Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

[Mengajar Menulis 2] Berbagi Ilmu Menulis di Atap Papua

29 November 2018   05:35 Diperbarui: 29 November 2018   05:48 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu saya perkenalkan bagaimana seorang penulis harus memiliki konsep "beginer's mind" dan "outsider sense" yang kalau saya jelaskan di sini terlalu berpanjang-lebar nantinya. Tetapi intinya dr. Ummu paham, termasuk saat dia menceritakan bahwa yang ia tangani kebanyakan penyakit "ATM", yaitu Aids, Tubercolose, Malaria". Saya bilang, "Bu, ATM di sini beda ya dengan ATM di Jakarta di mana orang bisa menyedot uang."

Dr. Ummu menanggapinya dengan tertawa, mungkin dia baru menyadarinya. Apakah saya harus menulis tentang pekerjaan sehari-hari itu, apa menariknya?" tanyanya lagi. Saya langsung jawab, "Itulah gunanya ibu memiliki cara pandang 'beginers mind' dan 'outsider sense' dan berpikirlah selalu bahwa tulisan itu bermanfaat buat orang lain."

Begitulah cara saya menyampaikan materi yang seuai dengan pengalaman mereka, tidak lain menggali pekerjaan mereka sehari-hari, lalu bagaimana mereka manangkap ide dan menuliskannya.

Riza Pratama, Vice President Cotporate Communication PT Freeport dan Achmad Aridanto, Ecxecutie Vice President HRD, memperkaya penyampaian "proximity" saat menjelaskan "Alifbata" Freeport sebagai perusahaan ternama dan berbagai persoalan serta peluang di dalamnya. Sambutan kedua pejabat di perusahaan tambang ini saya simak baik-baik agar saya memperoleh "scope" tentang Freeport dan Papua saat menyampaikan materi, juga paparan seorang rekan dari MediaWave mengenai media sosial dan vlogger Fahmi.

Kenapa harus saya bela-belain mendengarkan paparan semua pembicara, toh mereka bukan atasan saya dan saya juga bukan karyawan Freeport yang berkepentingan mendengarkannya?

Selain untuk memperoleh "scope" tadi, saya akan mengambil semua contoh berdasarkan "proximity" atau kedekatan dengan persoalan yang mereka hadapi sehari-hari, dalam kehidupan dan terutama dalam pekerjaan.

(Bersambung)

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun