Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengapa Kompasiana Beriklan?

26 Januari 2010   04:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:15 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Jika judul di atas menjadi sebuah pertanyaan, maka jawaban atas pertanyaan itu adalah... keniscayaan! Benar, keniscayaan. Bukan bermaksud menyombongkan diri kalau bicara kekinian Kompasiana sudah menjelma sebagai "the biggest social blog" di negeri ini di usianya yang jalan satu tahun. Istilah "social blog" ini keluar spontan dari mulut saya, lho... yang sering saya terjemahkan ke dalam bahasa gaul sebagai "blog keroyokan". Mungkin "mass blog" lebih tepat sebagaimana istilah "mass media". Mengapa saya selaku admin Kompasiana dengan berani (kalau tidak mau menyebut gegabah) mengklaim Kompasiana sebagai "the biggest social blog" di Indonesia. Jawabannya gampang; silakan cari padanan blog serupa di Indonesia. Mungkin Anda bertanya, lho 'kan blog A atau blog B dari segi traffic, reach, maupun pageview jauh lebih tinggi? Benar, ada beberapa penyedia layanan blog Indonesia yang lebih besar (dan lebih dulu lahir) dari Kompasiana. Tetapi, mereka bukanlah blog keroyokan. Anda bisa meminta secara gratis satu, dua, lima, sepuluh, bahkan belasan blog setiap hari. Setelah Anda punya, siapkah Anda mengisi belasan konten itu setiap hari? Mampukah Anda menggiring para netter (yang kadang "kejam" dan kritis itu) agar mereka mengunjungi blog pribadi Anda? Angkat topi kalau memang Anda bisa! Sebagai penyedia blog gratisan, mereka kemudian membuat agregator yang memungkinkan setiap postingan di blog Anda juga bisa tampil di satu wadah (blog induk). Mesin akan memangsa konten atau postingan Anda dan menampilkannya secara otomatis di blog induk. Keadaan ini jauh berbeda dengan Kompasiana! Kompasiana bukanlah blog agregator semacam itu. Kompasiana adalah "social blog", dimana semua lapisan masyarakat bisa ikut dan melebur di dalamnya. Bolehlah Kompasiana saya ibaratkan sebagai "melting pot", baik secara penulis yang beragam latar, maupun pemikiran dan gagasan yang juga sangat beragam. Anda bertanggung jawab terhadap apa yang Anda tulis, Anda harus "care" terhadap komentar yang para pembaca berikan dengan memberi tanggapan balik. Tidak seperti di blog agregator, Anda tidak harus berurusan dengan komentator karena mesin yang menelan postingan Anda, kecuali kalau komen datang langsung ke blog pribadi Anda. Itu bedanya. Lantas apa keuntungan (kerugiannya belakangan saja kita bahas bersama, ya!) Anda ngeblog di Kompasiana? Jawaban sederhana adalah: massa! Kompasiana adalah tempat berkumpulnya para penulis dan pembaca secara masif. Kompasiana adalah kerumunan orang. Kerumunan yang terbagi-bagi ke dalam beberapa minat (interest). Anda boleh menempel tulisan di sini, dan jutaan orang siap membaca tulisan Anda. Mulutmu harimaumu, seperti yang sering saya bilang. You are what you write! Anda bisa saja memostingkan tulisan dengan judul, maaf... "Anjing Loe Semua!" Tapi bacalah komentar salah seorang Kompasiaaner, "Tidak saya sangka orang segagah dan setampan Anda bisa berkata seperti itu!"  Keuntungan di sini, Anda bisa mendapatkan nasihat gratis dan berharga dari para Kompasianer yang tulus! Tentu saja jika saya Kompasianer yang memposting tulisan dengan judul tadi, saya akan malu bukan kepalang dan kehilangan muka untuk sekian lama, menyadari betapa jauhnya saya dari sentuhan peradaban, seakan-akan saya hidup di rimba raya dimana tak seorangpun mengajari saya peradaban! Sebaliknya, postingan bermanfaat dan bermartabat akan menuai penghormatan berupa komentar yang baik dan simpatik, meskipun kedengarannya kritis dan menyakitkan. Anda akan cepat mendapatkan banyak teman dengan postingan-postingan yang bermanfaat itu. Anda sekarang punya banyak teman diskusi tanpa berbatas ruang dan waktu. Sama seperti hukum pemasang iklan, ia akan selalu mencari kerumunan massa, bukan? Tidak mungkinlah pemasang iklan dengan media billboard memasang iklannya di kutub utara yang senyap. Siapa yang mau lihat, bo, selain beruang kutub dan penguin!? Penuliis yang jeli tentu akan melempar atau memposting tulisannya di pusat keramaian, seperti pemasang iklan tadi, yang kebetulan keramaian itu untuk saat ini (moga-moga seterusnya) ada di Kompasiana. Sekadar informasinya, Google Analytics mencatat pembaca (visitor) Kompasiana selama sebulan terakhir (26 Desember 2009 sampai 25 Januari 2010) sebanyak 1,6 juta! Jika dirata-ratakan, perharinya 50.000-70.000 orang membaca Kompasiana dengan rata-rata waktu kunjungan 3,11 menit. Sebuah kerumunan yang menyenangkan! Alexa.com, situs pemeringkat web mencatat, hari ini Kompasiana berada di ranking 139 Indonesia, padahal beberapa bulan sebelumnya masih di angka 300-an! Kami menargetkan ranking Kompasiana di kisaran 75 pada akhir 2010, sebagaimana janji saya selaku karyawan kepada pimpinan perusahaan ini, yang salah satu tugasnya mengurusi Kompasiana! Kembali kepada judul di atas: mengapa Kompasiana beriklan? Selain sebuah keniscayaan, Anda harus membacanya sebagai sebuah keseriusan dan ketulusan. Serius, karena kita ingin menciptakan sebuah komunitas (sekalipun kerumunan) yang bermartabat, cerdas, tanggap, simpatik, santun, beradab, dan jauh dari rasa permusuhan. Serius, karena kita ingin menciptakan pertemanan yang tulus bangsa Indonesia yang tersebar ke berbagai mancanegara ini. Kompasiana adalah Indonesia mini, dimana berbagai latar belakang bisa aman dan nyaman bermain di sini, berkreasi, diskusi, dan seterusnya. Kompasiana adalah pengikat, setidaknya bagi orang-orang Indonesia yang berada di luar negeri, yang sedang merantau ke negeri orang untuk sekolah maupun mencari nafkah. Kerinduan di negeri orang akan tanah air bisa terbalaskan sempurna dengan saling bertukar pengalaman. Bagi para perantau, Kompasiana adalah cermin dimana saudara sebangsa setanah-air terlihat berkumpul, guyub, dan lebur menjadi satu. Mereka bisa juga bergaul dan berbaur dengan saudara-saudaranya di tanah air dengan menjadi bagian dari Kompasiana! Pertanyaan penting, bukankah memasang iklan sekuel yang dipasang terus-menerus perlu dana besar meski itu dipasang di media milik saudara (Harian Kompas) sendiri? Jawaban atas pertanyaan itu juga sederhana: demi Anda semua, para Kompasianer!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun