah (dikeluarkan dari desa adat dan diusir dari wilayah desa).

Dalam Awig-awig Desa Adat Tenganan Pegringsingan banyak mengatur tentang pemanfaatan dan pelestarian lingkungan, termasuk dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang menyebabkan hutan dan lingkungan desa tetap lestari sehingga lingkungan pariwisata dapat tetap terjaga dengan baik. Beberapa aturan tersebut dituliskan dalam pasal 14 yaitu: (1) tidak boleh menebang pohon dengan sekehendak hati dan tidak boleh menebang pohon yang masih hidup. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenakan sanksi berupa denda uang sebesar 400 kepeng, dan kayu yang ditebang di sita oleh Desa Adat Tenganan Pegringsingan; (2) pohon boleh ditebang untuk keperluan bangunan atau untuk kayu api setelah pohon tersebut mati, (3) untuk pohon yang sudah mati, jika ingin dipotong harus dilaporkan kepada desa adat untuk kemudian diperiksa kebenarannya, (4) jenis pepohonan yang dilarang untuk ditebang misalnya kemiri, tehep, durian, cempaka, enau, pangi, dan nangka, dilarang ditebang jika pepohonan tersebut masih hidup.

Selanjutnya, (5) dengan alasan tertentu, misalnya karena menghalangi tumbuhnya pohon lain, pohon-pohon yang terlarang tersebut boleh ditebang setelah mendapat izin dari krama adat, (6) penebangan pohon yang masih hidup pada tanah sendiri boleh dilakukan untuk keperluan bahan bangunan bagi keluarga yang baru menikah. Penebangan boleh dilakukan dengan persetujuan desa adat, (7) penebangan pohon untuk keperluan desa seperti untuk memperbaiki Pura, boleh dilakukan dengan pertimbangan krama adat tanpa mempertimbangkan kondisi tumbuhan dan kepemilikannya.

Menurut Dhana (2006), Tri Hita Karana ialah suatu konsep yang ada di dalam kebudayaan masyarakat Bali yang berintikan pada keharmonisan hubungan antara manusia-Tuhan, manusia-manusia, dan manusia-alam yang merupakan tiga penyebab kesejahteraan jasmani dan rohani. Adanya konsep hidup ini dalam kehidupan masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan telah menuntun mereka untuk bersikap dan berperilaku ramah serta senantiasa menjaga keselarasan hubungan yang harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Dalam hubungannya dengan  kelestarian lingkungan, konsep Tri Hita Karana ini menuntun masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan untuk memelihara dan menjaga lingkungan dengan baik termasuk tanaman dan hutan agar tetap lestari sehingga sebagaimana telah dijelaskan di atas, lingkungan alam pariwisata di desa tersebut pun tetap terpelihara dengan baik.  Dengan kenyataan ini, antara Awig-awig dan konsep Tri Hita Karana saling mendukung dan saling menguatkan dalam menjaga kelestarian lingkungan.

PSAB yang merupakan singkatan dari Panitia Saranan Air Bersih adalah organisasi masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang bekerja dalam bidang perairan dan lingkungan, sehingga kelestarian lingkungan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan tetap terjaga. Orang-orang yang tergabung dalam organisasi PSAB adalah masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang ingin mengabdi dan didasari oleh rasa ikhlas oleh pengabdian kepada Desa Adat Tenganan Pegringsingan sehingga mereka bekerja tanpa paksaan dan tanpa dijejali alur birokrasi yang rumit.

Beberapa kegiatan-kegiatan PSAB yang sangat erat kaitannya dengan usaha pelestarian lingkungan adalah pembersihan lingkungan pemukiman desa secara rutin, pembersihan lingkungan Pura yang terletak di dalam desa, hingga pengawasan terhadap hutan desa adat dan pengaturan aliran air yang mengairi pemukiman warga Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Sumber air yang digunakan oleh warga desa adalah air dari rembesan air sawah dan air dari tampungan sumur yang terletak di bagian hulu desa, yang nantinya akan ditampung di beberapa tempat tertentu. Ketersediaan air di Desa Adat Tenganan Pegringsingan sangat dipengaruhi oleh kesuburan hutan dan sawah yang terletak di sebelah utara desa. Hal inilah yang mengharuskan agar hutan tetap terjaga kelestariannya demi menjaga ketersediaan air di Desa Adat Tenganan.

Dengan konsep PSAB bahwa mereka bekerja sebagai bentuk pengabdian, dengan ikhlas, sesuai aturan, mengutamakan asas keadilan, tanpa unsur paksaan, dan tanpa memikirkan keuntungan menyebabkan mereka bersungguh-sungguh dan serius dalam pengelolaan lingkungan, sehingga ketahanan dan kelestarian alam di Desa Adat Tenganan Pegringsingan tetap terjaga.

Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat dijelaskan bahwa penyebab  keberadaan Atrip dapat menjaga kelestarian lingkungan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan karena dalam Atrip terjadi kesinergisan antara Awig-awig, ajaran Tri Hita Karana dan PSAB dalam menjaga kelestarian lingkungan melalui penataan dan memeliharan lingkungan dengan baik. Hal ini tentunya dapat memicu peningkatan eksistensi pariwisata di Desa Adat Tenganan Pegringsingan tersebut.

Bila ketiga komponen Atrip (Awig-awig, Tri Hita Karana, dan PSAB)  dibuatkan skema akan terlihat sebagai berikut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik simpulan bahwa Atrip dapat menjaga kelestarian lingkungan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan karena dalam Atrip terjadi kesinergisan antara Awig-awig desa adat, ajaran Tri Hita Karana dan PSAB dalam menjaga kelestarian lingkungan melalui penataan dan memeliharan lingkungan dengan baik. Lingkungan yang lestari, asri, indah, nyaman, dan alami dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara, sehingga dapat terus meningkatkan eksistensi Desa Adat Tenganan Pegringsingan dalam dunia pariwisata.

Rekomendasi

Dalam kesempatan ini, penulis mengajukan beberapa saran (rekomendasi) sebagai berikut.

(1)Mengingat keberadaan Atrip yang didasari oleh rasa pengabdian, keihklasan, dan kejujuran dapat menimbulkan rasa kepatuhan bagi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan maka disarankan kepada desa adat dan organisasi sejenis di masyarakat untuk memiliki prinsip yang sama, sehingga keberadaannya dapat menjadi panutan di masyarakat, guna bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan yang nantinya secara langsung akan meningkatkan eksistensi daerah tersebut dalam dunia pariwisata, mengingat Bali adalah daerah pariwisata yang sangat terkenal di dalam maupun luar negeri.

(2)Kepada pihak pemerintah agar terus mempertahankan, memanfaatkan, dan menerapkan Atrip di seluruh desa di Provinsi Bali sebagai salah satu usaha untuk mempertahankan kelestarian lingkungan guna tetap menjaga eksistensi Pulau Bali dan selalu menjaga keajegan Bali.

(3)Kepada masyarakat agar lebih berusaha berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan di Bali agar terwujud lingkungan yang nyaman, asri, dan indah, sehingga dapat menarik minat wisatawan dan akhirnya akan dapat meningkatkan perekonomian Provinsi Bali dan juga dapat meningkatkan eksistensi Provinsi Bali tersebut di mancanegara.

Penulis: Putu Novi Suardiyanti | Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Dhana, I. N. 2009. Kearifan Tradisional Pengelolaan Lingkungan pada Masyarakat Bali di Provinsi Bali. Bunga Rampai Kearifan Lingkungan. Denpasar : Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Dharmika, I. A. 1992. Awig-awig Desa Adat Tenganan Pegringsingan dan Kelestarian Lingkungan : Sebuah Kajian Tentang Tradisi dan Perubahan. Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Indonesia. Tersedia pada www.lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=81933. Diakses pada 12 Juni 2013.

Paruman Desa Adat Tenganan Pegringsingan. 1973. Awig-awig Desa Adat Tenganan Pegringsingan.Karangasem : Desa Adat Tenganan Pegringsingan.

Wikipedia. 2013. Awig-awig Desa Adat. Dapat diakses pada URL : http://id.wikipedia.org/wiki/awig-awig. Diakses pada 12 Juni 2013.

Wikipedia. 2013. Tri Hita Karana. Dapat diakses pada URL : http://id/wikipedia.org/wiki/trihitakarana. Diakses pada 12 Juni 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun