Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Trik Juri Lomba Karya Tulis, Jangan Lupa "Storytelling"!

21 Januari 2016   08:11 Diperbarui: 21 Januari 2016   10:09 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature atau sifat manusia adalah menaklukkan tantangan yang susah. Itulah penakluk pertama puncak Gunung Everest atau penjelajah yang mengarungi Samudera Atlantik sendirian akan ditabalkan dalam buku sejarah pencapaian “prestasi manusia”. Tidak ada yang mengajarkan sifat dan jiwa “sang penakluk” ini dan orangtua tidak secara eksplisit mengajarkannya kepada anak-anak mereka. Sifat ini sudah embed (melekat) pada diri masing-masing orang. Manusia cenderung berusaha menaklukkan hal-hal tersulit sebagai rintangan hidupnya. Marcopolo atau Columbus tercatat dalam sejarah karena penaklukan ini, bukan?

Untuk itulah ajang lomba di manapun, lomba fisik maupun non fisik semisal olimpiade fisika atau matematika, sering dijadikan ajang unjuk diri dari keberhasilan penaklukan itu, sekaligus cermin kekuatan dan ketangguhan diri seseorang. Dalam konteks olimpiade, penaklukan untuk mencapai yang tertinggi bahkan sering dijadikan cermin kekuatan suatu bangsa. Mana ada lomba menaklukkan kemudahan!

Kembali kepada penulisan “product review” yang sifatnya ulasan mengerjakan sesuatu, para penulis juga sering terjebak kepada masalah-masalah teknis, selain menyanjung-nyanjung produk itu. Padahal, sebuah tulisan tetaplah harus memiliki unsur-unsur daya kritis, daya tarik; mulai dari judul, “lead”, “teaser”, sampai isi tulisan secara keseluruhan, sebagaimama saya sebutkan tadi.

Wajib dibedakan dengan langkah-langkah teknis dari A sampa Z sebagaimana Anda jumpai dalam brosur barang-barang elektronik. Di sini tidak perlu ada ajakan, tidak perlu juga harus dibikin menarik, karena sifatnya wajib dibaca jika seseorang ingin mengetahui bekerjanya sebuah mesin. Keseluruhan judul, “lead” (alinea pertama tulisan), “teaser”, sampai ke isi, tidak perlu menggunakan jurus pemikat sebuah tulisan.

Berbeda dengan tulisan “product review” yang dimaksudkan untuk memberi informasi, mengedukasi, menghibur, sekaligus mempengaruhi pembaca, adalah wajib bagi seorang penulis memperhatikan unsur “seni” dan “teknik menulis”!

Tulisan “product review” bukan sekadar langkah-langkah pertama sampai akhir menjalankan kompor listrik atau mengaktifkan mesin smartphone baru, misalnya, mulai dari menunjukkan tombol “on” untuk menghidupkan, memilih gradasi panas, memijit “timer”, sampai menunjukkan tombol “of” untuk mematikannya. Ia harus menjelaskan bagaimana pengalaman si penulis menggunakan kompor listrik, bagaimana sampai pada keputusan untuk menggunakan kompor listrik, apa manfaat dan mudaratnya, apa keuntungan dan kerugiannya, mengapa orang harus menggunakan kompor listrik dibanding kompor gas, dan seterusnya, juga mengapa ponsel pintar ini wajib dimiliki.

Demikianlah yang terjadi dengan penulisan “product review” sebuah bank papan atas, yakni BNI Debit Online, di mana saya didapuk selaku juri tunggal beberapa waktu lalu. Sebagai penulis sekaligus pengulas apa yang pernah dialaminya dengan metoda penggunaan produk baru ini, ia bukan sekadar menceritakan langkah-langkah teknis yang cukup ditunjukkan dengan diagram atau gambar, melainkan lebih dari itu, yakni menjelaskan, mempengaruhi, dan mengajak orang lain (pembaca) untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang pernah dialaminya.

Juga disampaikan apa kelebihan dan kekurangannya. Jangan takut mengungkap kekurangan dan kelemahan produk, asalkan Anda punya pengalaman pembanding. Tunjukkan "kelemahan" produk untuk sebuah perbaikan di masa mendatang. Pada prinsipnya, seorang penulis harus pandai “menjual” tulisannya kepada pembaca yang dalam hal ini berperan sebagai pembeli. Untuk itulah mengapa ada buku “How to Write Articles that Sell”, sebuah buku yang saya baca beberapa tahun lalu.

Intinya, tulisan “product review” adalah juga cerita. Jika itu cerita, maka cerita harus disampaikan secara memikat. Agar memikat, cerita harus disampaikan secara bertutur sebagaimana penulis bercerita kepada orang lain, berdialog dengan pembaca. Agar bisa lentur dalam bertutur, ia harus memiliki unsur-unsur “storytelling” seperti adegan (scene), plot (alur cerita), character (tokoh), setting (tempat maupun waktu), dramatisasi, resolusi, solusi, dan ending berupa klimaks cerita.

Memang tidak harus lengkap semua seakan-akan itu sebuah novel, khususnya dalam penulisan “review” untuk lomba penulisan dengan tema BDO ini. Namun setidak-tidaknya para penulis atau peserta lomba, mampu memahami teknik “menjual” tulisannya kepada pembaca. Semua ini harus Anda tempuh semata-mata agar tulisan tidak kering kerontang.

***

Bintaro, 21 Januari 2016. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun