Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lirik Lagu sebagai Ide Menulis

1 Mei 2012   05:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_185430" align="alignleft" width="500" caption="Ilustrasi Shutterstocks"][/caption] Lirik sebuah lagu, apapun lagu itu, adalah bentuk cerita yang padat. Ia merupakan cerita yang dibekukan (freez) dan karenanya butuh "alat penghangat" untuk menguraikannya. Alat penghangat itu tidak lain imajinasi pembaca/pendengar lirik lagu itu, terserah mau dibawa kemana akhir ceritanya. Karena lirik lagu merupakan sebuah cerita yang dibekukan, biasakah ia dijadikan ide menulis untuk kita urai menjadi sebuah cerita pendek, novel, atau bahkan roman? Jawaban saya pasti: kenapa tidak! Namun demikian, penulis yang jujur akan menerakan di akhir tulisannya semacam testimoni atau pemberitahuan, bahwa kisah yang ditulisnya terinspirasi lagu berbahasa Sunda yang indah, "Pat Lapat", misalnya. Sebuah lagu yang tidak bercerita apa-apa selain mengambarkan perasaan seseorang yang sedang berdiri di bibir pantai, memandang laut lepas berbatas langit biru, sementara di kejauhan tampak perahu layar timbul-tenggelam dimainkan ombak lautan. Bagi seorang penulis, yang kebetulan bisa menyelami makna yang terkandung dalam lirik itu, akan dengan mudah menggambarkan suasana kesepian seseorang yang sedang menanti kekasih hatinya di ujung harapan, tidak mengerti apakah pujaan hatinya itu akan datang menjumpainya lagi atau menghilang selamanya, seperti perahu layar yang tiba-tiba hilang dari pandangan! Sekarang, mari kita pelajari lirik lagu dari grup musik legendaris, Bimbo, berjudul "Dunia Hitam". Bagi saya, meski liriknya sederhana, tetapi makna yang dikandungnya berisi kejutan dan bahkan agak sedikit liar. Berdasarkan makna lirik lagu tersebut, Anda bisa menyusun sebuah cerita yang tentu saja tidak sama persis dengan jalannya cerita pada lirik lagu itu. Anda bisa mengembangkan karakter si Ibu, si Anak, atau si Pria Kaya kalau memang mau digambarkan. Anda bisa menyusun plot cerita apakah dimulai dengan gaya "flash back" (mundur ke belakang) atau "fast foward" (maju ke depan), tanpa saya harus menjelaskan isi cerita lirik lagu itu. Anda juga bisa men-setting waktu masa lalu, kini, dan masa mendatang, atau gabungan ketiganya. Anda bisa menentukan tempat kejadian dimanapun, terserah sesuka Anda. Ending cerita juga bisa Anda reka sendiri. Saya akan mencoba "merekonstruksi" lirik lagu "Dunia Hitam" yang dinyanyikan Iin Parlina dari Bimbo itu dalam postingan mendatang. Dengan senang hati bila Anda juga bisa sama-sama membuat cerita versi sendiri sebagai latihan dan pelemasan otot jemari. Berikut lirik lagu dimaksud: Dunia Hitam dia seorang ibu mendapat julukan pelacur punya anak gadis cantik dan manis dan bercita-cita tinggi dia seorang ibu dari sebuah kota kecil ingin anaknya maju dan senang seperti ibu yang lain di kota-kota besar tertumpu harapan cita-cita cita harta terbayang mudah terbayang mudah terbayang indah dia seorang gadis yang cantik lebih cantik dari ibunya sama-sama telah jatuh cinta pada seorang pria seorang pria yang kaya raya lebih senang gadis yang segar si ibu kini patahlah hatinya bersaing dengan anaknya di kota-kota besar penuh kenangan sedih sedih sedih sedih luka dalam hati seorang ibu yang sakit hati dia seorang ibu kini kembali ke kampungnya anak durhaka ibu berdosa dari dunia hitam ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun