Mohon tunggu...
Peradah Indonesia
Peradah Indonesia Mohon Tunggu... lainnya -

Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia [Indonesian Hindu Youth Association]. A non profit organization to promote Hindu youth empowerment for leadership and entrepreneurship. contact: infokom @peradah.org SMSCenter: 6281 3837 10000 follow us on Twitter @peradah website: www.peradah.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Senyuman Kelahiran Generasi Muda Hindu Nusantara

11 Maret 2015   00:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:50 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya terlahir kedunia sebagai anak seorang manusia dengan ratapan tangisan di wajah, namun dengan penuh kebahagiaan dan senyum di raut wajah kedua orang tuaku. Dunia yang begitu fana, dunia yang penuh dengan keterbalikan, dunia yang masih selalu dipertanyakan, menjadi hal yang wajar jika seorang bayi yang lahir akan selalu menangis di jaman Kaliyuga ini. Hingga pada akhirnya saya tumbuh menjadi seorang pemuda dan dibesarkan dari keluarga Hindu, saya sangat bangga menjadi seorang generasi muda Hindu, menjadi generasi muda bangsa Indonesia di Nusantara tercinta. Namun dengan semakin berkembangnya kehidupan manusia yang dipengaruhi karena berbagai faktor yaitu pendidikan, teknologi, globalisasi dan lain–lain menyebabkan kehidupan dari jaman ke jaman pun berubah. Kenyataan itupun tercermin dalam kehidupan dan perkembangan di Negara yang memiliki kemajemukan, keberagaman, yaitu Indonesia, Nusantara tercinta.

Kehidupan globalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus  berkembang dengan pesatnya. Mampu melahirkan dampak yang positif dan juga dampak yang negatif yang akan berpengaruh pada pola pikir dan tatanan kehidupan manusia baik secara individu maupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Dan ketika kita tidak mampu membuat filter dalam diri masing-masing maka, akan terjerumus dalam hal-hal yang negatif.   Bukanlah sebuah senyuman yang akan hadir ketika generasi muda Hindu bangkit dan lahir namun malah menjadi sebuah tangisan yang menyedihkan. Melihat fenomena dimasyarakat seperti sekarang ini pemuda Hindu sekarang lebih cenderung bersikap hedonis dan mengikuti gaya kebarat–baratan yang jauh dari budaya luhur yang kita miliki, sehingga mereka lupa akan ajaran dharma dalam kitab suci dan swadharmanya sebagai seorang anak.

Dalam sloka Sarasamuccaya, 19 disebutkan Yasya notkramati matir dharmamargunusarini, tamahuh punyakarmani na cocye mitrabandhavaihyang berarti orang yang tidak bimbang, bahkan budinya tetap teguh untuk mengikuti jalan pelaksanaan dharma, orang itulah sangat bahagia, orang yang berilmu tidak akan menyebabkan kaum kerabatan bersedih hati, meskipun ia sampai berkelana meminta sedekah untuk menyambung hidup. Berdasarkan sloka tersebut pemuda hendaknya memiliki sifat tidak bimbang, harus tetap teguh untuk mengikuti atau melaksanakan dharma dan selalu belajar untuk dapat memiliki ilmu pengetahuan sehingga jauh dari avidya (kegelapan).

Pemuda dan remaja Hindu adalah generasi muda Hindu yang sadar akankewajibannya sebagai tunas, cikal bakal penerus, penjaga, pembangun danpengembang ajaran dharma. Artinya setiap remaja atau pemuda mempunyai tugasdan tanggung jawab yang sama dalam mengemban ajaran dharma. Tidak perludalam skala yang besar, cukuplah dalam hal-hal yang sederhana saja dulu.Salah satunya adalah bangga menjadi anak Hindu.   Dalam agama Hindu kita mengenal Tat Tvam Asi, ajaran yang menekankan pada cinta kasih, toleransi dengan sesama,   ajaran yang selalu mengajarkan akan kedamaian.

Sejarah telah menorehkan bahwa Hindu pernah menjadi agama terbesar diNusantara, dengan peradaban yang tinggi serta peninggalan kebudayaannya yang luar biasa, bahkan pada saat jaman Majapahit, Sang Patih Gajah Mada bersumpah untuk mempersatukan Nusantara, seorang guru / cendekiawan bergelar Mpu Tantular menciptakan konsep Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, yang sampai saat ini masih digunakan sebagai pedoman bangsa Indonesia dalam memperkokoh dan mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Kita patut berbangga terhadap warisan leluhur untuk Nusantara tercinta.

Dalam ajaran agama Hindu, masa muda atau masa remaja merupakan kesempatan hidup yang sangat berharga untuk dilewatkan atau disia-siakan begitu saja. Di dalam Sarasamuccaya karya Bhagawan Wararuci, dengan jelas dinyatakan “Karenanya usaha seseorang selagi masih muda, selagi badan kuat, supaya diabdikan untuk mengusahakan dharma, artha dan pengetahuan, sebab tidak sama kekuatan sesudah tua dibanding dengananak muda, ibarat alang-alang yang masih muda ujungnya begitu tajam dan bisa melukai, namun alang-alang yang sudah tua mudah rebah, ujungnya tidak tajam lagi”.

Demikian pula halnya dengan remaja dan pemuda, tidak ubahnya seperti alang alangtersebut. Usia yang muda, otak dan ingatan yang tajam, serta fisik yangkuat hendaknya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Apakah itu denganbelajar sungguh-sungguh, maupun mengoptimalkan minat dan bakat yangdimiliki. Jika unggul di bidang sains, belajarlah dengan baik, dan rajin rajinlahmembaca buku. Karena tidak ada yang tidak mungkin selagi kita mauberusaha. Jika bukan termasuk orang yang kurang potensi akademiknyasilahkan kembangkan diri di bidang non akademik. Olahraga dan kesenianmisalnya, baik itu atletik, renang, badminton, atau pemain bola. Di bidangseni misalnya tari, tabuh, melukis, kerajinan tangan, atau bahkan pemainsinetron.Semua itu bisa dilakukan ketika masih muda. Segenap potensi maksimal yangada dalam diri manusia ada ketika masih muda.

Sebagaimana kita ketahui, ajaran Hindu membagitahapan kehidupan manusia menjadi empat bagian yang disebut Catur AsramayaituBrahmacari, Grehasta, Wanaprashta, danBhiksuka/Sanyasin. Brahmacari adalah masa menuntut ilmu, Grehasta itu masaberumah tangga, Wanaprastha pengasingan diri sebagai wujud pengendaliandiri dari nafsu duniawi, dan Bhiksuka adalah penyerahan diri secara total untukmengamalkan ajaran agama. Nah, posisi pemuda atau remaja saat ini ada dalam faseBrahmacari Asrama, yaitu masa menuntut ilmu pengetahuan baik itupengetahuan agama (spiritual), sains akademis, ketrampilan, dan sebagainya.Dalam ajaran Hindu, pengetahuan itu dibagi menjadi dua yaitu Para Widya(pengetahuan rohani) dan Apara Widya (pengetahuan duniawia atau sains). Keduapengetahuan ini sama-sama penting untuk dipelajari. Ada satu ungkapan yangmenyebutkan, “Ilmu tanpa agama buta, sedangkan agama tanpa ilmumenjadi lumpuh”. Jika kita hanya pintar di bidang akademis namun tanpa pengetahuan agama sebagai penuntun, maka itu akan sangat berbahaya. Karena itu hendaknya kedua jenis ilmu pengetahuan ini harus seimbang, sehingga dapat dipadukan dengan benar dan berguna bagi kehidupan tentunya. Dengan memiliki pengetahuan dharma, maka manusia tak akan tersesat dalam mengarungi kehidupan. Nah, demikianlah pentingnya mempelajari pengetahuan baik agama/ spiritual/ rohani maupun akademis. Perlu diingat bahwa waktu tidak bisa diulang atau diputar kembali. Masa muda tidak akan bisa diulang jika masa tua sudah datang.

Maharsi Vyasa dan Valmiki tidak mengajarkan atau membuat definisi apa itu falsafah dan atau apa itu ilmu pengetahuan. Namun kedua maharsi ini mengajarkan bahwa hidup manusia bukanlah sebuah perjudian. Karena perjudian dapat menghancurkan kehidupan manusia, itu sama seperti halnya seorang pelajar atau pemuda yang ketika besok akan ujian namun tidak belajar sama sekali, layaknya sebuah perjudian pemuda tersebut mencoba untuk menyontek. Perjudian sangat dekat dengan penipuan dan kelicikan, perjudian akan selalu membawa kesengsaraan. Harta, tahta dan bahkan istri bisa tergadaikan karena sebuah perjudian. Hal inipun tersirat dan terkadung dalam episode cerita Mahabarata antara Korawa dan Pandawa dengan kelicikan Sengkuni. Demikianlah Sri Khrisna menganjurkan agar Arjuna bertapa di tengah hutan belantara dan di puncak gunung selama belasan tahun setelah ia beserta saudaranya kalah dari perjudian.

Hidup harus dipersiapkan dengan bekal yang memadai. Bekal hidup akan ilmu pengetahuan, bekal hidup, nasehat, wejangan dari para orang tua, tetua kita. Ada sebuah kutipan yang menarik yang berasal dari Bali yang diwejangkan untuk cucu–cucunya. “Saking tuhu manah guru (dengan hati yang tulus seorang bapak), Mituturin cening jani (memberi tahu kamu anak muda), kaweruh luwir laksana (pengetahuan terhadap berbagai ilmu), Ne dadi prabotang sai (yang dapat digunakan berkali–kali), Kaanggen ngaruruh merta (untuk mencari nafkah hidup) Saenun ceninge urip (selama hidup kamu)”.

Adalah sebuah kesadaran yang sangat baik jika saat ini orang tua ingin dan berusaha untuk menyekolahkan anak–anak mereka calon generasi penerus bangsa dengan mengikuti pendidikan yang setinggi–tingginya, tentunya tidak lagi harus menepi ke tengah hutan belantara dan mendaki puncak–puncak gunung tertinggi, itu karena jaman yang telah berubah. Maharsi Vyasa mengajarkan bahwa penguasaaan ilmu pengetahuan adalah nilai tertinggi ketiga setelah kejujuran dan kesehatan, hal itu pula tercermin dari kelima tokoh Pandawa yaitu, Dharmawangsa, Bima, Arjuna, Nakula – Sadewa.

Saya sangat mengharapkan generasi muda Hindu di Nusantara lebih memahami bahwa pada masa Brahmacari, hendaknyalah kita benar – benar rajin untuk belajar, dan memahami makna dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Disisi lain berdasarkan pengalaman yang saya alami selama saya dibangku perkuliahan dan aktif dalam organisasi kepemudaan Hindu, saya masih merasa sedih karena kurangnya kepedulian para orang tua, para petinggi. Karena saya masih melihat banyak umat yang terutama pemudanya belum sepenuhnya mendapat perhatian akan ajaran Agama Hindu. Hal ini terjadi pada salah satu desa di daerah Jawa Timur, yang baru saja bangkit membangun kembali Pura di desa tersebut. Tetapi apalah arti sebuah pura yang begitu indah, megah, namun tak memiliki cikal bakal generasi muda Hindu yang akan merawatnya kelak, generasi muda Hindu yang tak mengerti akan pendidikan agama Hindu. Kurangnya perhatian akan pendidikan agama Hindu khususnya didaerah daerah yang terpencil tempatnya dan akses untuk menuju ketempat itu sangatlah jauh menyebabkan generasi muda Hindu didaerah tersebut menangis, ketika salah seorang teman sekelasnya menanyakan tentang ajaran agama Hindu tetapi meraka tidak tahu dan tidak bisa menjawab.

Salah satu kejadian ini ingin saya ungkapkan pada artikel ini, bahwa bukanlah hanya upakara saja yang harus selalu kita pentingkan dalam pelaksanaan keagamaan Hindu, tapi kita malah lupa untuk mengajarkan sradha pada generasi muda Hindu kita. Sudah seharusnya tiga kerangka dalam agama Hindu dilaksanakan dengan seimbang dan selaras, tapi kenyataannya masih saja tidak seimbang. Saya mengerti bahwa ini bukanlah hal yang mudah, bahkan pada akhirnya karena melihat kesedihan yang begitu mendalam didaerah tersebut saya membuat program kerja dalam organisasi Hindu di kampus saya untuk mengajar secara sukarela setiap minggunya, dengan jarak yang begitu jauh tanpa bayaran saya mencoba melakukan hal itu. Saya sangat bersyukur meskipun kini saya sudah lulus dan bekerja di luar kota program kerja tersebut masih berjalan dan tersebar sampai saat ini. Setidaknya dari apa yang kami lakukan mampu menciptakan sebuah senyuman akan ilmu pengetahuan untuk generasi muda Hindu Nusantara. Bukan malah menjadi tangisan kegelapan (avidya) yang pada akhirnya akan menghancurkan seluruh generasi kita.

Sebenarnya generasi muda adalah generasi yang memiliki peluang paling besar dalam hal apapun. Baik pendidikan, pekerjaan, pergaulan, dan pengalaman. Hal ini karena tugas dan tanggung jawab generasi muda masih lebih sedikit dibandingkan dengan orang tua. Remaja/pemuda yang belum menikah tentunya, belum memiliki ikatan tanggung jawab yang besar layaknya orang tua yang terikat ikatan suami istri dan harus bertanggung jawab atas keluarga. Karenanya, remaja memiliki waktu yang notabene jauh lebih banyak dibanding siapapun. Itulah hendaknya remaja/pemuda memanfaatkan waktunya untuk memperbanyak ilmu pengetahuan, pengalaman, teman, dan sebagainya. Kesempatan yang dimiliki tersebut juga sangat bermanfaat bila digunakan untuk mengasah diri, mengasah potensi, minat dan bakat (swabhawa dan swaguna).

Pemuda/ remaja Hindu juga mempunyai banyak waktu untuk menyusun sedemikian rupa rencana atau rancangan untuk hari depan yang lebih baik. Kesempatan untuk bermimpi dan bercita-cita setinggi dan sehebat mungkin, serta kesempatan mewujudkan mimpi-mimpi tersebut menjadi kenyataan. Masa muda/remaja juga sangat baik digunakan untuk bergaul dan bersosialisasi. Mengumpulkan banyak teman/ rekan kerja, partner atau relasi. Jadi, bukan hanya ilmu pengetahuan dan harta atau uang yang perlu dikumpulkan, namun teman/kawan juga perlu dikumpulkan sebanyak mungkin. Teman sangat berharga dalam hidup ini karena tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Karenanya manusia butuh teman.

Kita berharap kedepan selalu melahirkan senyuman dari generasi muda Hindu, melalui setiap bimbingan para orang tua, para petinggi umat Hindu, saya berharap tidak ada lagi generasi muda Hindu yang masih diliputi avidya akan ilmu pengetahuan. Tugas dan kewajiban brahmacari adalah kita harus belajar dan belajar. Belajar ilmu pengetahuan, teknologi, agama, sosial dan ilmu-ilmu yang lainya. Karena manusia itu memiliki tingkat intelektual yang dapat saya ibaratkan seperti rumput ilalang, ketika kita berada pada usia sekarang ini, kita bagaikan tunas baru dari ilalang, sangat tajam, namun semakin tua usia kita, maka ketajaman berfikir itu jugaakan semakin berkurang.

Hal ini pun termuat dalam Sarasamuccaya.399

Ekah satrurna dvitiyo sti

Satrurajnanatulyah purusasya rajan

Yenavrtah kurute sampavrttah

Papani karmani sudarunani

Tunggal keta paramartaning satru ngaranya, nghing si punggung juga, tan hana ta pwa madana kasaktining punggung, apan iking liniput denika, niyata juga ya gumawenang asubhakarma.

Artinya:

Hanya satulah yang sesungguhnya bernama musuh, tak lain hanya kebodohan saja, tidak ada yang menyamai pengaruh kebodohan itu, sebab orang yang dicengkeram oleh kebodohan itu, niscaya, ia akan melakukan perbuatan buruk.

Generasi muda Hindu haruslah selalu menjauhi musuh tersebut, musuh yang bernama kebodohan. Dan sebagai orang tua, guru, jangan pernah untuk meremehkan sekecil apapun mimpi yang dimiliki oleh seorang pemuda. Ada sebuah cerita, pada suatu hari diruangan kelas seorang guru bertanya pada masing masing siswanya tentang cita cita mereka masing–masing, ketika ditanya ada yang menjawab ingin menjadi perwira polisi, ada yang ingin menjadi dokter specialis, ada yang ingin menjadi pilot, dan lain–lain. Namun alangkah kaget dan kesalnya guru ini ketika salah satu muridnya bercita–cita untuk menjadi seseorang yang memiliki rumah besar diatas bukit, dengan taman yang luas, ditumbuhi berbagai tanaman, terdapat kolam renang yang besar, dan juga ingin memiliki kebun binatang. Bahkan sebelum anak tersebut selesai bicara guru ini sudah menyuruh untuk berhenti dan berkata bahwa itu tidak mungkin. Beberapa tahun berselang guru ini hendak melakukan study tour untuk murid–muridnya dan bertanya pada seorang pedagang dimanakah tempat yang bagus untuk digunakan study tour, pedagang tersebut menceritakan tentang tempat diatas bukit. Sesampai disana guru ini sangat terkejut karena pemilik tempat itu adalah bekas muridnya dahulu yang bercita–cita dan mempunyai mimpi dan akhirnya terwujud.

Jadi jangan pernah kita menganggap sebuah mimpi dari seorang pemuda adalah ketidak mungkinan, karena dari mimpi seorang pemuda, teknologi yang ada dijaman ini tercipta. Namun hendaknyalah perkembangan jaman ini jangan sampai membuat generasi muda Hindu lupa akan budayanya sendiri, ibarat seekor burung merak yang menukarkan bulunya pada seekor tikus demi seekor cacing, jangan sampai kita melepas keindahan kita, kita harus jaga budaya kita sebagai generasi muda Hindu di Nusantara. Dengan ilmu pengetahuan yang kita tanamkan, budaya yang selalu kita genggam, dan selalu berada dalam jalan Dharma, menghormati dan saling toleransi antar umat beragama, niscaya kelahiran generasi muda Hindu di Nusantara akan selalu berawal dengan sebuah senyuman kebahagiaan yang penuh kedamaian.

Penulis : I Wayan Pradnya Prastita | Surabaya, Jawa Timur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun