Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

[Serial Orba] Klompencapir dan dari Desa ke Desa

30 November 2018   11:11 Diperbarui: 30 November 2018   18:20 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Soeharto di Subang pada 1980 [Foto: dok. Perpusnas]

Ada yang menyebutnya "Kelompencapir", tetapi bukan semacam "kelom geulis" alas kaki perempuan bikinan pengrajin Tasikmalaya. Ini singkatan dari Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pirsawan. Adanya pada zaman Orde Baru, saat Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun.

Kegiatan yang merupakan pertemuan bagi petani dan (sesekali) nelayan itu memang lahir dan bekerja sebagai salah satu mesin politik Orba. Kegiatannya selalu disiarkan TVRI. Bukan selalu, tetapi wajib disiarkan satu-satunya stasiun televisi saat itu, stasiun milik pemerintah. Mau tidak mau mata pemirsa menonton mata acara yang sama.

Banyak orang minggat dari tempat duduknya kalau acara yang selalu menghadirkan para petani berprestasi itu mengudara. Bukan karena sebel sama Pak Harto sebagai penggagasnya, lebih karena kalau bisa menawar acara Aneka Ria Safari atau Dunia dalam Berita saja, lebih nendang pada zamannya.

Nah, kepintaran dan pengetahuan para petani atau nelayan ini diadu, tentu saja seputar dunia mereka. Kalau masih ingat acara Cerdas Cermat di stasiun televisi yang sama, nah mirip-mirip itulah Klompencapir.

Klompencapir terasa menunjukkan kekuatannya tatkala Indonesia gencar-gencarnya berswasembada pangan yang juga dengan tokoh sentral Pak Harto. Apalagi di tahun 1984 pemerintah RI mendapat penghargaan dari badan PBB yang khusus menangani pangan dan pertanian, FAO.

Sesungguhnya ada satu mata acara lagi yang bikin jemu pemirsa, yaitu "Dari Desa Ke Desa". Nah, ini benar-benar menonjolkan sosok Soeharto selaku Presiden yang dekat dengan rakyatnya, bisanya rakyat biasa dari berbagai profesi. Lagi-lagi petani atau peternak yang jadi "bintang" utama, kan namanya "Dari Desa Ke Desa".

Di acara itu Pak Harto duduk beserta para pembantunya. Kamera televisi menyorot wajah Pak Harto dari berbagai arah. Biasanya kalau Pak Harto sedang berbicara, BCU alias Big Close Up selalu digunakan. Maka muncullah kesan "The Smiling General"-nya yang khas. "Iya, toh?" selalu ujarannya diakhiri kalimat seperti itu. "Saudara-saudara harus inget!" Atau "Silaken Saudara tanya sama Menteri saya!"

Tentu saja hadirin yang hadir sudah terpilih melalui screening, telah pula ditunjuk siapa yang akan bertanya dan pertanyaan apa yang akan diajukan kepada Pak Harto. Semua sudah diatur sedemikian rupa, semua tertib, tanpa nyinyir dari siapapun. Di acara itu, jangan harap ada pertanyaan yang "selonong boy".

Pak Harto terlihat menguasai betul persoalan. Ujarannya lancar tanpa jeda, sesekali diselingi tawanya yang renyah bak keripik singkong, "heheheh..." Tak salah kalau ada yang menganggap Pak Harto adalah "Profesor" untuk urusan tani.

Di acara itu pula, kalau ada yang dianggapnya lucu oleh Pak Harto, hadirin pun ikut terhehehe, termasuk para menteri yang tersadar dari kantuknya. Semua terhehehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun