Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tema Bukanlah Segalanya, Benarkah?

17 April 2012   08:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:31 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1334652769489423415

[caption id="attachment_182488" align="alignright" width="450" caption="Acep Zamzam Noor/Salihara.org"][/caption] Menulis, apapun jenis tulisannya, fiksi maupun nonfiksi, harus selalu punya tema. Itu pemahaman saya. Tema bisa bisa macam-macam. Kemiskinan, heroisme, keberanian, ketimpangan, ketidakadilan, kuasa, asmara, hanyalah beberapa tema yang biasa muncul dalam sebuah tulisan. Anda bisa menciptakan tema lainnya dari sekadar yang saya sebutkan barusan. Keyakinan saya sampai sekarang, menulis harus bertema, harus memiliki tema. Akan tetapi, Acep Zamzam Noor, penyair kelahiran Tasikmalaya yang pernah sama-sama aktif di Durma Kangka, paguyuban penulis berbahasa Sunda dimana saya termasuk sebagai salah satu anggotanya di tahun 1983, punya pendapat berbeda mengenai tema ini. Baginya, dalam menulis puisi tema bukanlah segala-galanya. "Yang menjadi tantangan saya sejak dulu adalah bagaimana mengungkapkan tema-tema itu," kata Acep dalam Proses Kreatif yang disunting Pamusuk Eneste. Menurut Acep, tidak ada sesuatu yang baru di muka bumi ini, sehingga tema pun seperti tidak tersisa lagi karena semua hal sudah ditulis dan dikerjakan orang. "Satu-satunya yang tersisa hanyalah KREATIVITAS, yakni dengan memberikan penyegaran pada sesuatu yang tidak baru itu," katanya. "Inilah tantangan saya sebagai penyair yang lahir ketika puisi sudah ditulis orang sekian abad lalu." Acep mengaku, sebagai pengagum Chairil Anwar, ia tahu persis apa yang Chairil hasilkan bukanlah sesuatu yang benar-benar baru. Demikian pula yang dihasilkan Sitor Situmorang, Goenawan Mohamad, Abdul Hadi WM dan penyair-penyair lirik terkenal lainnya. "Yang membuat mereka dicatat sejarah adalah karena mereka berhasil memberikan penyegaran-penyegaran yang kreatif pada tradisi puisi lirik tersebut, sesuai dengan semangat zamannya. Begitu juga yang dilakukan Sutardji dengan mengangkat kembali mantra adalah upayanya yang kreatif untuk menyegarkan pengucapan puisinya," demikian Acep. Dari paparan Acep ini saya dapat mengambil kesimpulan, bahwa menulis tetap perlu tema, tetapi jangan pernah berhenti menulis hanya karena merasa tema-tema sudah ada dan sudah digunakan penulis lainnya. Kreativitas mengatasi segala keraguan soal tema itu, sebagaimana dicontohkan Presiden Penyair Sutardji Cholzoum Bachri yang mengangkat mantra sekarat menjadi hidup kembali, setidak-tidaknya menghidupkan puisi-puisinya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun