[caption id="attachment_182488" align="alignright" width="450" caption="Acep Zamzam Noor/Salihara.org"][/caption] Menulis, apapun jenis tulisannya, fiksi maupun nonfiksi, harus selalu punya tema. Itu pemahaman saya. Tema bisa bisa macam-macam. Kemiskinan, heroisme, keberanian, ketimpangan, ketidakadilan, kuasa, asmara, hanyalah beberapa tema yang biasa muncul dalam sebuah tulisan. Anda bisa menciptakan tema lainnya dari sekadar yang saya sebutkan barusan. Keyakinan saya sampai sekarang, menulis harus bertema, harus memiliki tema. Akan tetapi, Acep Zamzam Noor, penyair kelahiran Tasikmalaya yang pernah sama-sama aktif di Durma Kangka, paguyuban penulis berbahasa Sunda dimana saya termasuk sebagai salah satu anggotanya di tahun 1983, punya pendapat berbeda mengenai tema ini. Baginya, dalam menulis puisi tema bukanlah segala-galanya. "Yang menjadi tantangan saya sejak dulu adalah bagaimana mengungkapkan tema-tema itu," kata Acep dalam Proses Kreatif yang disunting Pamusuk Eneste. Menurut Acep, tidak ada sesuatu yang baru di muka bumi ini, sehingga tema pun seperti tidak tersisa lagi karena semua hal sudah ditulis dan dikerjakan orang. "Satu-satunya yang tersisa hanyalah KREATIVITAS, yakni dengan memberikan penyegaran pada sesuatu yang tidak baru itu," katanya. "Inilah tantangan saya sebagai penyair yang lahir ketika puisi sudah ditulis orang sekian abad lalu." Acep mengaku, sebagai pengagum Chairil Anwar, ia tahu persis apa yang Chairil hasilkan bukanlah sesuatu yang benar-benar baru. Demikian pula yang dihasilkan Sitor Situmorang, Goenawan Mohamad, Abdul Hadi WM dan penyair-penyair lirik terkenal lainnya. "Yang membuat mereka dicatat sejarah adalah karena mereka berhasil memberikan penyegaran-penyegaran yang kreatif pada tradisi puisi lirik tersebut, sesuai dengan semangat zamannya. Begitu juga yang dilakukan Sutardji dengan mengangkat kembali mantra adalah upayanya yang kreatif untuk menyegarkan pengucapan puisinya," demikian Acep. Dari paparan Acep ini saya dapat mengambil kesimpulan, bahwa menulis tetap perlu tema, tetapi jangan pernah berhenti menulis hanya karena merasa tema-tema sudah ada dan sudah digunakan penulis lainnya. Kreativitas mengatasi segala keraguan soal tema itu, sebagaimana dicontohkan Presiden Penyair Sutardji Cholzoum Bachri yang mengangkat mantra sekarat menjadi hidup kembali, setidak-tidaknya menghidupkan puisi-puisinya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H