Filsafat tidak berhenti karena jawaban pamungkas orang yang malas berdiskusi lebih lanjut, "itu semua karena tuhan, semua yang ada ada karena adanya tuhan." Niscaya diskusi yang merangsang pikiran pun terhenti.
Benarkah filsafat itu rumit dan susah dipahami? Iya bagi yang belum pernah mencoba membacanya, mengakrabinya.
Sejatinya filsafat bukan milik para filsuf, orang-orang biasa seperti Anda juga bisa berfilsafat kok. Bedanya, berfilsafat beda dengan membaca buku-buku filsafat. Membaca buku filsafat pada dasarnya membaca pikiran orang.
Lantas, apa perlunya seorang penulis membaca filsafat? Sebab, biar paham karena sesuatu itu, peristiwa maupun fenomena, tidak datang/terjadi "ujug-ujug" atau tiba-tiba, ada alasan yang melatarbelakanginya, ada jutaan pertanyaan yang memerlukan jawaban dan setiap jawaban atas pertanyaan itu adalah kedalaman.Â
Jawaban atas pertanyaan itu lebih banyak dari pertanyaan itu sendiri. Seorang penulis akan kaya dengan gagasan karenanya. Penulis yang malas bertanya (baca: mengikuti cara filsafat), sebaiknya gantung pena atau gantung laptop saja, sebab sudah dapat dipastikan, apa yang Anda tulis itu jenis tulisan yang "ampang", kopong tanpa isi.
Cobalah menulis dengan mengutip pendapat para filsuf yang pernah datang dari berbagai belahan dunia; dari Barat sampai Timur, dari Utara ke Selatan, dari filsuf kuno sampai filsuf post-mo. Kalau punya nyali, kritiklah mereka!
Coba dudukkan suatu peristiwa dengan latar belakang filsafat yang mendahuluinya, lalu biasakanlah melihat setiap fenomena dengan kacamata filosofia. Niscaya tulisan Anda akan berisi, tidak kopong lagi.
Jadi, kenanglah mantan terindah yang tetap hidup dalam ingatan Anda, meski tidak harus setiap saat. Cukup sesekali saja.Â
Berfilsafatlah!
Pepih Nugraha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H