Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saya dan Kompasiana

6 Mei 2024   15:54 Diperbarui: 6 Mei 2024   16:23 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(kiri-kanan) Saya bersama Nurulloh (COO Kompasiana), Joseph Osdar (Mantan wartawan istana harian Kompas), dan Jimmy S Harianto (Mantan redaktur olahraga dan desk internasional harian Kompas) saat menghadiri ulang tahun Kompasiana pada 2023 di kantor Kompas Gramedia, Palmerah/TiraHadiatmojo

Dulu waktu mendirikan Kompasiana -waktu itu ada yang menyebutnya "blog keroyokan" (saya sendiri lebih suka menyebutnya "blog sosial") -saya tidak pernah berpikir atau terpikir tentang dampak turunan dari apa yang saya kerjakan itu. Tentu saja dalam konteks positif.

Benar bahwa saya tidak mendapat saham sepeserpun dari blog sosial terbesar di dunia ini (bolehlah saya klaim begitu) karena posisi saya saat Kompasiana pertama online (2008) adalah sebagai karyawan Kompas-Gramedia, persisnya wartawan Kompas yang kala itu ditugaskan di Kompas dotcom.

Bahkan saya tidak berpikir sejauh itu, hanya beberapa teman saja yang mengingatkan. "Masak gak dapet saham?" tanyanya. Tetapi berkah turunan yang tak diduga-duga, Kompasiana benar-benar mengubah "nomenklatur" saya setelah pensiun.

Alih-alih "mantan jurnalis Kompas" atau "jurnalis Kompas purnatugas", saya setelah pensiun dini akhir 2016 lebih dikenal sebagai "Pendiri Kompasiana". Mau protes karena merasa "direndahkan", begitu? Ah, ngapain!

Justru predikat "Pendiri Kompasiana" itulah yang membawa berkah. Boleh dibilang, saya mendapat berbagai undangan ceramah, mengajar, konsultan menulis buku dan konten media 100 persen karena nomenklatur "Pendiri Kompasiana" itu!

Tentu bukan mengecilkan makna dan peran Harian Kompas yang justru telah menempa saya sedemikian rupa, melainkan semua predikat atau nomenklatur itu bukan saya yang menghendaki, tetapi klien-lah yang menginginkannya.

"Bapak kami undang sebagai pendiri Kompasiana," demikian kata para pengundang saat saya tanya dalam kapasitas apa saya diundang. Wah, padahal saya 26 tahun bekerja sebagai wartawan Harian Kompas loh...

Tetapi, saya tetap bangga pernah menjadi bagian dari Harian Kompas, sebab yang saya sampaikan kepada khalayak umumnya pengalaman berharga saat bertugas sebagai jurnalis Kompas, mulai dari liputan lapangan, wawancara, pengumpulan data, penggalian ide, penelitian, editing dan seterusnya. Itulah yang mahal dan berharga!

Benar bahwa sesekali saya berbagi pengetahuan serta pengalaman saat mendirikan dan mengelola Kompasiana, juga tentang "nature" media sosial, tetapi itu hanya sesekali saja. Lebih sering berbagi pengetahuan dan pengalaman saya sebagai wartawan Kompas.

Terima kasih, Kompas, terima kasih Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun